All Chapters of Dark Descendant : Chapter 51 - Chapter 60
79 Chapters
(don't purchase, will edit)
KEINGINAN UNTUK KEMBALIAven dan Asura sudah berada cukup jauh dari area istana saat suara gemuruh menggetarkan tanah, mengejutkan mereka berdua di sela-sela menghajar beberapa kelelawar raksasa yang adalah Ahool.Aven mnenyentakkan kepala ke arah belakang meeka, berseru kaget, “Apa itu?”Asura melancarkan satu pukulan angin untuk Ahool terakhir. Ia menyeka wajahnya yang berkeringat dan ikut menoleh ke belakang. Tanah masih terus bergetar. Sesaat kemudian mereka tahu apa penyebabnya. Semacam dinding batu raksasa tampak menyembul ke atas tanah, terus hinga dinding yang kini lebih mirip benteng itu menjulang tinggi, seakan ia bisa saja menyentuh awan-awan yang tengah berarak di langit.“Apa-apaan itu?” Asura mengerjap-ngerjap, tercengang, sementara kepalanya tengadah dan mulutnya sedikit melongo. Matanya masih agak sembab.Aven menggeleng-gelengkan kepala. “Banyak hal akan terjadi di masa ini, rupanya. Kuharap para Voltum setidak-tidaknya berhasil melakukan sesuatu pada si bocah brengsek
Read more
(will edit)
Para Volt Kesurupan“Sial!” umpat Aven sekali lagi. Ia menoleh, memeriksa gadis di sebelahnya yang kini bisa dibilang nyaris sama pucatnya dengan argan di depan mereka. “Asura, carilah tempat aman untuk bersembunyi! Biar aku yang menghadapi argan itu.”Namun, Asura menggeleng, keras kepala. “Aku masih bisa membantumu. Lukaku tidak akan memperlambat kita.”Aven bisa saja mencoba membujuk Asura lebih giat lagi, tapi argan di depan mereka mengayunkan tangannya lagi. Kristal-kristal berbentuk sama seperti yang kini tertancap di kaki Aven muncul di udara dan melesat ke arah mereka berdua dengan sangat cepat. Aven mengerahkan Bakat Apinya tanpa memedulikan betisnya yang masih terus berdarah. Asura juga menyapukan tangannya ke udara, melemparkan kristal-kristal tajam itu ke semak-semak tak jauh dari mereka.Apa yang dilakukan oleh Asura, bagaimana pun, malah membuat keadaannya makin memburuk, tidak seperti yang ia katakan sebelumnya. Ia bisa merasakan kekuatannya makin melemah, seolah-olah lu
Read more
(will edit, don't purchase)
YANG PALING SAKITAven akhirnya tiba di sebuah gubuk tua yang sangat bobrok. Ia memasuki gubuk itu dengan terseok-seok. Si argan yang sempat melihatnya tadi ternyata mengejar mereka seperti kesetanan. Volt yang kesurupan itu memiliki Bakat Besi dan pastilah jiwa jahat baru merasukinya kurang dari lima menit, sebab dilihat dari caranya melemparkan serangan-serangan terlihat sangat canggung dan sering meleset. Namun, satu serangan berupa stik besi tajam sempat berhasil mengenai paha kiri belakangnya, membuat kakinya semakin terpincang-pincang dengan rasa sakit yang makin bertambah.Begitu tiba di dalam gubuk itu, Aven berusaha berjongkok dengan Asura masih di atas punggungnya, sudah tak sadarkan diri sejak mereka masih dikerjar-kejar oleh si argan beberapa saat tadi. Aven, bagaimana pun, cukup kesulitan melakukan itu karena dua luka sekaligus di satu kakinya. Dia akhirnya menurunkan tubuh Asura dengan lembut, lalu tangannya mulai mencari-cari sesuatu di lantai tanah yang tertutup serakan
Read more
will edit
Hari itu terik sekali, seakan-akan matahari memancarkan sinarnya lebih terang dari biasanya. Langit tampak begitu bersih, tak ada sedikit pun awan yang tampak di atas sana. Si kecil Venus yang masih lima tahun duduk di teras rumahnya, memainkan boneka bantal yang kehilangan satu matanya, sementara ibu tirinya, Sella, duduk di atas langkan, memainkan ponsel pintarnya sambil sesekali tersenyum-senyum sendiri.Venus berdiri, menenteng boneka bantalnya yang nyaris kusam di samping tubuhnya, lalu berjalan menghampiri Sella. “Ma,” panggilnya pelan, tangannya menarik-narik salah satu ujung baju Sella.Ibu tiri anak perempuan itu menoleh dan menunduk sekilas, menatap Venus dengan tatapan tidak suka, seakan kehadiran gadis kecil itu sangat mengganggunya. Sorot matanya terlihat jelas tidak bersahabat, tapi Venus tampak sudah terbiasa dengan itu.“Apa?” sahut Sella datar.Si kecil Venus memanyunkan bibirnya, kemudian mengangkat boneka bantalnya yang tergantung lemas di tangannya. “Aku mau boneka
Read more
--will edit--
Lucas melemparkan gelas kaca yang dia pegang, sungguh dia tidak menyangka Belarus berani melakukan pengajuan peraturan seperti itu. Sejak nenek moyang, sistem kerajaan tidak pernah berubah, Lucas harus menetapkan hal itu. Di usianya yang sangat muda ini, Lucas masih labil dan terkadang dia bingung bagaimana mengelola keuangan. Semua keputusan ada di tangannya, terlalu rumit baginya jika menentukan semuanya sendiri. Lucas belum terbiasa menjadi pemimpin. Di usianya yang masih jauh lebih muda daripada kakaknya, dia masih ingin bersenang-senang. Lucas, sebelum diangkat menjadi raja, sangat menyukai seni pahat dan berkebun. Dia memiliki rumah kaca tersendiri dan studio pahat. Dia nyaris tidak pernah ingin menjadi raja, itulah mengapa dulu saat ayahnya meninggal dia langsung setuju ketika Axton diangkat menjadi raja. Di saat seperti ini, Lucas ingin mengunjungi kakaknya, dia sangat ingin bercerita tentang keluh kesahnya menjadi seorang raja. Semua permintaan masyarakat telah dia penuhi, ha
Read more
!!will edit!!
Helena semalaman tidak bisa tertidur memikirkan tentang kutukan yang ada pada diri Axton. Dia tidak sanggup jika harus begini. Dia sangat ingin mengembalikan Axton, ingin mengetahui mengapa Axton membunuh kakaknya. Helena bangkit di tengah malam, mengganti bajunya dan menutup kunci rumah. Rencananya malam ini dia ingin menuju Balkan, pusat kota para penyihir. Di sana banyak sekali para penyihir yang sangat handal. Helena berharap dia bisa menemukan jawaban atas pertanyaannya. Dia melewati hutan yang begitu gelap, suara auman serigala membuat dia merinding. Seketika nyalinya menciut, dia takut berada disini sendiri. Helena memutar arahnya, sangat sepi kota di malam hari, semua orang pasti di rumah berkumpul dengan keluarganya. Dia duduk di kursi taman, menatap bunga-bunga indah di hadapannya. Helena paling suka melukis bunga, kelopaknya yang berwarna-warni dan aroma harum dari bunga selalu menginspirasinya. “Kenapa aku bertemu denganmu lagi?” ucap Vale yang tiba-tiba muncul di hadapan
Read more
!! don't buy, will edit!
Axton, seorang pangeran tampan dan gagah perkasa, dia memiliki fisik sempurna namun tidak dengan kepribadiannya. Axton pangeran yang suka menindas rakyatnya demi keuntungan pribadi. Setiap tahun dia melipatgandakan pajak, sedangkan rakyat miskin yang tidak bisa membayar harus menjadi budaknya. Pagi ini dia mendatangi rumah tua seorang kakek yang bekerja sebagai petani. Dia datang bersama dengan lima pengawalnya."Cepat bayar utang pajakmu!" ucap Axton dengan melipat tangannya di depan dada. Dia bersikap angkuh dan tak peduli seberapa menderita kakek tua itu. Hanya ada satu lembar uang yang dimiliki kakek tua itu, lainnya tidak ada lagi. Axton merampas uang itu lalu pergi."Tuan, apakah kita tidak terlalu kejam? Kakek tua itu sepertinya memang tidak memiliki uang sama sekali," salah satu pengawalnya mengingatkan perbuatan Axton, namun Axton menggeleng kuat. Baginya, setiap detik adalah cara untuk menghasilkan uang lebih banyak. Axton bersikap keras kepala, tidak peduli bagaimana keadaa
Read more
WILL EDIT
Venus tiba-tiba merasa sangat kotor meskipun ia baru saja selesai mandi dengan sabun berbusa banyak. Terlebih lagi, sisa sarapan yang sempat dihabiskannya nyaris naik ke kerongkongan hingga membuat anak itu mabuk luar biasa. Seperti yang dikatakan Ildara: vingsai dapat berteleportasi, baik sendiri maupun dengan orang lain. Masalah terbesarnya adalah: yang dibawa vingsai itu bukan kaumnya sendiri, melainkan manusia volt yang sehat tanpa belatung di wajah mereka. Jika menjaga jarak saja aromanya sudah sangat buruk, Venus benar-benar membayangkan apa jadinya jika ia bersisian dengan vingsai. Berimpitan. Venus awalnya menolak berada di salah satu sisi vingsai itu, tapi Ildara berkata bahwa itulah caranya agar mereka bisa ikut diteleportasi. “Aku akan memegang lenganmu saja, Ildara!” sentak Venus di antara napasnya. Si vingsai mengangkat kepala dan menggeram rendah, seakan ingin mengatakan bahwa cuma itu caranya. Dan Venus harus mau kalau tidak ingin terlambat. Makhluk itu mengguncang
Read more
WILL EDIT
“Kenapa Illdara tidak ikut kemari?” “Aku hanya butuh membunuhmu, Venus, dengan cepat. Aku tak butuh penonton.” Venus masih memandang sekelilingnya. Mereka berdiri di puncak gunung yang datar. Di samping mereka merekahlah sebuah kawah beku nan bersalju. Uap keluar dari sela-sela lubang hidung dan bibir Venus saat ia mengembuskan napasnya. Tubuhnya menggigil dan telinganya berdenging lagi; sebagian karena dingin, sebagian lagi akibat Nyanyian Kenya dulu yang kembali terasa nyeri. Venus meraih Bakat Api sesedikit mungkin, lalu menyebarkan hawa hangat ke dalam tubuhnya sendiri. Rasanya lebih baik. Amerta dan Venus berdiri berjauhan dengan jarak hampir delapan meter satu sama lain. Meski begitu, Venus dapat melihat dengan jelas kebencian tiba-tiba yang muncul di sorot mata Amerta. “Kenapa?” Venus berkata sarkatis. “Baru berani menunjukkan perasaan aslimu padaku? Itukah yang sebenarnya kau rasakan? Kebencian dan bukannya meremehkan?” Amerta mulai berjalan memutari Venus. “Aku tak pern
Read more
WILL EDITTTT
Dua cahaya kemerahan yang menyala-nyala dari ujung berbeda saling mendekat di tengah desir kegelapan. Siluet manusia yang terbentuk dari bayangan asap berdiri di antara cahaya-cahaya itu. Satu siluet berwarna hitam, yang lain berwarna merah gelap; nyaris menyatu dengan cahaya yang mengikutinya. Cahaya itu lantas membaur saat kedua siluet itu berdekatan. Sebuah kesadaran lain mengawasi mereka dengan perasaan waswas dan ingin tahu. Venus. Kesadaran anak itu … ia merasa seolah tidak memiliki raga. Jiwanya seakan mengambang. Venus mencoba bertelepati dengan Mustaka, tapi pikirannya seperti terbelenggu oleh sesuatu; ada hal lain yang menahannya. Entah apa. Siluet berasap di hadapan anak itu tampak memutar ke arahnya. Venus tiba-tiba menggigil. Namun ia tak bisa bergerak … tak bisa apa-apa. Yang bisa dilakukan Venus hanya mengawasi dengan perasaan dicekam ketakutan. “Lihatlah, Druiksa.” Venus menoleh ke arah siluet hitam yang tiba-tiba berucap dengan suara bergemeretak. “Cicitmu ini s
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status