Share

Wanita Matre

Penulis: Tere Bina
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-14 14:06:05

Aku segara menghapus air mata saat melihat Lavender Alaik, atau yang akrab di panggil Inder tersebut membalikkan badan setelah selesai bertelepon.

Inder tampak terkejut saat melihat keberadaanku yang berdiri tak jauh dari balkon kamar.

Melalui pandangan ekor mataku, ia berjalan ke arahku.

"Kamu kenapa?" Inder menatapku dengan mata memicing.

"Gak papa." Aku menjawab ketus.

"Kenapa nangis?" Ia maju satu langkah.

"Dih, ogah, ya!" Aku segera memalingkan wajah. Tak ingin Inder tahu kalau aku baru saja menangisinya. Ih, gengsi dong.

"Itu, kenapa matamu bengkak!" Tangan Inder menunjuk wajahku, selanjutnya ia memasukkan tangannya ke dalam saku celananya. Salah satu kebiasaan Inder.

"Efek tidur kali." Aku menjawab asal sambil mengusap mata. Takut ada sisa air mata disana.

"Jagan bohong, Dinar!"

"Apa, sih!" Aku melipat tangan di dada.

"Tidurmu saja gak nyenyak tadi. Sebentar pula, tuh. Lalu bagaimana bisa sampai membuat matamu bengkak?"

"Aku gak nyenyak, kan, karena ulah kamu juga." Aku masih berucap dengan ketus.

"Sakit banget, ya?"

Hah! Jadi Inder sudah tahu kalau aku sudah mendengar pembicaraan nya tadi?

"Bagus lah kau sadar. Sebab wanita mana yang—"

"Maaf, mungkin tadi aku terlalu kasar!"

Hah! Jadi dia membahas sakit yang lain? Bukan yang barusan.

"Sakitnya masih bisa dibawa jalan, gak?"

Hatiku yang sakit, Mas. Sakit karena perbuatanmu tadi tak seberapa dibandingkan sakit karena kata-katamu tadi.

Dan aku begitu bodohnya mau mengharapkan hatimu untukku hanya karena kau mau tidur denganku.

"Hei!" Inder menjentikkan jarinya tepat di depan wajahku.

"Bersiaplah. Nanti keluargaku datang kesini." Inder melangkah melewatiku.

"Ngapain?" tanyaku.

"Sudah tradisi." Ia menjawab dengan terus berjalan ke kamar mandi.

"Apa itu artinya aku harus buat hidangan?"

"Emang bisa masak?" Kali ini Inder menoleh, menatapku.

"Gak!" jawabku tanpa ragu.

Inder hanya tersenyum kecut sambil kembali melanjutkan langkahnya.

"Oh ya, keluargamu juga akan datang pagi nanti." Inder berucap, sebelum ia menutup pintu kamar mandi.

****

"Aku sudah menyiapkam cemilan dan lainnya juga. Kamu hidangkan ke meja, buat keluarga kita nati." Inder berucap dengan ekspresi dingin. Tak ada senyuman di wajahnya. Padahal ia tampan loh.

Setelah berucap, Inder kembali melangkah keluar kamar.

"Mas masak?" tanyaku.

Langkah Inder yang sudah ada di ambang pintu sempat terhenti. "Ya kali kamu yang masak."

Dih, ketus amat. Apa salahnya coba bilang dengan lemah lembut, biar gak rugi punya wajah tampan.

Aku menyudahi aktitasku yang mengeringkan rambut. Segera meraih jilbab dan memakainya.

Setelah tiba di dapur, aku segera menata cemilan di toples dan air nya juga.

"Hai, Kakak Ipar."

Aku menoleh kearah sumber suara. Sudah bisa ku tebak. Ia adala Indra. Adik Mas Inder. Dari hasil pernikahan Papanya dengan istri keduanya.

Aku hanya menanggapi sapaan Indra dengan senyuman sambil tanganku sibuk dengan gelas kecil.

"Mbak cantik sekali pagi ini," puji Indra sambil merapikan rambutnya.

Aku meliriknya sekilas."Kau datang kesini tidak untung merayuku, bukan?"

"Oh, mana berani, Mbak." Indra berucap cepat. "Bisa-bisa aku sama suami Mbak yang bertemperamen tinggi itu bisa dibikin rujak, Mbak," lanjutnya.

Adiknya saja mengakui kalau Inder keras orangnya.

Sebenarnya aku sudah tahu apa yang Indra inginkan dariku.

"Inggit datang, kan, hari ini?"

Nah, itu dia yang Indra inginkan. Ringgit, adikku. Yang mana mereka satu universitas sebelum Inggit lulus terlebih dahulu. Sebab gadis imut itu memang mempunyai kecerdasan diatas rata-rata. Menempuh S1 nya dengan kecepatan.

"Iya, dia datang!"

"Yes!" Indra bersorak girang. Aku tahu dia menyukai Inggit. Oleh karena itu, saat ia mendengar kalau masnya mau menikahiku, ia orang pertama yang setuju.

"Mbak!" Indra membantuku mengelap gelas.

"Apa yang kau inginkan?" Aku yang sudah tahu ada maksud kenapa ia membantuku segera bertanya tanpa segan.

"Bisa minta WA Inggit, gak?"

Aku mengambil gelas yang di pegang Indra."Gak perlu bantuin, sebab Mbak gak akan ngasih WA Inggit ke kamu!"

"Lah, kenapa, Mbak?"

"Karena Inggit sudah punya pacar!"

"Siapa, Mbak?"

"Miller!"

"Pria Malaysia itu?" tanyanya.

Aku mengangguk.

"Dih, masih gantungan aku juga, Mbak!" Miller mencebik.

"Iya, tapi Miller udah punya usaha. Sedangkan kamu hanya pengangguran."

"Iya kan aku masih kuliah, Mbak."

"Tapi Miller mulai berbisnis disaat ia masih kuliah juga." Aku menatap Indra."Jadi jangan jadikan alasan untuk tidak bisa berbisnis."

"Kan aku sudah bilang, kalau mereka itu wanita matre, Dra."

Sontak aku menoleh ke arah Inder yang baru saja mauk ke dapur.

"Maksud Mas Inder apa?" tanya Indra, mewakili pertanyaanku.

"Cari wanita lain. Mereka tak akan mau dengan pria yang tak beruang. Apa kamu masih tak memahami karakter mereka, dari namanya saja sudah berupa uang semua, Dinar, Ringgit. Itu sudah menandakan kalau mereka itu yang di pikirannya adalah uang…uang…dan uang."

Entah kenapa aku jadi panas mendengar kata-kata Inder.

Aku meletakkan gelas yang aku pegang. Mengangkat wajahku agar bisa menatap Inder.

"Iya. Kau benar, Mas. Kami keluarga matre. Di hidup kami hanya ada uang…uang…dan uang…." Emosiku sudah mau meledak-ledak saja.

Inder tersenyum kecut. "Tanpa kau jelaskan pun aku sudah tahu. Kalau kalian penghisap kantong pria.

"Ya, benar. Dan ada yang perlu kau ketahui juga. Kami hanya bisa bersama dengan pria yang banyak uangnya saja. Kalia tanpa uang sudah pasti kami tak bisa bertahan. Uang bagi kami prioritas. Kau paham." Aku menatap Inder dengan mata berkaca-kaca. Entah kenapa begitu sakit aku mendengar ia mengatakan kalau aku dan saudaraku hanya perlu uang. Sekalipun itu benar, apa ia tak bisa sekali menjaga perasaanku.

Inder hanya diam saja. Sedangkan Indra hanya menundukkan kepalanya. Entah kenapa aku tak tahu.

Tanpa berkata-kata, Aku melangkah, keluar dari dapur.

****

"Dibayar berapa kamu sama Inder?"

Aku yang hendak ke kolam renang, ingin menenangkan diri dikejutkan dengan keberadaan Andra. Anak bawaan dari istri kedua papa Inder.

Aku tak pernah bertemu dengan Andra sebelumnya. Namun aku yakin kalau dia adalah Andra. Sebab aku pernah mendengar ciri-cirinya. Kalau pria itu lebih dingin dari Inder. Makanya kalau bicara dengan seseorang jarang mau berhadapan ataupun menatapnya.

Aku tak menjawab. Masih fokus menatapnya dari belakang. Sedangkan ia fokus menatap air kolam renang dengan tangan disilangkan didepan dada.

Sedikit penasaran dengan rupa Andra. Katanya Inggit, pria itu tak kalah gantengnya dengan Inder. Bahkan lebih gagah. Aku perhatiin sih iya. Meski aku menatapnya dari belakang, sudah terlihat badannya kekar dan berotot.

Diluar dugaanku. Saat aku begitu seksama memperhatikannya, tiba-tiba Andra menoleh.

Dan…bukannya aku merasa salting atau segera mengalihkan pandangan sebab ketahuan menelitinya, pandanganku malah tertahan di wajahnya.

Inggit ternyata tak bohong. Saudara tiri Inder ini ternyata ganteng nyaris saingan sama Inder.

Aku kira Inder sudah jadi pria yang paling tampan yang aku temui. Ternyata tidak.

"Dibayar berapa kamu sama Inder. Hingga mau menjadi istri dari pria bertemperamen tinggi sepertinya?"

Andra menatapku. Bukannya menurut kabar yang kudengar, ia tak mau menatap lawan bicaranya, hanya orang-orang tertentu saja?

"Bukannya nyaris tak ada yang mau untuk menjadi istri dari pria tersebut. Selain Cleopatra tentunya." Andra memiliki senyuman sinis, persis Inder.

Menurut yang aku ketahui lewat Inggit, Andra dan Inder musuhan. Dan mereka memperebutkan perusahaan katanya. Entah perusahaan apa dan yang mana. Aku tak tahu dan tak mau tahu itu.

"Kenapa kamu tak menjawab. Dibayar berapa kamu?"

"Apa itu penting untuk Anda?" Kali ini aku menjawab. Bahkan juga membalas tatapannya.

"Hanya ingin tahu saja."

"100 juta!"

Andra tersenyum kecut. "Murahan sekali dirimu." Dia mengejek.

"Padahal kau gadis berjilbab. Tapi bisanya semurahan ini."

Kata-katanya makin lama makin kasar, entah kenapa aku dikelilingi orang-orang berkata kasar. Kenapa semua merendahkanku di sini. Apa karena niat nikahku?

"Gadis berjilbab juga butuh uang kali." Aku membalas.

"Hanya uang 100 juta kau rela menjadi istri moster Inder!" Dia masih tersenyum kecut dan tampak mengejek.

Tak tahan, aku maju satu langkah ke hadapannya.

"Iya, aku murahan sama Inder. Kenapa? Apa anda mau membayarku lebih mahal? Untuk memenuhi syarat dari papa kalian?" Aku membalas tatapan tajam Andra. "Tenang saja, nanti bisa kita bicarakan. Aku bisa jadi selingkuhanmu. Maksudku bisa selingkuh dari Inder."

Aku dapat melihat perubahan raut Andra. Dalam hati aku tersenyum puas. Emang mereka pikir hanya mereka yang dapat berkata kasar. Aku juga.

Sekali lagi aku melemparkan senyuman sinis sebum akhirnya aku membalikkan badan.

Aku terkejut seketika, saat baru saja memutar badan, dan ternyata di belakangku sudah ada Inder. Menatapku tak bersahabat.

Mampus….

Sejak kapan ia ada di sini? Dan apa ia mendengar kata-kataku barusan pada Andra?

_________

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Walau Tak Seindah Mantanmu (Sentuh Hatiku, Hubby)   Cinta Tanpa Warna

     Setelah habis beper-baperan karena kalimat Inder yang mengatakan kalau memang hanya aku jodohnya, aku menatap Inder untuk meyakinkan perkataannya. Namun, ia hanya menaik turunkan alisnya."Sudah jelas, kan, sekarang alasanku apa?" Dia melipat tanga di dada sambi menaikkan satu kakinya ke lutut."Apa?" Aku masih tak paham. Tepatnya pura-pura tak paham, sih."Sekarang perasaan kira sudah impas. Sama seperti kamu," ucapnya tenang."Memang apa perasaanku?" Aku melipat tangan menirukan gaya Inder saat ini sambil menatapnya dengan sebelah alis terangkat."Gak tau. Yang aku tahu kamu mau menikah denganku sebab uang."Aku terdiam sejenak. Antara ingin mengaku dan tidak pada Inder. Malu gak, ya? Andaikan aku mengaku pada Inder kalau aku suka dia. Bahkan cinta dia suda lama, sebelum kami menikah.

  • Walau Tak Seindah Mantanmu (Sentuh Hatiku, Hubby)   Ah, Aku Baper!

    "Tadi kamu bilang apa?" tanyaku sambil melirik Inder, untuk meyakinkan pendengaranku tak salah."Apa? Gak ada!" elak Inder sambil menjalankan mobil."Itu tadi, yang aku cemburu!" ingatku, siapa tahu ini pria punya penyakit amnesia mendadak.Inder tak menggubris ucapanku, malah ia memasang kaca mata, terlihat santai seakan tak mendengar pertanyaanku. Padahal jelas-jelas pertanyaanku begitu jelas dan cukup nyaring. Hanya saja Inder cuek. Malu kali. Setelah tak sengaja bilang cemburu."Cie, yang cemburu, ehem!" Entah kenapa aku suka dan ingin sekali untuk menggoda pria sok jaim itu kali ini."Coba, dong, ulang sekali lagi, aku cemburu gitu!" tuntutku. Ah, kemaruk banget emang aku. "Tadi kurang jelas aku dengarnya!" pintaku. Kembali Inder tak menggubrisku. Tapi gak masalah, aku suka itu, lama-lama aku terbiasa dengan sikapnya. Kesel-kesel gemes gitu. Tapi aku cinta."Mas Inder ….""Bisa diem, gak? Jangan mancing-mancing saya, kamu itu gak bisa diapa-apain!"Hah! Maksudnya? Aku melongo m

  • Walau Tak Seindah Mantanmu (Sentuh Hatiku, Hubby)   Aku Cemburu

      Setelah 20 menit kemudian, Dokter Mekka, dokter kepercayaan keluarga Inder yang bekerja sudah bertahun-tahun lamanya tersebut masuk kedalam kamar dengan membawa tas.Dokter Meka langsung memeriksaku. Setelah duduk di pinggir ranjang."Nyonya  gak minum vitamin yang kemarin saya kasih? Untuk mengurangi sensitif bau yang Nyonya rasakan yang mengakibatkan Nyonya  terus ingin mual," tanya Dokter Meka. Menatapku penuh kelembutan."Udah, kok, Dok, cuman gak ngefek!" jawabku sambil duduk dari posisi tidurku. Setelah diperiksa Dokter Mekka."Kok bisa, ya? sedikitpun tak ngefek?" tanyanya lagi dengan raut heran. "Tidak, Dok!" jawabku sambil menggelengkan kepala."Emhhh … apa ada hal lain yang bisa ngilangin sensitif baumu?" tanya lagi Dokter Meka. Tampak sedang berpikir.Aku

  • Walau Tak Seindah Mantanmu (Sentuh Hatiku, Hubby)   Membuat Inder Kesal (Ini Sala Anakmu?

    Aku mengusap-usap perutku yang mulai membuncit di usia kandunganku yang sudah lima bulan lebih ini."Bisa tidak, kamu gak usah mandi dulu!" Inder yang baru masuk kamar sepulang dari kantornya, dan membuka jasnya tampak terkejut dengan permintaanku.Inder menatapku dengan ekspresi anyep. Cukup lama Inder  menterengin wajahku, membuatku tak nyaman dan menyesali ucapanku barusan. Hingga beberapa detik berlalu, Inder masih saja menatapku dengan raut heran. Aku menelan saliva. Benar-benar menyesali permintaanku.Selanjutnya, tanpa berkata, Inder meraih handuk dan masuk ke kamar mandi. Aku mengusap dada, terasa lega tak mendapatkan perkataan yang nyelekit dari Inder  atas permintaan anehku tadi. Iya, aneh memang. Jelas-jelas Inder tak bisa hidup tanpa mandi. Selama aku hidup dengannya saja entah berapa kali aku menjumpai ia seharinya mandi ban

  • Walau Tak Seindah Mantanmu (Sentuh Hatiku, Hubby)   Status Sosmed

    Hening ….Selama dalam perjalan menuju pulang, aku dan Inder hanya diem-dieman. Tepatnya Inder saja yang diam. Sebenarnya sedari tadi aku sudah jenuh dengan keheningan ini. Aku tidak suka keheningan saat sedang bersama seseorang. Aku maunya ngobrol atau cerita.Saat Inder memergokiku tengah duduk bersama dengan Andra, aku kira ia bakalan marah atau apapun, tak tahunya ia hanya menyuruhku masuk kedalam mobil. Itu pun hanya melalui bahasa isyarat saja, bukan tanpa kata-kata atau perintah dengan sengit seperti biasanya.Inder tidak marah, namun sikapnya yang pria itu tunjukkan padaku lebih dari kemarahannya. iya, aku merasakan itu.Sikap diam Inder bukan mengatakan kalau ia tidak marah, melainkan perasaan ia sedang tidak baik-baik saja. Lambat laun, sedikit demi sedikit aku sudah memahami karakter Inder. Diamnya Inder menandakan bahwa ia sedang marah. Sedangkan jika dia banyak omong maka kebalikannya.Inder memang sedikit berbeda dengan pada umumnya. Ia lebih suka diam saat ada masalah,

  • Walau Tak Seindah Mantanmu (Sentuh Hatiku, Hubby)   Rasa Yang Terlambat

    Saat aku melangkah ke parkiran untuk menunggu jemputan Inder, mataku menangkap sosok Andra yang lagi duduk di kursi biasa aku duduk di sana.Andra tersenyum ke arahku. Duh …mendadak bingung, dilema juga. Di satu sisi aku ingin menghampiri Andra. Dia baik dan gak seburuk yang Inder kira dan selalu katakan padaku. Andra justru sering membantu dan perhatian padaku tanpa pamrih.Tapi di sisi lain aku takut akan pesan Inder tadi pagi. Yang berpesan bahkan dengan sangat menekan untuk tidak mendekati pria saudara tirinya itu."Gak papa, kok, Din, sini aja. Aku gak macam-macam, kok!" ujar Andra seakan tahu isi hatiku.Aku nyengir merasa malu. Bak maling yang sedang ketangkap basah. Ragu-ragu aku melangkah mendekati kursi tempat di mana Andra tengah duduk dengan tenang di sana."Aku cuman mau mengembalikan ini." Andra menyodorkan sebuah map dan amplop coklat setibanya aki di hadapannya.Aku mengernyit. "Apa ini?" tanyaku sambil menerima Map yang disodorkan Andra."Itu milik Inder suami

  • Walau Tak Seindah Mantanmu (Sentuh Hatiku, Hubby)   Penjelasan Cleo

    Pagi setelah sarapan, Aku langsung pergi ke kampus dengan diantar Inder.Ada rasa senang di hati diantar olehnya. "Ingat…jangan dekat-dekat atau menemui Andra lagi!" pesan Inder saat aku hendak membuka pintu mobil, sebab dia mana pernah berinisiatif untuk membuka pintu mobil buat istrinya yang lagi hamil ini.Kalah sama Andra emang. Padahal dia bukan suamiku."Kenapa?" Nada pertanyaanku terdengar ketus."Kamu lagi hamil!" Nada Inder tak kalah ketusnya.Hah! Apa hubungannya coba? Hamil sama ketemu Andra. Aneh banget. "Dia bukan pria baik-baik, nanti anakku nurun dia." Inder  melirik perutku yang masih rata. Hanya sekilas, selanjutnya ia kembali membuang pandangan. Aku segera membuka pintu mobil dan keluar.Inder langsung menjalankan mobilnya keluar dari area parkiran kampus setelah a

  • Walau Tak Seindah Mantanmu (Sentuh Hatiku, Hubby)   Rasa yang Tak Jelas

    Aku masih ternganga mendengar jawaban Inder bahwa ia sebenarnya tak suka Cleo. Lalu ...?"Aku hanya memaksakan diri ini untuk suka pada Cleo. Sekalipun Papa tak pernah merestui hubungan ku dengan Cloe. Aku lakukan itu hanya karena agar Ibu Yasmin memberikan kasih sayangnya padaku. Sesuatu yang tak pernah aku dapatkan. Hanya kasih sayang dari Papa saja yang aku dapatkan," jelas Inder seolah tahu isi pikiranku."Lalu kenapa kau membencinya? Membenci Papa Aleks?" tanyaku."Karena dia menikah lagi disaat Ibu Yasmin mengalami depresi. Sekalipun pernikahan itu atas permintaan Ibu Yasmin. Ibu menyuruh Papa menikah lagi sebab Ibu tak mau berperan sebagai istri dari Papa lagi. Ia hanya mau jadi istri di atas kertas saja."Benar-benar rumit ternyata kisah keluarga Inder. Aku kira orang kaya gak akan sepusing orang tak punya sepertiku. Sebab harus banting tulang untuk mencari uang. Bahkan aku harus rela menik

  • Walau Tak Seindah Mantanmu (Sentuh Hatiku, Hubby)   Gak Suka Cleo

    Meskipun aku tak ingin pulang dari rumah Emak, tapi melihat sikap Inder yang seperti benar-benar tak betah di rumah Emak, entah apa alasannya, akhirnya aku pun ikut dengannya. Pulang ke rumahnya. Tentunya setelah Inder pamit dan minta maaf sama Emak dan menjelaskan pada Emak juga adik-adikku bahwa semua masalah yang terjadi hanya sebuah kesalahan pahaman dan Inder tidak selingkuh dengan Cleo.Usai makan malam, aku berdiri di balkon kamar bersama Inder. Menikmati angin malam yang sejuk.Di sana, pria itu menjelaskan semua pertanyaanku yang tadi siang. Inder bilang, bahwa, ibunya Yasmin mengalami depresi saat ia kehilangan perusahaan dan beberapa bisnis lainnya. Semuanya dialihkan atas nama keluarga Cleo. Entah bagaimana caranya dia tak menjelaskan begitu detail.Inder dan Cleo sudah dari sejak SMA menjalin hubungan. Kata Inder, Cleo mendekati Inder hanya karena ada sesuatu yang ia incar, yaitu bisnis Ibu Yasmin.Ibu Yasmin dan Papa Aleks menikah bukan karena cinta, melainkan karen

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status