Share

Walau Tak Seindah Mantanmu (Sentuh Hatiku, Hubby)
Walau Tak Seindah Mantanmu (Sentuh Hatiku, Hubby)
Author: Tere Bina

Sakitnya Malam Pertama

Author: Tere Bina
last update Last Updated: 2023-02-14 13:59:33

"Buka bajuku!"

"Hah!" Aku melongo. Saat mendengar instruksi dari Inder. Pria yang baru saja sah menjadi suamiku.

"Kenapa mau dibuka bajunya, Mas?" Ah, pertanyaan konyol memang. Jelas-jelas aku sudah tahu sebenarnya apa mau Inder.

"Gak usah sok polos. Kamu pasti lebih tau apa yang aku inginkan." Entah kenapa ini suami gak ada lembut-lembutnya saat meminta haknya. Alih-alih aku mengharapkan ia bersikap romantis. Tak bicara kasar saja sudah untung.

Aku mendesah. Aku kira dia tak akan menyentuhku, Sebab kami menikah hanya karena ingin mendapatkan tujuan kami masing-masing. 

"Lalu, kenapa kamu gak buka sendiri aja, sih, Mas?"

"Apa gunanya aku kasih mahar 100 juta kalau aku mau pakai kamu aja harus aku sendiri yang buka baju."

Oh, Tuhan…dia masih saja membahas mahar 100 juta yang aku minta. Maunya apa coba? Bahas ini di malam pengantin kami. Mau menunjukkan betapa murahannya aku?

Ada yang bilang kalau aku ini murahan, sih! 

"Din, cepet!" 

Aku beringsut maju, mendekati Inder. Perlahan tanganku memegang sisi kaos putih yang dikenakan Inder.

"Lama amat sih, Din!"

"Kalau mau cepet ya buka sendiri," ketusku.

"Sudah aku bilang aku sudah—"

"Ya, kamu sudah memberiku mahar 100 juta. Puas!" Aku menyela.

"Bagus. Makanya bekerja dengan baik," timpalnya.

Aku pun, secara perlahan mengangkat kaos Inder, mulai melucutinya. Namun kualihkan pandanganku ke samping.

"Dih, apaan, sih. Gak usah sok jaim." Tangan kekar Inder meraih wajahku dan menghadapkan ke arahnya.

"Mas, tunggu!" Aku menghentikan Inder saat  wajahnya hendak didekatkan dengan wajahku.

"Apa?" Pertanyaan Inder terdengar protes.

"Aku mendadak kebelet."

Inder menarik tangannya dari wajahku. Tak lupa ia mendesah kecewa.

"Cepatan!" ketusnya.

Tanpa buang-buang waktu. Aku segera berlari ke arah kamar mandi dan masuk ke dalam sana.

****

Entah sudah berapa lama aku berada di kamar mandi tanpa ngapa-ngapain. Tadi itu hanya alasanku saja yang bilang mules. Padahal sama sekali tidak. Aku hanya grogi, gugup, takut dan tak siap menjadi satu.

Ah…kenapa mendadak aku takut disentuh oleh Inder, sih. Bukannya aku suka orang ganteng? Dan Inder ganteng.

Tapi kenapa aku setakut ini. Bukankah aku ingin sekali disentuh oleh orang ganteng. Apa mungkin…karena Inder tak mencintaiku? Berbeda dengan diriku, yang awalnya tak suka namun jadi suka saat melihat tampang rupawan Inder, saat aku baru melihat untuk pertama kalinya, setelah membuat status F******k.

Mungkin iya. Aku tak siap dan gugup sebab Inder akan melakukan malam pengantin kami bukan karena cinta. Melainkan…kami punya tujuan masing-masing dari pernikahan ini.

Inder karena ingin mendapatkan perusahaan mamanya, yang takut akan dikuasai oleh saudara tirinya, Andra. Anak bawaan dari istri kedua papa Inder.

Padahal aku tahu jelas Inder punya kekasih, namanya Cleopatra. Sudah bisa dibayangkan, bukan, secantik apa kekasih Inder. Dari namanya sudah sangat indah, apalagi orangnya. 

Jelas sangat cantik kekasih Inder. Aku saja yang wanita ikut suka melihat keindahan mantan Inder.

Sedangkan aku…aku mau menikahi Inder sebab biar ada yang biayai kuliahku. Yang saat ini tengah kuliah jurusan bidan.

Oleh karena itu aku mengorbankan diri, bahkan oleh orang-orang, ada yang menganggapku, kalau aku sedang menjual tubuhku pada Inder, dengan minta mahar 100 juta dan juga membiayai kuliah.

Tapi…mengorbankan diri pada orang ganteng itu tak rugi. Itu menurut Inggit, adikku. Lagi pula…aku berharap suatu saat nanti Inder akan mencintaiku.

Kalau di likir-pikir. Aku memang secara tidak langsung menjual diriku sendiri. Tapi mau bagaimana lagi, aku gak punya uang untuk melanjutkan kuliah. Apalagi biaya sekolah kebidanan itu tidaklah sedikit.  Sedangkan Emakku hanya seorang janda yang kerja sehari-harinya menjaga toko. Belum lagi kedua adikku yang keduanya.

Ringgit, atau yang biasa dipanggil Inggit untungnya sudah lulus S1, dan sekarang ia sudah bekerja di salah satu bank. Gadis cantik yang umurnya hanya selisih satu tahun lebih beberapa bulan itu memang mempunya kecerdasan diatas rata-rata. Karenanya ia menempuh S-1 dengan kecepatan.

Dan adikku Dirham, adik bungsu laki-lakiku, dia masih kuliah di semester 2. Saat ini hanya Inggit yang bisa memberikan uang untuk Emak.

 Kalau aku…aku hanya bisa beri sekedarnya, sebab bayaran kuliahku saja tiap semesternya sudah besar. Belum lagi buat biaya lainnya. Yang tak banyak orang ketahui. 

"Din. Kamu bertapa di dalam?"

Aku terkejut saat mendengar pintu kamar mandi digedor dengan kuat.

"Din? Lama amat. Kamu sengaja, ya?"

Dih, gak sabaran amat sih.

Aku pura-pura  menyiram kloset. Agar nampak habis buang air.

"Kenapa? Kamu menghindar?" Setelah  membuka pintu ia langsung menyemprotku.

"B-bukan begitu—"

"Kamu takut? Atau kamu…."

Aku hanya berdecak kesal. Heran, laki-laki kok banyak omongnya.

"Aku gak menghindar, kok." Aku berjalan melewatinya, menuju ranjang.

"Aku pikir, kau mau menikahiku hanya sebatas tujuan saja, sama sepertiku. Tak perlu berperan jadi suami, atau jadi istri. Apalagi—"

"Enak saja kalau gitu." Inder motong cepat.

Keningku mengkerut.

"Aku sudah membayarmu mahal. Tapi aku tak bisa berbuat apapun denganmu. Kamu pikir ini film, yang hanya aku anggurkan istri di malam pertamanya meskipun tak mencintainya. Namun ia akan menyentuhnya saat ia mulai suka. Ih, tidak, aku bukan pria semacam itu." 

Panjang sekali penjelasannya.

"Bukan itu maksudku." Saat ini aku sudah duduk kembali di ranjang yang tadi aku duduki.

"Apa?" Inder ikut duduk. Memberikan tatapan tajam.

"Bukankah, kau punya kekasih kalau gak salah?" Aku menatapnya dengan mata memicing.

"Itu bukan jadi alasan!" ketusnya.

"Tapi kau mencintainya, bukan?"

"Tentu."

"Sangat?"

"Sangat!"

"Dan aku mencintaimu, Inder!" Ah, andaikata aku bisa mengatakan itu pada Inder. Sudah pasti aku tak seresah dan sesulit  ini menjalani malam pengantin dengan Inder. Ini bukan malam pengantin yang aku inginkan. 

Yang aku inginkan adalah, dimana malam pengantinku, aku bisa memeluk suka dan duka dengan pasanganku, bukan hanya sekedar memeluk karena mencari kehangatan. Seperti saat ini.

Tapi apa daya. Aku dan Inder menikah memang bukan karena cinta, tapi karena tujuan. Lalu aku bisa apa? Disini hanya aku yang mencintai.

"Kenapa dengan dirimu?"

Aku menoleh, menatapnya."Apa kau tak akan merasa mengkhianatinya, dengan melakukannya denganku?" 

Inder menarik nafas kasar. "Dia selamanya akan menjadi yang terindah dalam hidupku. Kapan pun dan di mana pun. Tapi aku tak mungkin, kan, melakukan apa yang harus terjadi di malam ini dengannya? Meski aku tak fanatik dalam agama, tapi aku tahu, mana yang haram dan mana yang halal." 

"Tapi membayangkan wanita lain saat menyentuh istrinya juga haram, bukan?" 

"Jangan mendebatku, Din. Aku tahu apa yang baik dan tidak baik. Apa perlu aku jelaskan nanti saat acara malam pertama kita berlangsung. Bagaimana kalau saat itu aku hanya membayangkan apa yang ada di hadapanku saja, dengan siapa aku saat ini."

Dih, tadi saja dia bilang, kalau keindahan mantannya ada di mana-mana, kapan pun ada.

Ah, aku lupa, kalau pria yang di depanku ini adalah seorang terpelajar lulusan hukum, karena mau jadi pengacara. Tentu dia pandai dalam bicara, lebih-lebih mendebat.

"Jangan mempersulitku untuk mendapatkan hak ku sebagai seorang suami saat ini."  Inder mendekatkan wajahnya padaku. Semakin lama semakin dekat saja, bahkan saat ini nyaris tanpa jarak.

Tanganku bergerak, menahan dadanya.

"Apa kau tak ingin membacakan doa dulu untukku?" 

Mata Inder menyipit. "Doa apa?" Nadanya terdengar ketus.

"Doa pertemuan malam pengantin?" Aku mengangkat sebelah alis.

"Kamu gak ingin mendoakan aku, agar jadi istri yang baik, gitu?"

Inder tak segera menjawab. Dipandanginya lekat-lekat wajahku. Ah, kok aku mendadak panas, ya? Melihat tampang Inder dalam jarak yang begitu dekat seperti ini?

"Apa ini salah satu cara agar bisa mengulur  waktu? Dan kau akan selamat di malam ini?" tuduhnya.

"Bukan!"

"Aku tak hafal doanya!" ucapnya cepat.

"Bisa cari di g****e!"

Inder memicingkan matanya, semakin tajam menatapku.

Ah, aku jadi takut, dan menyesali kata-kataku.

Namun selanjutnya, ia menarik diri dariku. Mengambil ponselnya, mengetik sesuatu di sana.

Cukup lama Inder menatap layar ponselnya, mungkin ia sedang menghafalnya.

Aku terkesiap saat tiba-tiba Inder menoleh dan meraih kepala dan mendaratkan bibirnya di keningku.

Bersamaan dengan itu, aku dengar Inder melafalkan sebuah Doa.

Ah, keren. Dalam sekejap ia bisa menghafal doa. Padahal doanya lumayan panjang, loh.

Selanjutnya, bibir Inder turun ke wajahku, dan lama-lama makin turun.

Jangan tanya apa kabar dengan suhu tubuhku dengan perlakuannya. Aku sudah merasakan panas dingin.

Dan untuk selanjutnya, apa yang harus terjadi, terjadilah.

Malam pertamaku, tanpa cinta.

****

Aku terbangun sekitar jam 2 malam. Aku menoleh, menatap ke samping. Aku sudah tak menjumpai Inder. 

Kemana dia?

Aku menyingkap selimut dan berusaha turun dari ranjang.

"Aww…." Aku memekik, saat merasakan nyeri di area kewanitaan saat bergerak.

Kenapa perih sekali? Apa ini rasanya sakit malam pertama.

Dengan sekuat tenaga, aku berusaha berdiri dan melangkah ke kamar mandi.

"Kamu tenang saja. Aku menikahi Dinar hanya karena memenuhi syarat dari Papa. Aku tak mencintainya. Dan selamanya akan begitu."

Deg.

Saat aku melintasi balkon kamar, tak sengaja mendengar percakapan Inder di telpon. Seketika langkahku pun terhenti, ingin mendengar lebih banyak lagi kata-kata Inder.

"Kamu tahu sendiri, kan? Kalau kamu yang selalu terindah di hidupku. Aku hanya memanfaatkan Dinar saja. Baru setelah itu…."

Aku segera memalingkan wajah, tak ingin mendengar lagi kata-kata Inder. Rasanya aku tak akan kuat untuk mendengarnya.

Air mataku mengalir, entah kenapa rasanya sakit mendengar kalau Inder hanya memanfaatkanku saja.

Tapi kenapa aku harus sakit? Bukannya aku tahu kalau Inder menikahiku bukan karena cinta. Tapi kenapa aku masih merasakan sakit? 

Apa jawabannya karena aku mencintai Inder? 

Iya, aku rasa itu alasannya…sebab, setelah perlakuan Inder tadi, aku sempat punya harapan, kalau aku masih bisa mendapatkan hatinya.

 Namun belum berlangsung lama, kini harapanku musnah bersamaan dengan kata-kata Inder dengan orang yang ditelponnya. Yang kuyakini ia adalah Cleopatra.

Tapi…kenapa sesakit ini? Ngilu rasanya hatiku mendengar kata-katanya. Rasa sakit yang diberikan Inder dua kali lipat  dari yang ia berikan tadi. 

Aku tersenyum miris. Benar-benar malam pertama yang menyakitkan. Inder suami yang hebat, memberikan dua rasa sakit sekaligus.

____________

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Santi Suntia
uuu bagus banget sampek kebawak mimpi
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Walau Tak Seindah Mantanmu (Sentuh Hatiku, Hubby)   Cinta Tanpa Warna

     Setelah habis beper-baperan karena kalimat Inder yang mengatakan kalau memang hanya aku jodohnya, aku menatap Inder untuk meyakinkan perkataannya. Namun, ia hanya menaik turunkan alisnya."Sudah jelas, kan, sekarang alasanku apa?" Dia melipat tanga di dada sambi menaikkan satu kakinya ke lutut."Apa?" Aku masih tak paham. Tepatnya pura-pura tak paham, sih."Sekarang perasaan kira sudah impas. Sama seperti kamu," ucapnya tenang."Memang apa perasaanku?" Aku melipat tangan menirukan gaya Inder saat ini sambil menatapnya dengan sebelah alis terangkat."Gak tau. Yang aku tahu kamu mau menikah denganku sebab uang."Aku terdiam sejenak. Antara ingin mengaku dan tidak pada Inder. Malu gak, ya? Andaikan aku mengaku pada Inder kalau aku suka dia. Bahkan cinta dia suda lama, sebelum kami menikah.

  • Walau Tak Seindah Mantanmu (Sentuh Hatiku, Hubby)   Ah, Aku Baper!

    "Tadi kamu bilang apa?" tanyaku sambil melirik Inder, untuk meyakinkan pendengaranku tak salah."Apa? Gak ada!" elak Inder sambil menjalankan mobil."Itu tadi, yang aku cemburu!" ingatku, siapa tahu ini pria punya penyakit amnesia mendadak.Inder tak menggubris ucapanku, malah ia memasang kaca mata, terlihat santai seakan tak mendengar pertanyaanku. Padahal jelas-jelas pertanyaanku begitu jelas dan cukup nyaring. Hanya saja Inder cuek. Malu kali. Setelah tak sengaja bilang cemburu."Cie, yang cemburu, ehem!" Entah kenapa aku suka dan ingin sekali untuk menggoda pria sok jaim itu kali ini."Coba, dong, ulang sekali lagi, aku cemburu gitu!" tuntutku. Ah, kemaruk banget emang aku. "Tadi kurang jelas aku dengarnya!" pintaku. Kembali Inder tak menggubrisku. Tapi gak masalah, aku suka itu, lama-lama aku terbiasa dengan sikapnya. Kesel-kesel gemes gitu. Tapi aku cinta."Mas Inder ….""Bisa diem, gak? Jangan mancing-mancing saya, kamu itu gak bisa diapa-apain!"Hah! Maksudnya? Aku melongo m

  • Walau Tak Seindah Mantanmu (Sentuh Hatiku, Hubby)   Aku Cemburu

      Setelah 20 menit kemudian, Dokter Mekka, dokter kepercayaan keluarga Inder yang bekerja sudah bertahun-tahun lamanya tersebut masuk kedalam kamar dengan membawa tas.Dokter Meka langsung memeriksaku. Setelah duduk di pinggir ranjang."Nyonya  gak minum vitamin yang kemarin saya kasih? Untuk mengurangi sensitif bau yang Nyonya rasakan yang mengakibatkan Nyonya  terus ingin mual," tanya Dokter Meka. Menatapku penuh kelembutan."Udah, kok, Dok, cuman gak ngefek!" jawabku sambil duduk dari posisi tidurku. Setelah diperiksa Dokter Mekka."Kok bisa, ya? sedikitpun tak ngefek?" tanyanya lagi dengan raut heran. "Tidak, Dok!" jawabku sambil menggelengkan kepala."Emhhh … apa ada hal lain yang bisa ngilangin sensitif baumu?" tanya lagi Dokter Meka. Tampak sedang berpikir.Aku

  • Walau Tak Seindah Mantanmu (Sentuh Hatiku, Hubby)   Membuat Inder Kesal (Ini Sala Anakmu?

    Aku mengusap-usap perutku yang mulai membuncit di usia kandunganku yang sudah lima bulan lebih ini."Bisa tidak, kamu gak usah mandi dulu!" Inder yang baru masuk kamar sepulang dari kantornya, dan membuka jasnya tampak terkejut dengan permintaanku.Inder menatapku dengan ekspresi anyep. Cukup lama Inder  menterengin wajahku, membuatku tak nyaman dan menyesali ucapanku barusan. Hingga beberapa detik berlalu, Inder masih saja menatapku dengan raut heran. Aku menelan saliva. Benar-benar menyesali permintaanku.Selanjutnya, tanpa berkata, Inder meraih handuk dan masuk ke kamar mandi. Aku mengusap dada, terasa lega tak mendapatkan perkataan yang nyelekit dari Inder  atas permintaan anehku tadi. Iya, aneh memang. Jelas-jelas Inder tak bisa hidup tanpa mandi. Selama aku hidup dengannya saja entah berapa kali aku menjumpai ia seharinya mandi ban

  • Walau Tak Seindah Mantanmu (Sentuh Hatiku, Hubby)   Status Sosmed

    Hening ….Selama dalam perjalan menuju pulang, aku dan Inder hanya diem-dieman. Tepatnya Inder saja yang diam. Sebenarnya sedari tadi aku sudah jenuh dengan keheningan ini. Aku tidak suka keheningan saat sedang bersama seseorang. Aku maunya ngobrol atau cerita.Saat Inder memergokiku tengah duduk bersama dengan Andra, aku kira ia bakalan marah atau apapun, tak tahunya ia hanya menyuruhku masuk kedalam mobil. Itu pun hanya melalui bahasa isyarat saja, bukan tanpa kata-kata atau perintah dengan sengit seperti biasanya.Inder tidak marah, namun sikapnya yang pria itu tunjukkan padaku lebih dari kemarahannya. iya, aku merasakan itu.Sikap diam Inder bukan mengatakan kalau ia tidak marah, melainkan perasaan ia sedang tidak baik-baik saja. Lambat laun, sedikit demi sedikit aku sudah memahami karakter Inder. Diamnya Inder menandakan bahwa ia sedang marah. Sedangkan jika dia banyak omong maka kebalikannya.Inder memang sedikit berbeda dengan pada umumnya. Ia lebih suka diam saat ada masalah,

  • Walau Tak Seindah Mantanmu (Sentuh Hatiku, Hubby)   Rasa Yang Terlambat

    Saat aku melangkah ke parkiran untuk menunggu jemputan Inder, mataku menangkap sosok Andra yang lagi duduk di kursi biasa aku duduk di sana.Andra tersenyum ke arahku. Duh …mendadak bingung, dilema juga. Di satu sisi aku ingin menghampiri Andra. Dia baik dan gak seburuk yang Inder kira dan selalu katakan padaku. Andra justru sering membantu dan perhatian padaku tanpa pamrih.Tapi di sisi lain aku takut akan pesan Inder tadi pagi. Yang berpesan bahkan dengan sangat menekan untuk tidak mendekati pria saudara tirinya itu."Gak papa, kok, Din, sini aja. Aku gak macam-macam, kok!" ujar Andra seakan tahu isi hatiku.Aku nyengir merasa malu. Bak maling yang sedang ketangkap basah. Ragu-ragu aku melangkah mendekati kursi tempat di mana Andra tengah duduk dengan tenang di sana."Aku cuman mau mengembalikan ini." Andra menyodorkan sebuah map dan amplop coklat setibanya aki di hadapannya.Aku mengernyit. "Apa ini?" tanyaku sambil menerima Map yang disodorkan Andra."Itu milik Inder suami

  • Walau Tak Seindah Mantanmu (Sentuh Hatiku, Hubby)   Penjelasan Cleo

    Pagi setelah sarapan, Aku langsung pergi ke kampus dengan diantar Inder.Ada rasa senang di hati diantar olehnya. "Ingat…jangan dekat-dekat atau menemui Andra lagi!" pesan Inder saat aku hendak membuka pintu mobil, sebab dia mana pernah berinisiatif untuk membuka pintu mobil buat istrinya yang lagi hamil ini.Kalah sama Andra emang. Padahal dia bukan suamiku."Kenapa?" Nada pertanyaanku terdengar ketus."Kamu lagi hamil!" Nada Inder tak kalah ketusnya.Hah! Apa hubungannya coba? Hamil sama ketemu Andra. Aneh banget. "Dia bukan pria baik-baik, nanti anakku nurun dia." Inder  melirik perutku yang masih rata. Hanya sekilas, selanjutnya ia kembali membuang pandangan. Aku segera membuka pintu mobil dan keluar.Inder langsung menjalankan mobilnya keluar dari area parkiran kampus setelah a

  • Walau Tak Seindah Mantanmu (Sentuh Hatiku, Hubby)   Rasa yang Tak Jelas

    Aku masih ternganga mendengar jawaban Inder bahwa ia sebenarnya tak suka Cleo. Lalu ...?"Aku hanya memaksakan diri ini untuk suka pada Cleo. Sekalipun Papa tak pernah merestui hubungan ku dengan Cloe. Aku lakukan itu hanya karena agar Ibu Yasmin memberikan kasih sayangnya padaku. Sesuatu yang tak pernah aku dapatkan. Hanya kasih sayang dari Papa saja yang aku dapatkan," jelas Inder seolah tahu isi pikiranku."Lalu kenapa kau membencinya? Membenci Papa Aleks?" tanyaku."Karena dia menikah lagi disaat Ibu Yasmin mengalami depresi. Sekalipun pernikahan itu atas permintaan Ibu Yasmin. Ibu menyuruh Papa menikah lagi sebab Ibu tak mau berperan sebagai istri dari Papa lagi. Ia hanya mau jadi istri di atas kertas saja."Benar-benar rumit ternyata kisah keluarga Inder. Aku kira orang kaya gak akan sepusing orang tak punya sepertiku. Sebab harus banting tulang untuk mencari uang. Bahkan aku harus rela menik

  • Walau Tak Seindah Mantanmu (Sentuh Hatiku, Hubby)   Gak Suka Cleo

    Meskipun aku tak ingin pulang dari rumah Emak, tapi melihat sikap Inder yang seperti benar-benar tak betah di rumah Emak, entah apa alasannya, akhirnya aku pun ikut dengannya. Pulang ke rumahnya. Tentunya setelah Inder pamit dan minta maaf sama Emak dan menjelaskan pada Emak juga adik-adikku bahwa semua masalah yang terjadi hanya sebuah kesalahan pahaman dan Inder tidak selingkuh dengan Cleo.Usai makan malam, aku berdiri di balkon kamar bersama Inder. Menikmati angin malam yang sejuk.Di sana, pria itu menjelaskan semua pertanyaanku yang tadi siang. Inder bilang, bahwa, ibunya Yasmin mengalami depresi saat ia kehilangan perusahaan dan beberapa bisnis lainnya. Semuanya dialihkan atas nama keluarga Cleo. Entah bagaimana caranya dia tak menjelaskan begitu detail.Inder dan Cleo sudah dari sejak SMA menjalin hubungan. Kata Inder, Cleo mendekati Inder hanya karena ada sesuatu yang ia incar, yaitu bisnis Ibu Yasmin.Ibu Yasmin dan Papa Aleks menikah bukan karena cinta, melainkan karen

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status