Share

03 | Kekasih Revan

Author: Rish Alra
last update Last Updated: 2022-11-27 20:42:04

Revan menghampiri seseorang yang sudah menunggunya di salah satu kursi cafe. Wajah perempuan itu sudah terlihat kesal. Mungkin dia sudah terlalu lama menunggu. Wajar saja, Revan terlambat sepuluh menit dari waktu janjian mereka.

Karena tidak ingin membuatnya semakin kesal, Revan memutuskan untuk mempercepat langkahnya.

"Maaf, sayang. Aku terjebak macet tadi," ucap Revan penuh sesal. Dia sudah berusaha sampai di tempat ini dengan cepat, tapi keadaan benar-benar tidak berpihak padanya. Revan harus menunggu sampai arus lalu lintas kembali lancar.

Perempuan itu tidak menjawab. Raut wajahnya tidak berubah. Tampaknya dia belum bisa meredakan rasa kesalnya pada Revan.

Melihat itu, Revan menghela napas. Dia meraih tangan perempuan itu, menatapnya penuh sayang.

"Savira, aku minta maaf." Tangan Revan terangkat untuk mengusap kepala kekasihnya itu. Tidak satu pun orang yang tahu jika Revan masih berhubungan dengan kekasihnya. Sejak orang tuanya menentang hubungan mereka, Revan tidak lantas memutuskan hubungannya dengan Savira, dia memilih untuk melanjutkan hubungannya tanpa sepengetahuan orang tuanya.

"Kamu kemarin ke mana?" tanya Savira sendu. Kedua manik matanya mulai berkaca-kaca. Dia mendengar desas desus tentang Revan yang melamar perempuan lain. Sebagai kekasih Revan, tentu kabar itu menyakitkan bagi Savira. Dia tidak segera percaya. Savira lebih memilih menanyakannya secara langsung pada Revan.

"Aku ada urusan kemarin."

"Urusan? Melamar perempuan lain maksud kamu?"

Revan tertegun. Dia tidak menyangka berita itu akan sampai di telinga kekasihnya. Pantas saja ekspresi Savira terlihat tidak baik sejak awal. Tampaknya dia harus menjelaskannya pada Savira.

Revan menghembuskan napas berat. Dia yakin, berita yang terdengar itu sangat menyakitkan bagi Savira. Tapi Revan bersyukur, Savira masih mau menemuinya untuk mendengarkan penjelasannya. Setidaknya, Savira tidak langsung menyimpulkan segalanya sendiri.

"Aku terpaksa."

"Apapun itu, tetep tidak bisa merubah fakta kalau kamu akan menikah sama perempuan lain!" sentak Savira. Dia menyentak kedua tangannya hingga pegangan mereka terlepas. Dia merasa sakit hati. Hubungan mereka sudah berjalan hampir empat tahun. Seharusnya mereka sudah mempersiapkan diri untuk menikah. Tapi hal itu tidak bisa dilakukan karena orang tua Revan tidak merestui hubungan mereka. Savira harus menelan bulat-bulat kekecewaannya. Dan kini, ia mendengar kekasihnya telah melamar perempuan lain. Hati Savira semakin hancur.

"Kamu tidak memikirkan perasaan aku? Aku pacar kamu, Van." Suara Savira terdengar tertahan. Dia berusaha keras untuk tidak menangis. Tapi kedua matanya tidak bisa bekerja sama. Air matanya memenuhi kelopak matanya, siap untuk terjun membentuk sungai di wajahnya.

"Kamu malah melamar perempuan lain di saat hubungan kita masih berjalan. Kamu anggap aku apa?!" pekik Savira.

"Sayang, tenang dulu. Aku mohon." Revan berusaha membuat Savira meredakan emosinya. Dia tidak ingin menimbulkan keributan di tempat ini. Mereka hanya akan menjadi tontonan publik jika bertengkar di tempat umum seperti sekarang. "Kita bicarakan baik-baik."

"Tidak!" Savira berusaha menyingkirkan tangan Revan di kedua pundaknya. Tapi Revan tidak mau melepaskannya.

"Aku tidak mau kita jadi tontonan orang." Revan ingin Savira mengerti. Jika mereka tidak berhenti, mereka hanya akan mempermalukan diri sendiri.

Savira akhirnya tersadar. Dia pun memilih duduk kembali di tempatnya. Dia mencoba meredakan amarah yang ia rasakan. 

Revan benar, jika dia tidak bisa mengendalikan emosinya, dia hanya akan menimbulkan masalah untuk dirinya sendiri.

"Dengerkan aku." Revan memegang kedua tangan Savifa di atas meja. "Aku tidak punya perasaan apapun pada perempuan itu. Tidak sama sekali." Pria itu mengatakannya dengan sungguh-sungguh. Tidak ada perempuan lain yang ia cintai selain perempuan di depannya saat ini.

"Lalu, kenapa kamu melamar dia?" tanya Savira sedih. Mendengar kekasihnya melamar perempuan lain, membuat hatinya hancur. Tapi, dia masih harus mendengarkan penjelasan Revan. Dia yakin Revan memiliki alasan.

"Orang tua aku yang memaksa, Savira." Revan menghela napas tidak berdaya. Walau dia sudah menolak dengan tegas, orang tuanya tetap memiliki seribu satu cara untuk memaksanya menikahi perempuan pilihan mereka itu. "Tapi aku berjanji, pernikahan ini tidak akan berlangsung lama. Setelah satu tahun, aku akan menceraikannya."

Savira tersentak kaget. 

"Apa kamu yakin?"

Bercerai bukan perkara mudah. Tapi Revan mengatakan itu seolah apa yang ia katakan bukan masalah berarti.

"Ya. Ini demi kamu." Revan mengambil satu tangan Savira, mendaratkan satu kecupan di punggung tangannya. "Aku akan menikahi kamu setelah itu."

"Apa aku juga harus menunggu selama itu?" Savira tersenyum getir. "Satu tahun itu bukan waktu yang singkat, Revan."

"Aku mohon, sayang. Aku mohon, tunggu aku." Revan tidak akan melepaskan Savira begitu saja. Dia masih sangat mencintai perempuan itu. Revan tidak masalah menikahi perempuan yang tidak ia cintai, jika itu demi Savira. Revan akan melakukannya asalkan ia bisa bersama kekasihnya itu.

"Aku tidak yakin." Savira tidak tahu, apakah ia akan bisa sesabar itu menunggu Revan. Dia mungkin bisa menerima segala keadaan Revan. Tapi menyaksikan sendiri perubahan status Revan menjadi seorang pria beristri, apakah Savira masih bisa memandang Revan seperti sebelumnya?

"Percaya padaku." Revan menggenggam kedua tangan Savira dengan erat. Dia berusaha keras meyakinkan kekasihnya itu. "Kalau kamu ragu, aku akan menikahi kamu beberapa bulan setelah pernikahanku bersama perempuan itu."

Kedua mata Savira melebar karena terkejut. Dia tidak menyangka Revan begitu nekat.

"Apa kamu gila?"

"Itu lebih baik dari pada aku harus kehilangan kamu," ucap Revan tanpa ragu. Dengan menikahi Savira, kekasihnya itu tidak akan mungkin melangkah pergi meninggalkannya.

"Lalu, bagaimana dengan orang tua kamu?" tanya Savira bimbang. Apa Revan tidak memikirkan perasaan kedua orang tuanya? Apa yang Revan lakukan mungkin juga akan menimbulkan banyak masalah.

"Akan aku pikirkan nanti. Kamu tidak perlu terlalu khawatir." Revan mengusap kepala kekasihnya itu. Dia tidak ingin Savira terlalu memikirkan masalah pernikahan Revan, yang bahkan ia sendiri tidak menginginkannya. Jika bukan karena ancaman orang tuanya, Revan pasti sudah berontak sekarang. "Yang perlu kamu lakukan sekarang hanya percaya padaku. Dan tunggu aku untuk menikahi kamu."

Sudut bibir Savira tertarik membentuk senyuman tulus. Dia bersyukur memiliki kekasih seperti Revan. Pria itu memiliki visual yang indah. Dia banyak dikagumi para wanita. Salah satunya adalah Savira sendiri. Beruntungnya, di antara banyaknya wanita, Revan memilihnya untuk dijadikan kekasih.

Savira pun merasakan ketulusan Revan. Pria itu benar-benar mencintainya sepenuh hati. Sama seperti perasaan Savira untuk pria itu.

Meski mereka memiliki banyak rintangan dalam hubungan mereka, Revan masih mau berjuang demi dirinya. Revan tidak mau melepaskannya dengan mudah. Perasaan Savira pada Revan semakin menguat. Savira semakin yakin, jika pilihannya tidak pernah salah.

Dia mencintai pria itu. Dan mungkin akan selamanya seperti itu.

****

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
hada Hada
sepertinya Thor sangat menyukai huruf R V ......
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Wanita yang Kembali ke Masa Lalu   100 | Akhir

    Setelah badai, selalu ada pelangi. Jovanka pikir, kata-kata itu hanya omong kosong belaka. Karena sejak dulu kehidupannya selalu menyedihkan, tanpa ada setitik pun cahaya kebahagiaan di dalamnya. Tapi sekarang, setelah melalui semuanya, Jovanka sadar, memang semua ada saatnya. Ia yang telah lama berkubang dalam luka, berteman dengan rasa sakit, kini memiliki banyak kebahagiaan yang patut untuk disyukuri. Kehidupannya menjadi lebih indah. Di cuaca yang gelap sekali pun, ia selalu merasakan suasana hati yang cerah. Perceraian itu tidak pernah terjadi. Akhirnya setelah berhasil membuktikan kesungguhannya, Revan kembali padanya. Pria itu memperlakukan Jovanka dengan sangat baik. Ia memberikan begitu banyak cinta dan perhatian, hingga Jovanka merasa ia diperlakukan seperti perempuan paling istimewa. Pria itu terlalu sering memeluknya, dan kerap kali mencium keningnya. Revan tidak pernah absen melakukan hal kecil itu setiap hari. Tapi hal itu membuat perasaan Jovanka menghangat. Setiap h

  • Wanita yang Kembali ke Masa Lalu   99 | Kembali

    Sudah tiga jam, tapi pembukaannya sama sekali tidak bertambah. Jovanka masih bertahan dengan rasa sakitnya. Sebisa mungkin ia berusaha menahan, tapi rasanya membuat ia semakin ingin melarikan diri dari rasa sakit ini.“Aku tidak tahan,” ucapnya dengan nada tertahan.“Bersabarlah, Nona. Ini sudah biasa dilalui setiap Ibu hamil. Sebentar lagi Anda akan segera menemui bayi kecil anda.” Seorang perawat yang bersamanya berusaha menghibur dan menenangkan.Meski begitu, Jovanka tidak merasa terbantu. Mereka semua yang berada di sana seolah tidak peduli pada rasa sakitnya. Andaikan saja di sini ada suaminya, Jovanka pasti akan sedikit memiliki kekuatan untuk melalui semua ini.“Sakit,” ringisnya.“Jika terlalu lama, kita terpaksa menyuntikkan obat perangsang supaya pembukaan bergerak dengan cepat. Tapi, rasa sakit yang Anda rasakan akan semakin kuat.” Seorang dokter yang menanganinya bertanya dengan keputusannya.Tapi, Jovanka tidak bisa memberikan jawaban. Ia malah ingin menangis. Ia memang

  • Wanita yang Kembali ke Masa Lalu   98 | Melahirkan (2)

    “Tuan Razka.”Razka menyorot tajam seseorang yang menerobos masuk ke ruang kerjanya tanpa permisi. Ia bahkan tidak mendengar suara ketukan pintu sebelumnya.“Kamu pikir ini rumahmu? Bisa seenaknya saja masuk sembarang.”“Maafkan aku, tuan.” Anak buahnya itu menunduk merasa bersalah. Ia juga takut akan menerima murka tuannya itu. Tapi saat ini ia terlalu panik hingga tidak bisa memikirkan apa yang ia lakukan. Ia berharap tuannya tidak mempermasalahkan kesalahan kecil yang ia lakukan ini. “Aku … membawa kebar penting.”“Kabar apa?” Razka bertanya dengan wajahnya yang masih menunjukkan kekesalan. “Jika tidak benar-benar penting menurutku, maka bersiaplah kehilangan pekerjaanmu.”Keringan dingin langsung bercucuran di wajah pria itu. Ekspresi wajahnya bahkan sudah sangat pucat.“Aku-““Bicaralah sebelum kesabaranku habis!” bentak Razka. Ia sudah sangat kesal dengan sikap anak buahnya itu, dan sekarang ia masih harus diuji kesabaran dengan mendengar nada bicaranya yang mendadak gagu.“No-n

  • Wanita yang Kembali ke Masa Lalu   97 | Melahirkan?

    “Awalnya memang sangat mengecewakan. Aku bahkan sempat berpikir dia tidak akan berhasil. Tapi sedikit demi sedikit dia mulai berubah. Dia mulai mengerti dan mau berusaha. Pekerjaannya menjadi semakin baik.”Danial mendengarkan laporan dari anak buahnya yang ia kirimkan untuk berada di sisi Revan. Dari orang itulah ia bisa mengetahui tentang perkembangan Revan.Bukan hanya membantu dan mengawasi, pria itu juga bertugas mengajari Revan tentang semua hal yang tidak ia ketahui. Dia dituntut untuk membuat Revan berkembang.“Berapa lama waktu yang ia butuhkan?” tanya Danial memastikan. Meski ia terlihat santai, bukan berarti dia tidak memikirkan putrinya. Danial pun mengawasi secara ketat tentang perkembangan Revan di sana. Ia juga ingin pria itu segera menyelesaikan pekerjaannya dan kembali ke sini untuk menemani putrinya.“Sejauh ini, semua sudah ditangani dengan baik, Tuan. Perusahaan sudah berjalan dengan normal seperti semula.”Senyum di wajah Danial terlukis. Ia benar-benar lega mende

  • Wanita yang Kembali ke Masa Lalu   96 | Kapan Dia Kembali

    Razka membuka pintu ruang kerja Ayahnya dengan kasar. Suara yang ia timbulkan bisa membuat orang yang mendengarnya terkejut. Tapi Danial yang berada di dalam tidak terlihat terusik sedikit pun. Ia masih berkutat dengan pekerjaannya.“Ayah.” Razka memanggil. Dia meletakkan kedua tangannya di meja, tepat di depan pria itu. Pandangannya terlihat menahan marah. Sepertinya Razka datang dalam suasana hati yang tidak begitu baik.“Ada apa?” sahut Danial terdengar dingin.“Kenapa Ayah masih bisa santai seperti ini?” tanya Razka geram. Ia mencoba menahan diri untuk tidak melempar semua benda yang ada di meja kerja Ayahnya itu. Namun, entah sampai kapan ia akan kuat menahan emosinya.“Memang aku harus bagaimana?” Danial menyahut dengan santai. Dia melepas kaca mata di wajahnya, dan mengelapnya sebentar. Dia melirik ke arah Razka yang masih tampak sangat marah.Putra sulungnya itu mendengus kasar.“Ini sudah berbulan-bulan, dan Adikku sebentar lagi akan melahirkan. Apa pria brengsek itu masih be

  • Wanita yang Kembali ke Masa Lalu   95 | Masuk Rumah Sakit Lagi

    Jovanka terjaga. Dia melihat tempat ia berada saat ini. Ia berada di rumah sakit. Rasanya tidak mengherankan, karena sejak ia mengandung, tempat ini menjadi lebih sering ia kunjungi.“Bagaimana keadaanmu, nak?”Suara Ayahnya mengejutkannya. Dia melihat pria itu mendekat.“Aku baik-baik saja, Ayah,” jawab Jovanka seadanya.“Ibumu sudah ku beri peringatan.” Danial sedikit menyesal membiarkan Jovanka pergi bersama Mona. Seharusnya ia saja yang menemani putrinya berbelanja. Meski antusias menyambut cucu pertamanya, Danial tidak mungkin sampai melupakan kondisi putrinya sendiri.“Aku tidak apa-apa, Ayah. Jangan marah pada Ibu,” ucap Jovanka menenangkan. Dia tidak ingin hubungan Ayah dan Ibunya memburuk hanya karena dirinya. Jovanka ingin saat anak pertamanya lahir, semua orang bisa menyambutnya dengan gembira. Dia tidak ingin ada masalah yang terjadi sebelum itu semua.Lagi pula ia mengerti, Ibunya hanya terlalu bersemangat menyambut cucu pertamanya.“Dia sudah keterlaluan, Jovanka. Jangan

  • Wanita yang Kembali ke Masa Lalu   94 | Kelalaian Mona

    Saat ini Jovanka sedang berada di Mall. Ia bersama Ibunya tengah berbelanja kebutuhan bayi. Dimulai dari pakaian juga perlengkapan lainnya. Banyak barang yang dibeli olehnya. Tentu bukan Jovanka yang meminta, tapi Ibunya yang membeli semua itu, semua barang yang sebenarnya hanya bisa dipakai selama beberapa bulan. Apakah dia lupa jika seorang bayi akan mudah tumbuh besar? Jovanka sampai sakit kepala melihat Ibunya yang begitu antusias membeli semuanya.“Ibu, sudah cukup. Ini saja sudah banyak.” Jovanka mencoba menghentikan Ibunya. Saat ini barang di tangan pengawal yang ikut bersama mereka sudah terlihat begitu menumpuk. Padahal mereka hanya membeli kebutuhan untuk seorang makhluk kecil, kenapa belanjaan mereka bisa sebanyak ini? Jovanka sendiri tidak habis pikir.“Tapi kita masih belum membeli semuanya. Lihat! Kita bahkan belum membeli ranjang untuk cucuku,” seru Mona. Dengan semangat ia pergi ke bagian furniture dan mencari ranjang bayi di sana.Jovanka menghela napas. Ibunya bahkan

  • Wanita yang Kembali ke Masa Lalu   93 | Ngidam

    Jovanka sudah melalui beberapa bulan kehamilannnya. Awalnya memang terasa merepotkan. Terlebih, ia mengalami morning sickness di bulan kedua kehamilannya. Dia tidak bisa mencium bau yang menyengat. Bahkan tidak banyak makanan yang bisa ia konsumsi. Rasanya segala macam makanan yang biasa ia makan sebelum hamil tidak bisa lagi diterima perutnya. Jovanka paling-paling hanya mengkonsumsi buah dan biskuit. Untuk memastikan ia tidak kekurangan nutrisi, Jovanka juga rutin mengkonsumsi vitamin yang diresepkan dokter, juga tidak lupa meminum susu ibu hamil.Setiap bulan ia akan melakukan pemeriksaan kandungan, di mana saat itu keluarganya selalu berebut untuk mengantarnya ke rumah sakit. Alhasil, Jovanka berangkat bersama mereka semua.Saat ini usia kandungannya sudah menginjak trimester kedua. Banyak makanan yang ia inginkan, dan kakaknya selalu berjuang untuk mendapatkannya, sekali pun itu sulit. Hingga ia harus mengerahkan banyak anak buahnya untuk berpencar.Baru kali ini fenomena ibu ham

  • Wanita yang Kembali ke Masa Lalu   92 | Teman-teman yang peduli

    Saat ini Jovanka mendapat kunjungan dari teman-temannya. Dia merasa sedikit terhibur dengan adanya mereka. Terkadang, jika hanya bersama keluarganya, tidak banyak topik yang bisa ia bicarakan. Keluarganya hanya memberi terlalu banyak perhatian. Tapi tidak begitu bisa diajak melakukan obrolan yang menyenangkan.“Aku tidak percaya kamu benar-benar hamil.” Gilda sangat terkejut mendengar kabar ini pertama kali. Ia bahkan sempat mengira Jovanka berbohong padanya. Tapi saat ia melihat sendiri bagaimana kondisi temannya itu, ia mulai percaya dengan apa yang ia katakan. “Kapan kalian melakukannya?”“Itu juga yang ingin aku tanyakan,” timpal Kate.Hal yang paling mengherankan dari semua itu memang alasan mengapa Jovanka bisa sampai mengandung anak Revan, sedangkan Jovanka sendiri sebelumnya sangat enggan berhubungan dengan pria itu.Mereka jadi curiga, apa Revan memperkosa Jovanka?“Jangan berpikir yang tidak-tidak.” Jovanka sepertinya bisa menebak apa yang teman-temannya pikirkan, karena ia

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status