Dada Rong Guo berdetak kencang, seperti gendang perang yang dipukul dengan ritme cepat. Saat itu dia sedangberada di ruang dalam di Toko Embun Senja di Kota Tanshan, bersama Tuan Hou Yan pemilik toko.Detak jantungnya itu beresonansi dengan aura kuat, aura yang dipancarkan oleh senjata peringkat Jinlong yang berbentuk aneh - sebuah payung, itu kata Tuan Hou Yan. Senjata itu kini terpampang di depan matanya, memancarkan kilauan menakjubkan yang hampir menyilaukan."Senjata peringkat Jinlong ini," kata Tuan Hou Yan dengan nada penuh penghargaan, "adalah mahakarya ayahku, penempa senjata Hou Gang. Keahliannya tidak diragukan lagi, terkenal di antara dua gunung, Wudang dan Zhonglu. Aku bahkan tidak pernah menawarkan senjata ini untuk dijual pada siapapun." Wajahnya tampak serius, matanya menatap Rong Guo dengan intensitas yang hampir bisa dirasakan."Namun entah mengapa, aku merasa senjata ini cocok denganmu, Pendekar muda," kata Tuan Hou Yan. Ia mengakhiri pujian dan sanjungannya dengan
Pada hari itu, di anak tangga yang menghubungkan Sekte Wudang dari kaki Gunung Wudang yang megah, tampak Rong Guo dikelilingi oleh dua puluh murid sekte yang berpedang. Mereka semua berdiri tegap dengan posisi siap tempur, semuanya sudah siap untuk menghabisi Rong Guo, jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan sesuai instruksi. Rong Guo seketika memucat, ia menatap tak percaya. Padahal, dia baru saja menyelesaikan misi sekte, namun dihadapi dengan sebuah tarian "selamat datang" semacam ini. Ekspresi kesal dan tidak terima sangat nampak di wajahnya. “Berlututlah, dan biarkan dirimu diikat untuk dibawa ke pengadilan murid Sekte Wudang!” perintah itu terdengar mendominasi. Xu Wei, seorang murid inti yang menjabat sebagai Kepala murid Biro Pengadilan Sekte Wudang, tampak berjalan dengan langkah pasti, menuruni anak tangga. Dia memasang wajah yang angker ketika melirik ke arah Rong Guo, yang saat ini dikepung oleh dua puluh murid dari Biro Pengadilan yang berdiri dalam Formasi Pedang Se
Di sebuah gua yang gelap, tempat tahanan bagi sosok yang dianggap berbahayacdi sekte Wudang, suasana menjadi mencekam. Hanya ada beberapa lampu minyak yang menerangi ruangan, namun suasana dan atmosfer sudah berubah menjadi dingin.“M-maafkan aku, Penatua,” kata Rong Guo, keringat mengucur deras dari dahinya.Sosok di kamar sebelah penjara itu bukan hanya hampir menampar benaknya menjadi berkeping, tetapi juga mengetahui bahwa Rong Guo melakukan kegiatan spionase dengan menggunakan kekuatan spiritualnya.“Dia marah!” gumam Rong Guo ketakutan.Keistimewaan seseorang yang ahli dalam mengelola kekuatan spiritual adalah kemampuannya untuk menyelami dan menilai kepandaian lawan, mengetahui seberapa besar energi dan hawa murni lawan, serta tingkat kultivasinya. Namun, tidak semua lawan bisa ditilik benaknya. Jika seorang ahli pengguna kekuatan jiwa mencoba menyelidiki lawan yang memiliki kultivasi tinggi, tindakan ini akan sangat berbahaya.Keheningan menyelimuti ruangan setelah Rong Guo me
Untuk semua pembaca kisah ini, sebelum kita melanjutkan bahasan bab sebelumnya, autor harus memberi penjelasan agar kalian bisa mengerti dan tidak bertanya-tanya tentang istilah saat membaca tulisan kisah ini, yang bergaya tulisan wuxia kuno. Sepeminum Teh, adalah sama dengan sekali orang menyesap teh sampai habis, nilai waktunya sama dengan perhitungan waktu setengah jam. Sepebakaran hio, itu adalah waktu yang dibutuhkan dupa untuk habis terbakar – setara dengan lima belas menit. Kentungan pertama, kedua dan seterusnya, adalah tanda seorang penjaga malam di wilayah Tiongkok kuno membunyikan semacam gong, sambil berteriak memberi tahu waktu menunjukkan pukul berapa. Ada kentungan pertama, kedua dan seterusnya. Shi Chen adalah periode jam di Tiongkok kuno, yang diperhitungkan tiap dua jam, untuk satu periode. Jadi periode shi chen ada 12 angka jam, bukan 24 jam versi dunia modern. Air kata-kata = ini artinya arak atau minuman yang mengandung alkohol. Baiklah kita mulai kisahnya.
"Pemimpin Liu!" suara teriakan Rong bergetar, penuh kecemasan, ketika melihat pemimpin desa Yunshui Chun itu berdiri di depan pintu pengadilan murid.Dengan langkah berat, Pemimpin Liu berjalan masuk ke dalam ruangan sidang. Dari gerak-geriknya yang linglung dan wajahnya yang pucat, tampak jelas bahwa dia berada di bawah tekanan yang luar biasa.Rong Guo berusaha menatap mata pria itu, mencari sedikit pun pengakuan atau simpati. Namun, tak sekalipun Pemimpin Liu menoleh ke arahnya. Sebaliknya, dia bergegas berdiri di depan para murid pemimpin, tampak tidak percaya diri saat menyadari ada ratusan pasang mata yang menatapnya."Pemimpin Liu!" panggil Rong Guo sekali lagi, suaranya bergetar.Anak muda ini berharap, inilah kesempatan dia untuk menyelamatkan dirinya dari segala tuduhan yang sudah diajukan oleh Ouyang Jun. Namun, entah mengapa, pria itu tidak mau berpaling sedikit pun, apalagi untuk membiarkan dua mata mereka bertemu. Rong Guo semakin gelisah. Dia yakin ada sesuatu yang tida
Rong Guo berdiri diam, terperangkap dalam dilema dua pilihan yang sulit. Dia bisa memilih untuk tetap tinggal di penjara gua itu, menunggu keputusan dari Master Sekte sampai inti mutiaranya rusak, kaki dan tangannya patah, dan menjadi orang cacat seumur hidup. Atau, dia bisa memilih untuk pergi dan menjadi buronan Sekte Wudang selamanya, jika dia memilih untuk mengikuti orang tua yang berdiri di depannya.“Aku tidak memaksamu untuk mengikuti aku," kata orang tua itu dengan suara lembut namun tegas. "Namun, aku merasa kasihan melihat bakat seperti kamu yang akan mereka hancurkan inti Mutiaramu, yang akan membuat masa depanmu menjadi suram. Namun, semua keputusan ada di tanganmu.”Mendengar desakan itu, Rong Guo berlutut dan menyembah si orang tua.Dia membenturkan jidatnya ke lantai yang dingin dan penuh lumut. “Senior, orang tua yang gagah perkasa. Aku tidak memiliki tujuan jika harus pergi dari Sekte Wudang. Sejak kecil, aku sudah sebatang kara, tidak memiliki ayah dan ibu. Tinggal d
Matahari belum muncul di ufuk timur, namun sinar keemasan sudah mulai mewarnai cakrawala, memberikan semburat kehidupan pada suasana di Puncak Gunung Wudang.Udara di puncak gunung memang jauh lebih dingin dibandingkan udara di kaki gunung. Namun, di saat itu, suara lonceng terdengar berdentang, dipukul dengan kekuatan penuh, memaksa semua murid-murid untuk bangun.GONG!Di Sekte Wudang, bunyi lonceng pagi hari adalah pertanda bahwa hari baru telah tiba, dan semua aktivitas sudah harus dimulai. Di aula doa sekte, suara-suara orang bergumam keras dalam doa, bercampur aroma dupa yang dibakar tercium kuat dari arah aula, hal rutin yang dilakukan para Imam Tao untuk bersembahyang, menambah suasana khusuk di pagi hari di sekte itu. Murid-murid sekte itu semuanya lantas mencuci muka, dan bergegas menuju ke lapangan di depan aula utama, untuk berlatih di pagi hari.Namun, ada sesuatu yang terasa berbeda hari ini, tatkala bunyi lonceng dipukul bertalu-talu, tidak dalam ritme yang biasanya ter
Saat murid-murid Sekte Wudang tengah sibuk mencari jejak Rong Guo yang melarikan diri, dua sosok manusia tampak berjalan di tengah Hutan Kesepian, sebuah hutan yang dipenuhi dengan tanaman Mulberry. Mereka tampak menikmati pemandangan sekitar dengan tenang.Sosok yang lebih tinggi adalah seorang tua yang berpakaian seperti Imam Tao. Jubahnya lusuh dan penampilannya terlihat acak-acakan, namun ia tampak bahagia sambil bernyanyi-nyanyi. Sementara itu, sosok lain yang bersamanya adalah seorang remaja. Meski tampak berusia lima belas tahun, sesungguhnya dia baru berusia sepuluh tahun. Mereka adalah Imam Zhang Qing Nia dan Rong Guo.Imam tua itu berjalan dengan santai tanpa beban, sementara Rong Guo tampak memikul ransel kayu dengan penutup kepala. Penampilannya membuatnya terlihat seperti seorang Taoist muda yang menjual doa dan jimat."Tuan Zhang, kemana kita akan pergi setelah melewati Hutan Mulberry ini?" tanya Rong Guo.Sejak mereka berdua meninggalkan Sekte Wudang, Imam Zhang tidak p