Di dunia Gaia Mare Reborn, di mana lautan dan daratan terbagi seimbang, Kazehaya Renzu dikenal sebagai petualang terlemah di Guild Petualang Samudra. Namun, hidupnya berubah saat ia menemukan Gelang Bintang, artefak kuno yang memberinya Sistem Astral kekuatan misterius yang membuatnya bisa naik level dan menyerap energi bintang. Kekuatan itu menarik perhatian banyak pihak: Kekaisaran Sunturion, Guild Gelap Black Crescent, dan Ordo Es Purba — semua ingin menguasai artefak tersebut demi ambisi mereka. Bersama Mira, Rufus, dan Lyra, Renzu harus bertahan di tengah konspirasi, pengkhianatan, dan pertempuran mematikan. Namun ketika Kael, sosok dari masa lalunya, muncul sebagai musuh, Renzu sadar bahwa Gelang Bintang bukan sekadar artefak — melainkan kunci rahasia terbesar dunia ini. Akankah ia menggunakan kekuatannya untuk menyeimbangkan dunia, atau justru menjadi awal kehancurannya? Sebuah petualangan epik tentang pilihan, kekuatan, dan takdir di dunia fantasi yang luas.
view moreLangit Archipelago Onyx membentang luas, membiaskan warna oranye keemasan dari matahari yang hampir tenggelam. Di atas lautan luas itu, kapal-kapal petualang berlalu lalang, membawa hasil buruan dari dungeon laut atau sekadar menunggu giliran berlabuh di salah satu pulau besar di kepulauan ini.
Di tengah keramaian pelabuhan, sebuah gedung besar berdiri megah, menampilkan simbol "Guild Petualang Samudra." Tempat ini adalah markas bagi para petualang yang ingin mencari peruntungan di lautan, baik pemula maupun veteran. Di dalamnya, suasana tak kalah ramai. Para petualang saling bercakap, beberapa mengangkat gelas penuh bir, sementara yang lain sibuk membaca daftar misi yang tertempel di papan pengumuman. Di salah satu sudut ruangan, seorang pemuda berambut coklat kusut, bermata biru sedang duduk sambil menatap kosong ke dalam cangkirnya yang hanya berisi air putih. "Hei, Renzu! Jangan terlalu serius menatap air putih itu, nanti malah berubah jadi sihir tingkat tinggi!" Tawa meledak dari sekelompok petualang yang duduk di meja seberang. Salah satu dari mereka adalah Garl, seorang pria bertubuh besar dengan bekas luka di pipinya. Dia menatap Kazehaya Renzu dengan seringai meremehkan. "Kau masih petualang peringkat terendah di guild ini, bukan? Sudah berapa misi yang gagal kau selesaikan, hah?" lanjutnya dengan nada mengejek. Renzu menarik napas panjang. Dia sudah terbiasa dengan ejekan seperti ini. Sejak pertama kali bergabung dengan guild, dia memang tidak memiliki bakat sihir, membuatnya selalu menjadi beban dalam setiap ekspedisi. "Aku hanya belum menemukan jalanku, bos" jawab Renzu datar, meneguk air putihnya perlahan. "Hah! Jalanmu itu keluar dari guild ini dan jadi nelayan biasa saja!" Garl kembali tertawa, diikuti oleh beberapa petualang lain. Seseorang menepuk bahu Renzu dari belakang. Mira, seorang gadis dengan rambut merah pendek dan mata tajam, menatapnya dengan sedikit iba. "Sudahlah, jangan dengarkan mereka. Tapi jujur, Renzu, kau harus mulai memikirkan strategi lain kalau kau benar-benar ingin bertahan di dunia petualang." Renzu menatap Mira dan tersenyum kecil. Mira adalah satu dari sedikit orang di guild yang tidak memandangnya dengan hinaan. Meski begitu, dia tahu bahwa bahkan Mira pun mulai ragu apakah dia bisa berkembang. Sebelum Renzu bisa menjawab, pintu guild terbuka dengan keras. Seorang pria paruh baya dengan jubah biru laut masuk dengan langkah tegas. Semua orang langsung diam begitu melihatnya. Itu Kapten Darios, salah satu pemimpin ekspedisi terkenal dari guild. "Dengarkan semua! Kami akan mengadakan ekspedisi ke dungeon laut dangkal besok pagi! Kami butuh tambahan petualang, terutama untuk logistik dan pengangkutan barang!" suaranya menggema di seluruh ruangan. Mira menoleh ke Renzu. "Kesempatan, Renzu. Kalau kau ikut ekspedisi ini, setidaknya kau bisa membuktikan bahwa kau masih berguna." "Kalau dia tidak mati tenggelam duluan." Garl terkekeh. Renzu mengabaikannya dan bangkit dari kursinya. Dengan langkah mantap, dia berjalan menuju Kapten Darios dan berkata, "Aku ingin ikut." Darios menatapnya dari atas ke bawah, kemudian mengangguk. "Baik. Tapi kau hanya akan bertugas membawa suplai. Jangan menghalangi yang lain." "Dimengerti." Keesokan paginya, kapal ekspedisi berlayar meninggalkan dermaga, membawa sekitar dua puluh petualang menuju dungeon laut dangkal. Angin laut bertiup kencang, membawa aroma garam yang khas. Di dek kapal, Renzu sedang memastikan semua peti suplai aman terikat, sementara yang lain sibuk mempersiapkan senjata dan perlengkapan mereka. "Jangan sampai kau menjatuhkan satu pun peti itu ke laut, Renzu!" seru Rufus, seorang petualang muda dengan rambut pirang yang juga ikut dalam ekspedisi. Renzu mengangguk dan melanjutkan pekerjaannya. Matahari mulai mencapai puncaknya ketika kapal ekspedisi "Seastorm" mulai mendekati lokasi tujuan. Ombak di perairan semakin ganas, seolah menyambut mereka dengan tantangan baru. Di kejauhan, siluet sebuah pulau karang yang menjulang tinggi mulai terlihat. Di dek kapal, Renzu masih sibuk mengatur peti-peti suplai, memastikan semuanya terikat dengan kuat. Keringat mengalir di pelipisnya, bercampur dengan udara asin laut yang menusuk hidung. Sementara itu, petualang lain tengah berkumpul di tengah dek, mendiskusikan strategi sebelum mereka turun ke dungeon laut dangkal. "Baik, dengarkan aku!" Kapten Darios berseru lantang, menarik perhatian semua orang. "Kita akan memasuki dungeon melalui celah gua bawah laut. Setiap tim akan terdiri dari lima orang. Fokus utama kita adalah mengumpulkan sumber daya langka, serta menjelajahi area baru yang belum terpetakan." "Seperti biasa, jangan bertindak gegabah! Jangan berpencar tanpa izin, dan selalu waspada terhadap arus bawah serta makhluk laut." Darios melanjutkan, matanya menyapu semua anggota ekspedisi. Renzu tetap diam di sudut, mendengarkan dengan seksama. Dia tahu, posisinya di misi ini hanyalah sebagai porter, bukan petualang utama. Namun, ada sesuatu di dalam dirinya yang bergetar sebuah dorongan untuk membuktikan bahwa dia lebih dari sekadar pembawa barang. "Oke, pembagian tim sudah ditentukan!" Mira, gadis tombak berambut merah, memeriksa daftar yang diberikan oleh Darios. "Aku dengan tim Alpha, Rufus di tim Beta, dan... Renzu, kau akan tetap di kapal untuk menjaga suplai." Beberapa petualang tertawa kecil. "Tentu saja, kalau Renzu masuk ke dungeon, bisa-bisa kita malah sibuk menyelamatkannya!" ujar Garl dengan seringai mengejek. Renzu mengepalkan tangannya, menahan komentar sinis itu. Namun, sebelum dia bisa mengatakan sesuatu, suara Darios kembali terdengar. "Tunggu. Aku punya tugas berbeda untuknya." Semua orang menoleh ke arah kapten mereka. Bahkan Renzu sendiri terlihat terkejut. "Kali ini, Renzu akan ikut masuk ke dungeon." Hening sesaat. "Apa?!" suara Garl langsung meledak. "Kapten, kau bercanda? Dia bahkan tidak bisa menggunakan sihir!" Darios tetap tenang. "Aku tidak bercanda. Aku ingin melihat sendiri apakah dia memang benar-benar tidak berbakat, atau hanya belum menemukan potensinya." Mira menatap Renzu dengan penuh arti, sementara Rufus mengangkat bahu dengan ekspresi pasrah. "Baiklah, kalau itu perintah kapten." Sementara itu, Renzu hanya bisa menelan ludah. Ini kesempatan yang selama ini dia tunggu-tunggu... tapi juga ancaman terbesar dalam hidupnya. Jika dia gagal kali ini, bukan hanya harga dirinya yang hancur mungkin nyawanya juga akan melayang. Beberapa jam kemudian, ekspedisi pun dimulai. Renzu, bersama tim yang terdiri dari Mira, Rufus, dan dua petualang lain bernama Goran dan Lyra, mulai menuruni celah gua bawah laut menggunakan peralatan selam khusus. Di bawah permukaan air, pemandangan luar biasa terbentang. Formasi karang raksasa menjulang seperti menara yang tertutup lumut bercahaya. Arus air berkilauan dengan cahaya bioluminescent dari makhluk laut kecil yang berenang di sekitarnya. "Luar biasa..." Renzu bergumam, matanya berbinar penuh kekaguman. "Tetap fokus, Renzu." Mira mengingatkan melalui komunikasi sihir yang tertanam di helm selam mereka. "Dungeon ini mungkin terlihat indah, tapi bahayanya juga nyata." Mereka terus menyelam lebih dalam, melewati reruntuhan bangunan batu yang dipenuhi ukiran aneh. Beberapa dinding memiliki simbol yang tampaknya berhubungan dengan peradaban kuno yang tenggelam ribuan tahun lalu. "Hei, lihat ini!" Rufus menunjuk ke sebuah relief besar. "Sepertinya menggambarkan seseorang yang sedang memegang sebuah gelang bersinar..." Sebelum mereka bisa menganalisis lebih jauh, sesuatu bergerak cepat di kejauhan. Goran langsung bersiaga.Perjalanan ke Kontinen AuroraPagi berikutnya, mereka menyelinap keluar dari kota dengan bantuan beberapa petualang yang setia pada Darios. Mereka naik ke kapal dagang yang disebut Frostwind, sebuah kapal kayu besar yang dirancang untuk menahan badai lautDi dek, Renzu berdiri di sisi kapal, menatap laut yang semakin membeku di kejauhan. Udara mulai menjadi lebih dingin seiring mereka mendekati perbatasan Aurora.Mira berjalan mendekat dan menyelubungi dirinya dengan jubah tebal. "Kau masih memikirkan pertarungan kemarin?"Renzu mengangguk. "Zael bukan lawan biasa. Dia tahu cara menggunakan energi kegelapan dengan sangat efisien. Jika kita bertemu dengannya lagi, kita butuh strategi yang lebih baik."Rufus mendekat, meniupkan napas ke tangannya yang kedinginan. "Dan itu bukan satu-satunya masalah kita. Jika Ordo Es Purba benar-benar memiliki informasi tentang Gelang Bintang, maka Kekaisaran juga pasti akan mengincarnya.""Itulah sebabnya kita harus lebih cepat dari mereka," kata Lyra
Pria itu tersenyum di balik topengnya. "Namaku Zael, salah satu eksekutor Black Crescent. Tugasku sederhana: mengambil pecahan yang kau bawa dan menghapus segala rintangan yang menghalangi." Mira mengayunkan tombaknya ke bahunya. "Kalau begitu, kita tidak punya banyak pilihan selain menghancurkan kalian." Zael menghela napas. "Sangat disayangkan. Aku benci pertempuran yang tidak perlu." Dalam sekejap, dia mengangkat tangannya dan bayangan hitam menyebar dari kakinya, menciptakan pusaran energi gelap yang mulai menyelimuti area tersebut. "Bersiaplah!" Renzu berteriak. Lyra langsung menarik busurnya, menembakkan anak panah bercahaya ke arah Zael. Namun, bayangan di sekitarnya dengan mudah menyerap serangan itu. Rufus melancarkan serangan angin, mencoba meniup kabut gelap itu, tetapi efeknya hanya sebentar sebelum Zael kembali mengendalikannya. "Kalian masih terlalu lamban," Zael mencibir. "Biarkan aku menunjukkan kepada kalian perbedaan antara kita." Dalam satu gerakan cepat, di
Angin di kota pelabuhan terasa dingin menusuk dikulit saat Renzu dan timnya kembali dari reruntuhan kuno. Setelah pertarungan besar melawan makhluk astral dan pengkhianatan Orfen, mereka merasakan kelelahan yang luar biasa. Namun, tidak ada waktu untuk beristirahat terlalu lama dampak dari peristiwa tersebut mulai terasa di sekeliling mereka.Mira berjalan di sisi Renzu, sesekali melirik wajahnya yang tampak pucat. "Kau yakin baik-baik saja?"Renzu mengangguk, meskipun kepalanya masih terasa berat."Aku hanya butuh sedikit waktu. Sistem Astral memberiku peringatan, tapi aku rasa aku bisa mengatasinya." "Jangan memaksakan diri, Renzu," Lyra menyela dari belakang. "Setiap kali kau menggunakan kekuatan itu secara ekstrem, efeknya selalu membuatmu melemah."Rufus menghembuskan napas keras. "Kita butuh tempat aman untuk menganalisis semuanya. Lagipula, kita masih harus mencari tahu lebih banyak tentang fragmen yang kita dapatkan."Renzu menyentuh pecahan Gelang Bintang yang menempel dadan
Di dalam ruangan, terdapat altar besar dengan sebuah fragmen kristal mengambang di atasnya. Mural-mural di sekelilingnya menggambarkan kisah peradaban kuno yang tampaknya pernah berkuasa sebelum hancur oleh sesuatu yang tidak diketahui. "Ini bukan hanya reruntuhan biasa... ini adalah tempat yang menyimpan sejarah yang telah lama dilupakan," gumam Lyra. Mira menatap mural dengan serius. "Lihat yang ini," katanya sambil menunjuk pada gambaran seorang pria yang mengenakan sesuatu di pergelangan tangannya sesuatu yang tampak seperti Gelang Bintang. Renzu mendekat. "Dia... mengenakan gelang yang sama denganku." Orfen tetap diam, tetapi matanya mengamati mural itu dengan intensitas yang tidak biasa. "Menurut kalian, siapa mereka?" tanya Rufus sambil meneliti simbol-simbol aneh di sekelilingnya. Sebelum ada yang bisa menjawab, Renzu merasakan sesuatu di pikirannya. Suara itu kembali berbisik. "Temukan semua pecahan... atau dunia akan jatuh ke dalam kegelapan." Dia mengerang pelan, me
Hutan belantara masih diselimuti kabut tipis saat tim ekspedisi akhirnya tiba di depan reruntuhan kuno yang menjulang di tengah pepohonan raksasa. Struktur batu yang dipenuhi lumut berdiri megah, seolah menantang waktu yang telah berlalu berabad-abad. Udara di sekitarnya terasa lebih berat, seperti mengandung sesuatu yang tak kasat mata sesuatu yang kuno dan menunggu untuk ditemukan. Renzu berdiri di depan pintu masuk utama, menatap ukiran aneh yang menghiasi dinding-dinding batu. Ada simbol yang samar-samar dikenalnya, hampir mirip dengan pola yang muncul di dalam Sistem Astral miliknya. Dia menelan ludah, mencoba meredakan kegugupan yang mulai menjalar. "Jadi ini dia... reruntuhan yang katanya tersegel berabad-abad." Rufus bersiul pelan, meneliti batu-batu raksasa yang menyusun pintu masuk."Terlihat tua dan menyeramkan, bukan?" Mira menambahkan, memegang tombaknya lebih erat. "Aku bisa merasakan energi di sini berbeda," Lyra berbisik sambil meletakkan tangannya di dinding batu
Renzu menatap peta itu dengan seksama. "Apa yang ada di sana?" Darios menghela napas. "Dulu tempat ini hanyalah reruntuhan kota lama. Namun setelah meteorit Felora jatuh, beberapa area berubah menjadi dungeon berbahaya. Kami menduga ada sesuatu yang bangkit di sana." Mira menambahkan, "Kami akan pergi dalam tim kecil. Aku, kau, Rufus, dan Lyra akan bergabung dengan seorang petualang senior." "Siapa petualang senior itu?" Renzu bertanya curiga. Darios menyipitkan matanya. "Dia seseorang yang berpengalaman dalam meneliti reruntuhan dan dungeon kuno. Kau akan mengenalnya nanti." Beberapa jam kemudian, tim ekspedisi bersiap untuk berangkat. Renzu memasang sabuk perlengkapannya sambil memeriksa pedang pendek yang baru ia dapatkan sebagai perlengkapan tambahan. Saat dia melihat sekeliling, dia mendapati seorang pria berbaju hitam berdiri di sisi kapal yang akan membawa mereka ke daratan. Pria itu tinggi, dengan mata tajam yang seolah bisa melihat menembus jiwa seseorang. "Namaku Orfe
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments