Share

(5) Pecundang?

Author: Bella
last update Last Updated: 2021-05-11 18:23:25

Bella bergabung bersama teman sekelasnya. Ia mendudukkan diri di paling pojok agar tidak mengundang perhatian banyak orang.

Dika yang pertama kali menyadari kehadiran Bella langsung saja berkata, "Punya nyali gede lo dateng setelah kejadian di sekolah?"

Semua pasang mata teman sekelasnya menyorotnya terang-terangan. Gerry langsung membuka suara, "Nih, Tar temen lo udah dateng telat, pake baju biasa lagi. Nggak ngehargai yang punya acara aja!"

Sennie tidak menghiraukan perkataan Gerry. Fokusnya menatap kado yang Bella bawa, "Bawa apa lo, Bel?"

Tari menatap Bella marah, "Kenapa kamu nggak sopan banget sih, Bel? Dateng telat biar apa sih? Kan aku udah bilang, kalo nggak punya dress aku beliin!"

Bella merasa bersalah, "Maaf, Tari..."

Tari mencoba sabar, ia tidak ingin menghancurkan mood-nya karena gadis yatim piatu seperti Bella.

"Yaudah, mana hadiah aku!"

Bella berjalan mendekat kearah Tari, jemari lentiknya menyerahkan kado yang sudah dipersiapkan oleh Thomas. Bella juga penasaran, apa isinya.

"Ini, Tari. Sekali lagi maafin aku ya..."

Tari mengambil dengan kasar kado dari Bella. Langsung saja Tari membuka bungkusannya, dan memandangi isi dari hadiahnya.

"Kamu gak salah ngasih aku ini?" Tanya Tari memastikan. Tari membuang bungkus dan melemparkan tas Chanel kesembarang arah.

Xavia yang menangkap tas itu pun menoleh kearah Bella dengan tatapan sinis, "Wow! Keren sih cewek yatim piatu kayak lo bisa dapetin tas mahal ini. Beli barang palsu dimana?"

Sennie menatap Xavia penasaran, "Lo yakin itu palsu?"

Xavia bergumam malas, "Ya iyalah palsu. Cewek yatim piatu dan miskin nggak mungkin sanggup beli tas mahal. Ya, kecuali dia main sama om-om... Beda cerita kalo gitu."

Tari menganggukkan kepalanya mengerti begitu pun dengan Sennie. 

Sennie membulatkan matanya, "Jadi, Bella beneran main sama om-om?"

Bella menggelengkan kepalanya, "Aku nggak gitu, Sennie..."

Tiba-tiba saja Alfa menyaut, "Udah pasti itu, pantesan Bella punya Apartemen---”

"Serius lo?" Ucap Gerry tiba-tiba.

Alfa mengangguk mantap sambil memandang Bella rendah, "Kalo nggak main sama om-om dari mana dia dapat uang banyak? Bener 'kan, Bel?"

Bella dengan tegas menggeleng, "Nggak! Aku nggak gitu!"

Alfa memutarkan bola matanya malas, "Ngeles terus! Jujur aja kali!"

Bella menitikkan air matanya, "Kenapa kamu nuduh aku terus-terusan? Aku nggak gitu..."

Tari memandang Bella remeh, "Kalo gitu tasnya palsu dong. Secara nggak mungkin kamu beliin aku tas purse Chanel."

Tiba-tiba Xavia menanggapi, "Astaga, Bel kalo emang nggak mampu, kenapa harus beli yang palsu sih!?"

Sennie merampas tas yang dipegang oleh Xavia. "Eh, Xav ini kayaknya asli deh!"

"Serius lo?"

Sennie mengangguk mantap, "Gue yakin banget! Bahan selembut ini nggak mungkin kalo palsu, kan? Mama gue juga punya tas ini, Gue pernah megang sekali dan gue inget banget rasa lembutnya!"

"Perlu gue telponin Mama gue buat mastiin?" Sennie menatap Tari meminta persetujuan.

"Ck! Udah pasti palsu, Sennie. Cewek gembel kayak dia mana mampu beli tas semahal ini, apa lagi buat aku!" Tari mengambil tas yang dipegang oleh Sennie dan melemparkannya kearah Bella. 

Bella gelagapan melihat itu, ia melangkah ke samping untuk menghindari lemparan tas itu.

Bruk..!!

Lemparan tidak mengenai tubuh Bella tapi mengenai sesuatu yang ada di belakang Bella. Semua orang membelalakkan matanya dan mulai ketakutan.

Sennie pertama kali membuka suara, "Tari... aquariumnya..."

Tari yang menyadari itu pun mulai ketakutan, "Mampus! Airnya keluar semua, ikannya bisa mati."

Dika yang sedari tadi diam pun menampilkan raut ketakutan, pasalnya ikan yang ada di dalam aquarium itu adalah ikan koi yang berasal dari Jepang. "Itu ikan koi, harganya mahal banget. Setahu gue harganya miliaran!"

Tari menggigit bibirnya, "T-terus aku harus gimana?"

Dengan bibir yang bergetar, Sennie membuka suara, "Bilang papa lo, Tari!"

Tari menggeleng ketakutan, "Nggak mungkin, Sennie. Papa aku pasti marah, pesta hari ini aja udah habis banyak uang..."

"Yaudah mending semuanya nyari bantuan sebelum ada pegawai yang tahu!" Ucap Dika yang disetujui semua orang.

Semua orang mulai sibuk menelpon sana sini, sudah 15 menit berlalu tapi belum menemukan solusi.

"Ini semua salah aku..." Ucap Tari sendu.

Xavia langsung memegang tangan Tari,

"Nggak, Tari. Ini bukan salah lo, tapi dia!" Ucap Xavia menunjukkan tangannya ke arah Bella dengan penuh kebencian.

"Aku...?" Ucap Bella menunjukkan dirinya.

Xavia menjambak rambut Bella kasar, "Iyalah siapa lagi? Harusnya lo nggak usah datang dan bawa hadiah palsu! Kalo gue jadi Tari juga bakal lempar tu tas!"

Mendengar ada keributan, seorang pegawai datang membuat semua orang semakin panik.

"Astaga! Siapa yang sudah memecahkan Aquariumnya?" Semua orang hanya diam tidak berani menjawab.

"Kenapa diam saja, ayo jawab siapa pelakunya!?" Tanya pegawai itu sekali lagi.

Seketika semua orang menatap kearah Tari. Pegawai yang paham arti tatapan itu pun menuju kearah Tari.

"Jadi gadis ini pelakunya? Anda tahu ini ikan Koi asli dari Jepang. Harganya sangat mahal!"

"Maaf, tapi ini bukan sepenuhnya salah saya. Dia, dia yang sudah membuat Aquariumnya pecah dan membuat ikannya mati. Dia sudah membuat pesta saya hancur dan saya melemparnya dengan tas, saya tidak tahu jika dia menghindar, Pak." Semua orang mengangguk membenarkan. Sedangkan Bella yang disalahkan pun mulai ketakutan.

"Saya tidak peduli siapa yang salah! Saya ingin kalian mengganti kerugian ini. Jika tidak, jangan harap kalian bisa pulang ke rumah dengan selamat!" Setelah itu pegawai itu pun pergi.

Xavia langsung menjambak rambut Bella lagi, "Ini semua gara-gara lo! Kita semua dipermaluin gara-gara cewek yatim kayak lo! Sialan!"

Dika yang melihat itu pun menghentikan jambakan yang diperbuat oleh Xavia. "Xav, lepasin!"

Xavia menatap Dika heran, "Kenapa sih? Lo mau belain dia yang jelas-jelas udah bikin kita malu?! Gila lo, Dik!"

"Gue nggak suka ada orang lain yang jambak mainan gue!" Ucap Dika datar.

Xavia melepaskan jambakkannya dengan kasar setelah diperingatkan oleh Dika.

”Keluarin uang tabungan kalian, mau nggak mau kita harus ganti kerugiannya." Ucap Alfa final dan membuat orang mendengus. Mereka tentu saja keberatan.

"Bukan salah gue, kenapa gue yang harus ganti rugi?!" Ucap Sennie dan disetujui oleh semua orang.

"Gue juga ogah ngeluarin uang gue!" Ucap Xavia ikut-ikutan.

"Rev, Ndra, Al! Keluarin tabungan kalian!" Perintah Dika dengan raut datar.

Mereka hanya menurut saja dan mengeluarkan kartu ATM mereka masing-masing.

"Gue barusan liat di Internet kalo harganya 20 miliaran." Semua orang yang ada di ruangan itu pun membelalakkan matanya.

"Gila, tabungan gue aja nggak sampai 100 juta!" ucap Gerry tiba-tiba.

Gerry membereskan barang-barangnya dan berdiri menatap mereka satu per satu, "Gue mau pulang. Dalam hal ini nggak ada sangkut pautnya sama gue!"

"Gerry!" Bentak Dika marah. Semua orang mulai ketakutan, mereka mulai bersiap-siap untuk pulang.

Alfa baru menyadari jika Bella tidak ada diantara mereka, "Tunggu! Kemana cewek yatim piatu tadi?" 

Setelah mendengar perkataan Alfa, mereka mulai menatap satu sama lain. Dan benar saja tidak ada Bella diantara mereka.

"Selain yatim piatu, miskin, cewek itu juga pengecut. Dia malah kabur, sialan!"

Di sisi lain, Bella menepi agar tidak ada yang curiga. Ia mulai menekan angka dan menelpon seseorang, "Thomas... tolong aku. Temanku tidak sengaja memecahkan aquarium dan membuat ikan koi mati."

"Baiklah, Nona saya akan mengurusnya. Jangan khawatir!"

Setelah selesai Bella kembali dimana pesta diadakan. Tapi, semua orang sudah tidak ada, hanya tersisa Alfa, Dika, Revan, dan Andra.

"Dari mana lo?" Ucapan sinis dari Dika membuat Bella menundukkan kepalanya takut.

"Aku dari toilet..." Ucap Bella takut.

"Lo pikir kita percaya? Ck! Selain miskin dan anak yatim piatu, lo juga pecundang!" Bella masih menunduk takut.

Dika menatap Bella marah dan menjambak rambut Bella dengan kasar,

"Jawab! Dari mana lo?"

"Aku dari toilet, Dika..."

"Bohong! Gue udah meriksa semua toilet deket sini tapi nggak ada lo!" Dika melepaskan jambakkanya dengan kasar. 

"Al, anter dia pulang!" setelah itu Dika meninggalkan mereka. Tapi, langkahnya terhenti mendengar perkataan Alfa.

"Pulang sendiri! Ogah gue bareng pecundang nggak tahu diri!"

Setelah itu keempat lelaki itu meninggalkan Bella sendirian. Benar-benar sendiri.

Bella masih memegangi kepalanya. Rasanya masih sangat sakit.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Walk On Memories   (107) Hancur Sudah

    Kesenangan yang dilakukan oleh pria itu membuat kehidupan Bella menderita. Setiap malam, mimpi itu menghantuinya, terkadang ketika ia tengah tertidur secara tiba-tiba ia menangis.Ini sudah satu tahun berlalu sejak kejadian itu, tetapi Bella tetap tak bisa melupakan saat ia diculik, dipukul, dan dikurung. Ia trauma pada setiap orang, ia trauma ditinggal sendiri.Jadi, kehidupan Bella semakin tertutup. Ia tidak bisa berinteraksi dengan banyak orang. itu cukup mengganggunya.Ketika ia memberanikan diri untuk keluar berdiri di tengah keramaian, tubuhnya akan bergetar hebat. Tiba-tiba saja ia akan mual lalu memuntahkan isi perutnya.Bella sudah melakukan banyak cara, tapi rasanya tak ada yang bisa membuatnya sembuh melupakah kejadian itu.Bella menatap jendela kamarnya tanpa menampakkan ekspresi apapun di wajahnya, di tangannya ia tengah memegang sebuah benda tajam.Ia tidak bisa hidup dengan perasaan ketakutan yang menghantuinya setiap saat. Bella tidak bisa hidup sendiri, perasaan sepi

  • Walk On Memories   (106) Dunianya yang Gelap

    Ingatan hari itu begitu membuat perasaannya terpukul. Saat matanya terpejam, bayangan itu selalu hadir menemani tidurnya. Bukankah itu adalah mimpi yang menakutkan?Saat tengah malam tiba, Bella kerap sekali bangun dari tidurnya. Ia berteriak kencang, bayang-bayangan itu bagaikan monster yang akan menerkamnya kapan saja. Ia tidak akan pernah bisa melupakan itu.Suara pekikkannya membuat pria muda datang mendekapnya, bukannya hatinya merasakan ketenangan, ia justru merasakan perasaan takut yang tidak ia mengerti datang dari mana.Ia berteriak kencang, “Pergi! Jangan pukul aku. Lepasi aku, aku mohon. Aku nggak mau dikurung di sini!”Mark yang tengah bersamanya tak melepaskan pelukannya walau Bella memukul tubuh pemuda itu sebagai bentuk pemberontakkan. Mark tidak akan melepaskan ataupun menjauh, ia akan bersama Bella setiap saat menemani gadis itu hingga pulih.“Sst, tenang. Aku nggak akan mukul kamu, aku nggak akan culik kamu, dan aku nggak akan ngurung kamu. Jangan takut ….”Bella mem

  • Walk On Memories   (105) Luka yang Dalam

    Mark yang baru saja sadar langsung berlari dengan sekuat tenaga begitu mengetahui keberadaan Bella. Tubuhnya masih lemah, bercak darah segar masih menempel di bajunya. Akan tetapi Mark tidak memikirkan itu, tujuannya hanya untuk bertemu Bella saja.Saat tiba di depan pintu yang tertutup rapat, jantung Mark berdebar kencang. Ia langsung mendobrak pintu itu, tetapi tenaganya sudah terkuras habis.Stefene yang datang membawakan kunci segera membuka pintu, saat pintu terbuka mata Mark langsung tertuju pada Bella yang terbaring meringkuk di lantai.Mark berlari cepat mendekatinya. Ia berusaha membangunkan Bella dengan suara seraknya, “Bella, bangun ….?”Gadis itu tak kunjung membuka matanya. Tubuh Mark bergetar, ia langsung saja menggendong Bella membawanya ke rumah sakit.“Siapkan mobil!” teriak Mark dengan suara bergetar.Saat di dalam mobil pun mark Kembali memanggil Bella, air matanya menetes, dadanya kembali sesak. “Bella bangun ….”Gadis ini sama sekali tak menyaut, matanya masih ter

  • Walk On Memories   (104) Pencarian

    Mark belum juga menemukan Bella, ia sudah berjalan mengelilingi gedung penginapan bahkan sudah memeriksa seluruh kamar dengan kekuatan yang ia punya. Tetapi ia tidak juga bertemu dengan Bella.Mark begitu frustasi sekarang, bahkan ia sudah memerintahkan pengawalnya untuk membawa Dika yang terbaring di jalan.Dika tengah pingsan di jalan, tak ada yang membantunya saat itu. Pemuda itu masih tak sadarkan diri karena dipukuli oleh Mark.Saat pengawal membawa Dika dalam keadaan tidak sadarkan diri, Mark mendekati Dika. Ia memaksa Dika untuk bangun dengan pukulan sekali lagi, “Bangun, brengsek! Udah cukup waktu istirahat lo!”Dika membuka matanya perlahan, ia tersenyum setelah itu. “Lo nggak ketemu Bella?”Mark menatap Dika sisnis, ini mencengkram kerah baju pemuda itu dan berkata , “Bilang sama gue, di mana Bella, brengsek!”Bukannya menjawab, Dika kembali tertawa. Ia mendekati Mark dengan langkah lunglainya, “Gue nggak akan ngasih tahu lo di mana Bella.”Dika kembali tertawa melihat kepal

  • Walk On Memories   (103) Diculik

    Mark meminta pengawalnya untuk mencari keberadaan Bella, pasalnya hingga malam tiba gadis itu tak kunjung kembali membuat Mark khawatir padanya.Di tengah kekhawatirannya, Daniel mendatanginya. Pemuda itu bertanya, “Kenapa, lo kayaknya bingung banget?”Mark mengangguk, ia menceritakan bahwa Bella menghilang sejak ia keluar di siang hari. “Bella belum pulang ke penginapannya, dia terakhir keluar tadi siang.”Mendengar itu, Daniel langsung mengeluarkan ponselnya menelpon gadis itu. Hingga deringan ketiga, gadis itu tidak menjawab ponselnya. “Nggak diangkat.” Ucap Daniel pelan.Mark mengangguk, ia juga sudah menelpon Bella sedari tadi, tetapi gadis itu tidak mengangkatnya. Pikiran Mark semakin ke mana-mana, takut-takut terjadi sesuatu pada gadis itu.Mark mendatangi Stefene yang baru tiba, pria dewasa itu tadi keluar untuk mencari Bella, “Gimana, kamu tahu ke mana Bella, Stefene?”Stefene menggeleng lemah, “Maafkan saya, tuan muda nona Bella belum juga ditemukan.”Mark memijat keningnya,

  • Walk On Memories   (102) Milikku

    Mark yang menatapnya terus menerus membuat Bella mengalihkan pandangannya. Mark berkata pelan, “Daniel suka sama kamu, kenapa nggak coba pacaran aja sama dia?”Bella sudah menduga jika Mark akan berkata seperti ini, jadi Bella menjawabnya dengan senyuman tipis. “Daniel udah tunangan, nggak mungkin aku iyain dia.”Mata mark Membelalak, “Kalau dia nggak tunangan, berarti kamu mau sama Daniel?”Ucapan Mark membuat Bella memukul lengan pemuda itu pelan, pipinya bersemu merah ia sangat malu sekarang. Mark masih saja terbahak menertawakannya.“Jadi kamu beneran suka sama Daniel?”Pertanyaan dari Mark membuat Bella diam, ia tidak tahu apa jawabannya karena sejujurnya ia tidak mengerti perasaannya sendiri. Saat ia bersama Daniel akhir-akhir ini, ia merasa tenang. Jantungnya berdetak dengan stabil.Namun perasaan itu sama ketika ia bersama Mark, ia pun merasakan ketenangan.Tapi ada yang berbeda, ketika Bella bersama Dika hanya ada perasaan marah di dadanya. Seolah Bella muak pada pemuda itu.

  • Walk On Memories   (101) Tahu Identitas Bella

    Saat sore tiba, semua murid Lit High School menuju ke pantai menikmat senja di sore hari. Bella berjalan beriringan bersama Mark, tak lupa kepada Stefene, Elard, dan pengawal ikut serta. Hal itu membuat mereka manatap Bella secara terang-terangan.Dalam hati mereka beranggapan bahwa itu semua hanya untuk penjagaan Mark, kekasih Bella. Dengan jelas Bella dapat mendengar mereka membicarakannya bahwa ia hanya memanfaatkan Mark saja.Mark yang sadar itu menatap mereka tajam, Bella langsung menggelengkan kepalanya. Ia tidak ingin ada keributan apapun.Mark berjalan mendahului Bella, ia bersikap seolah kesal pada sikap gadis itu yang hanya menerima saja, bukannya marah dan menjelaskan semuanya.Mark tidak mengerti mengapa Bella masih saja merahasiakan siapa dirinya sebenarnya. Jika mereka tahu bahwa Bella adalah putri dari Wilson, mereka tidak akan memberikan penghinaan pada gadis itu.Rasanya Mark ingin sekali berteriak mengumumkannya, tetapi ia menahannya. Ia tidak ingin membuat Bella mar

  • Walk On Memories   (100) Sudah Usai

    Bus sudah berhenti, semua murid sudah turun dari bus. Bella dengan semangat menggandeng lengan Mark, gadis itu tersenyum senang, “Mark, kita udah sampe.”Mark mengangguk, ia sendiri tidak tahu mengapa Bella begitu semangat padahal sebelumnya gadis itu muntah beberapa kali. Tak jauh berbeda dengannya, ia tidak muntah, tetapi tubuhnya begitu lemas.Mark menatap Elard, “Kepalaku pusing.” Katanya.Elard segera memapah tubuh Mark, sedang Bella yang melihat itu mengikuti pemuda itu dari belakang. “Mark, kamu nggak papa? Mau ke rumah sakit sekarng?”Mark menggeleng pelan, “Nggak perlu, aku istirahat aja.”Bella mngerucutkan bibirnya, ia pun mengangguk.Stefene sudah menyiapkan penginapan, jadi Bella dan Mark menuju ke penginapan. Sedangkan teman-teman sekolahnya, mereka juga beristirahat di penginapan yang sudah disediakan oleh sekolah.“Kamu bener-bener nggak papa? Kalau mau ke rumah sakit nggak papa, Mark.” Pemuda itu menggeleng pelan.“Nggak papa, aku cuma perlu istirahat aja. Lagi pula k

  • Walk On Memories   (99) Karya Wisata

    Karya wisata tepat dilakukan hari ini. Bella sudah bersiap pagi-pagi sekali, senyuman manis di wajahnya tak pernah sekali pun pudar. Ia begitu menawan.Saat ia keluar dari kamarnya, Mark sudah menantinya di depan pintu. Tidak hanya pemuda itu saja, melainkan Elard dan Stefene pun turut menyertainya.Senyuman Bella memudar, ia menatap mereka bergantian. Lalu mendengus kesal karena kenyataannya ia akan pergi karya wisata bersama Mark, Elard, Stefene, dan beberapa pengawal.Itu adalah pesan dari neneknya kemarin bahwa jika tetap ingin pergi, maka Bella harus ditemani oleh Stefene dan pengawal. Bella setuju, akan tetapi Mark merengek untuk tetap ikut bersamanya. Pada akhirnya, Elard diikut sertakan untuk menjaga kesehatan pemuda itu.Sebelum pergi, Bella berpamitan pada neneknya. Wanita tua itu mengangguk, ia sudah memerintahkan pengawal untuk menyiapkan mobil yang nyaman selama perjalanan. Dalam hati Bella kesal, ia ingin naik bus bersama teman-temannya. Tetapi ia hanya bisa menuruti, ia

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status