Share

Bab 3

Marcel juga sadar keadaan Raya yang tak berpakaian "layak.

Dengan tangan gemetar dan keringat dingin, pria itu pun perlahan membuka selimut yang membungkus tubuh gadis itu.

Meski tidak ingin melihat, tapi kedua matanya terbelalak lebar saat mendapati banyak bercak merah dan bekas gigitan di sekujur tubuh bagian atas milik wanita itu.

"Kamu memang bajingan Marcel! Kamu iblis!" desis Marcel memejamkan mata dan mengepalkan kedua tangannya dengan kuat.

Ia tidak dapat membayangkan betapa gadis di depannya itu sangat ketakutan saat itu.

Selesai memakaikan baju, Marcel bergegas membopong tubuh Raya keluar dari kamar. Dia tidak ingin membuatnya sampai terlambat membawa gadis itu ke rumah sakit.

"Peter!"

Setengah berlari menuruni tangga, Marcel berteriak memanggil nama sang asisten.

Seorang pria muda langsung datang dengan tergopoh-gopoh.

Menahan rasa terkejutnya melihat sang tuan membopong tubuh seorang gadis Peter pun bertanya, "Ada apa, Tuan?"

"Cepat siapkan mobil!"

Mendengar perintah itu, Peter langsung melesat keluar dan menyiapkan mobil untuk sang tuan yang sedang di landa kecemasan.

"Mau di bawa ke mana, Tuan?"

"Kuburan!"

Peter nyaris tersedak ludahnya sendiri. Suasana horor tiba-tiba saja begitu terasa di dalam mobil.

"Tentu saja ke rumah sakit! Ke mana lagi?!" teriak Marcel--nyaris hilang kesabaran.

Peter segera menelan ludahnya. Sang tuan terlihat kacau di pagi buta begini, salah sedikit saja Peter yang bakal jadi sasaran empuk kemarahannya.

"Baik, Tuan. Apa tidak sebaiknya kita bawa saja ke rumah sakit milik Helena, Tuan?" usul Peter hati-hati.

"Kalau begitu cepatlah!" sentak Marcel. Dia tidak peduli kerabatnya itu akan bertanya macam-macam. Yang jelas, Marcel tidak ingin menjadi pembunuh saat ini. Terlebih, ia melihat Raya yang menggigil sambil terus meracau tidak karuan.

Tanpa banyak berkata, ia pun membetulkan selimut yang menutupi tubuh Raya.

*****

Begitu sampai di depan rumah sakit, Marcel langsung menendang pintu mobil menggunakan kaki panjangnya.

Pria itu lalu bergegas turun. 

Setengah berlari, Marcel membopong tubuh Raya masuk ke dalam rumah sakit yang langsung disambut oleh beberapa perawat dan Dokter jaga.

"Silakan baringkan pasien di sini, Tuan," ucap seorang Dokter jaga.

Marcel tidak bergeming. Pria itu masih berdiri kokoh di tempatnya, tanpa mengindahkan permintaan Dokter jaga itu.

"Tuan!"

"Aku ingin Dokter Helena yang menanganinya," kekeh Marcel, tanpa mau menurunkan tubuh Raya dari gendongannya.

"Maaf, Tuan. Dokter Helena sedang mengunjungi pasien kritis dan beliau—"

"Aku tidak mau tahu!" potong Marcel dengan cepat. Tak lupa, ia menatap tajam Dokter jaga di depannya.

"Marcel!"

Semua langsung menoleh ke arah pintu.

Tanpa menunggu, Marcel pun bergegas membaringkan tubuh Raya ke atas brankar, begitu melihat kedatangan Dokter Helena.

"Cepat tangani dia!" 

"Apa yang terjadi?" tanya Dokter Helena, tanpa mengalihkan fokusnya pada tubuh pasien di depannya.

Marcell terdiam seribu bahasa. Lidahnya begitu terasa kelu untuk menjawab pertanyaan itu.

Merasakan keanehan pria di hadapannya, Dokter Helena lantas mendorong tubuh Marcel agar keluar dari ruangan. 

"Kau sebaiknya keluar dulu." 

Tak lama, perempuan cantik itu menutup pintu untuk segera melakukan tindakan.

*******

Dengan langkah gontai, Marcel pun menuju kursi tunggu pasien lalu menjatuhkan bobot tubuhnya ke atas kursi tersebut.

Tak lama, Peter pun menghampiri tuannya dan ikut duduk di sampingnya.

"Tuan, sebenarnya apa yang terjadi?" Peter bertanya dengan sangat hati-hati.

Marcel hanya menghela nafas panjang. Pria itu masih setia memejamkan matanya sambil bersandar ke belakang.

Prang!

Marcel langsung menegakkan tubuhnya begitu mendengar suara keributan dan benda pecah dari dalam ruang UGD.

Pria itu bergegas masuk tanpa berpikir untuk mengetuk pintu terlebih dahulu.

Melihat pemandangan di depannya, tubuh Marcel langsung membeku seketika.

"Apa yang .... terjadi?" Suara Marcel serak. Ia tidak mampu untuk melanjutkannya lagi.

"Seharusnya aku yang bertanya kepadamu!" sentak Dokter Helena, menatap tajam ke arah Marcel.

"Jangan mendekat! Jangan sentuh aku! Jangan sentuh aku!" Raya menjerit histeris. Kedua matanya bergerak liar ke sana kemari seolah melihat hantu di depannya.

Di tangannya, terdapat sebuah pisau bedah yang sangat tajam. Perempuan itu seolah siap mengarahkan kepada siapa saja yang mencoba mendekatinya.

"Marcel! Hati-hati!" pekik Dokter Helena begitu Marcel nekat untuk mendekat.

"Jangan mendekat!" Raya kembali berteriak dengan tatapan nyalang ke arah Marcel.

"Ssstt, tenanglah. Aku tidak akan menyakitimu, jangan takut," bujuk Marcel.

Pria itu berkata dengan lembut sambil terus mendekat. Hanya sebuah pisau bedah, bahkan butir peluru pun sudah sering Marcel rasakan.

Hanya saja, Raya semakin menatap nyalang ke arah Marcel. Aura kebencian dan amarah begitu terpancar jelas di wajahnya yang pucat pasi.

"Bajingan! Jangan mendekat! Atau aku akan membunuhmu!" ancam Raya.

"Kau harus sembuh lebih dulu, jika ingin membunuhku," kata Marcel dengan tenang.

"Jangan mendekat aku bilang! Jangan mendekat!" Raya semakin histeris.

Dengan membabi-buta, wanita itu mengayunkan pisau bedah di tangannya ke arah Marcel.

Tap!

Dengan mudah, Marcel dapat mencekal tangan Raya. Lalu, dengan cepat, pria itu merebut pisau bedah itu lantas membuangnya ke sembarang arah.

Marcel kemudian membawa Raya ke dalam pelukannya dengan gerakan lembut.

"Lepas! Jangan sentuh aku! Lepaskan aku biadab!" Raya terus meronta di dalam pelukan Marcel.

Memukul, menampar bahkan menggigit bahu Marcel.

Semua orang begitu ngeri melihat pemandangan itu. Namun, Marcel tetap tenang.

Pria itu justru mendekap erat tubuh Raya. "Ssstt, tenanglah. Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu," bisik Marcel.

Meski terus meronta, perlahan Raya terdiam. Tubuhnya sudah terlalu lemah untuk terus memberontak.

Bahkan di saat Dokter Helena menyuntikkan obat penenang di lengannya, wanita itu diam.

Dengan lembut, Marcel kembali membaringkan tubuh lemah itu ke atas tempat tidur.

Gurat luka dan kesedihan tergambar jelas di wajah Raya, membuat hati Marcel seolah hancur berkeping-keping karena rasa bersalah yang semakin mendera hatinya.

"Kau harus menjelaskannya padaku, Marcel!" Suara dingin Helena membuat Marcel lantas menoleh ke wanita itu, "Tapi, sekarang kau sebaiknya keluar. Kami harus memberikan tindakan untuknya."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status