Semua Bab Reuni SMA: Bab 11 - Bab 20
26 Bab
Bagian 10
Sesi curhat antara Juna dengan Tamara itu terpaksa terhenti ketika seisi kelas menjadi semakin gaduh. “Woy, woy, woy, Vano berantem lagi, Cuy,” teriak Jaya dengan hebohnya, mengundang perhatian seisi kelas, tak terkecuali Tamara dan Juna. Vano berantem lagi? tanya Tamara dalam hati. Seberapa sering cowok itu berantem? Apakah ia sudah langganan bertempur dengan siapapun. Dengan segera Tamara berlari keluar, meninggalkan Juna di bangkunya dengan perasaan bingung. Langkah gadis itu menuju lapangan sekolah, ia sangat yakin jika Revano berada di sana. Benar saja. Kerumunan semakin ramai, tak terkecuali bapak dan ibu guru yang berusaha menenangkan. Dengan berani Tamara mendekat, berusaha menembus kerumunan itu untuk melihat lebih jelas bagaimana keadaan Revano. Tamara menutup mulutnya dengan telapak tangannya begitu melihat keadaan Revano yang benar-benar kacau itu.  Rambut Revano tampak acak-acakan
Baca selengkapnya
Bab 11
Lelaki paruh baya yang Tamara sebut sebagai papa itu terdiam memandang Tamara. Ia tak percaya jika akan bertemu lagi dengan anaknya yang sudah ia buang jauh-jauh demi wanita di sampingnya itu. “Rara,” lirihnya. Tamara mengepalkan tangannya, wajahnya memerah menahan amarah.  Di sampingnya, seorang laki-laki jangkung dengan masker dan topi yang menutupi wajahnya itu tampak kebingungan.  Tanpa basa-basi, Tamara pergi dari hadapan pria itu.  Revano kewalahan membayar semua buku yang dipilih mereka tadi, lalu dengan segera mengejar Tamara.  Untung saja kaki Tamara tidak panjang, sehingga langkahnya tidak lebar dan bisa dikejar.  “Ra,” panggil Revano. Akan tetapi, sang empunya nama tetap tak menghentikan langkahnya. Dengan langkah cepat Revano dapat meraih tangan Tamara, membuat gadis itu menghentikan langkahnya. “Kenapa sih, Van?”  “Lo yang kenapa? Kena
Baca selengkapnya
Bagian 12
Sudah sebulan lebih sejak peristiwa Revano memberi hadiah pada Tamara di bukit itu dan sudah sebulan lebih hubungan keduanya semakin dekat. Tak hanya itu, bahkan Revano berani mengajak Tamara ikut berkumpul dengan anggota The Crush.  Tentu saja hal tersebut membuat banyak siswi iri dan terus meneror Tamara – mengirimkan sesuatu yang aneh ke rumah Tamara secara terus-menerus dengan berbagai surat ancaman. Bahkan Tamara pernah mendapat kiriman sebuah bangkai burung yang kepalanya sudah lepas dari badannya. Di situ Tamara juga mendapati secarik kertas yang ditulis menggunakan darah dengan kata-kata penuh ancaman bahwa jika Tamara masih nekad untuk dekat dengan Revano dan tak mengakhiri hubungan mereka, Tamara akan celaka. “Lo kenapa udah jarang banget ngobrol sama gue? Lo juga kalau di sekolah terkesan kayak menjauh gitu. Setiap kali gue lihat lo dan lo lihat gue, bukannya lo nyapa gue, lo malah ngelengos gitu aja,” tanya Revano. Ia melontarkan pr
Baca selengkapnya
Bagian 13
Sudah seminggu Revano dan Tamara berpacaran, tapi keduanya tak ingin memublikasikan hubungan mereka, terlebih di depan seluruh siswa di sekolah.  Revano tak ingin Tamara mendapatkan teror yang lebih jahat dari bully yang dilakukan oleh beberapa siswi penggemarnya di sekolah. “Ra,” panggil Revano ketika keduanya sedang berada di rooftop sekolah berdua saja. “Hm?” “Nanti malam aku mau basket sama The Crush.” “Nggak ada acara berantem-beranteman, ‘kan?” “Nggak kok.” “Beneran?” “Iya, Sayang,” jawab Revano seraya mencubit pipi cubby Tamara dengan gemas. “Ya udah, nggak apa-apa asal nggak berantem. Oh, iya, aku ke kantin dulu, ya,” kata Tamara pamit. Akan tetapi, lengannya dicekal oleh Revano. “Kenapa?” Revano merarik tubuh Tamara hingga memeluknya, lalu mencium bibir Tamara singkat. “Udah, sana. Hati-hati,” kata Revano.
Baca selengkapnya
Bagian 14
Revano menyerahkan sebuah kartu berwarna biru pada Tamara. “Apa ini?” tanya Tamara bingung. “Ini ATM, Ra. Biar kamu nggak perlu bingung cari duitmu di mana lagi,” jawab Revano. Ia teringat kejadian beberapa minggu yang lalu, ketika itu Tamara panik dan mengatakan jika ia kehilangan uang. Namun, akhirnya Tamara menemukan uangnya di balik buku tebalnya. Tamara nyengir ketika mengingat kejadian memalukan itu. “Gajimu udah aku transfer lewat ATM-mu ini, ya,” kata Revano lagi. Tamara manggut-manggut. Gadis itu melirik jam yang menggantung di dinding ruang tamu berwarna putih itu. Sudah pukul 19.24. “Mau ke mana?” tanya Revano ketika melihat Tamara tergesa-gesa mengemasi barang-barangnya. “Pulanglah. Udah malem ini,” jawab Tamara tanpa menoleh sedikit pun ke arah Revano. “Kalau diajak ngomong itu lihat lawan bicaranya dong,” protes Revano merajuk. Tamara tersenyum, lalu menoleh, bersamaan dengan Rev
Baca selengkapnya
Bagian 15
“Lo mau ikut nggak, Van?” tanya Brian ketika anggota The Crush berkumpul. “Ikut ke mana?” “Camping, Revano.” “Lo ikut nggak?” Revano balas bertanya. Brian menggeleng. “Kenapa?” “Gue ada kumpul sama anak-anak HIMA di kampus,” jawab Brian. “Halah, alasan doang, ‘kan, lo? Tumben banget aktif di organisasi? Biasanya juga cuma jadi mahasiswa kupu-kupu alias kuliah-pulang, kuliah-pulang,” ledek Revano. Ia tahu betul jika saudara kembarnya tak serajin itu, meski tetap jauh lebih cerdas darinya. Brian terdiam mendapat ledekan itu dari Revano. “Lo lagi deketin Ody, ‘kan?” goda Revano seraya menyipitkan mata. Mata birunya yang sipit bertambah sipit ketika ia seperti itu. “Ody siapa lagi?” tanya Rizky penasara. “Ody yang—” Dengan segera Brian membungkam mulut Revano. Saudara kembarnya itu tak jarang mempermalukannya dengan tingkah-tingkah absurd dan mulut emberny
Baca selengkapnya
Bagian 16
Pagi ini kelas XI IPA 1 tampak jauh lebih gaduh dari biasanya. Pasalnya usai mendengarkan amanat kepala sekolah yang begitu lama di tempat yang tak kalah panas itu, mendadak guru matematika yang terkenal killer itu meminta izin untuk tidak mengajar selama jam pertama hingga terakhir karena anak sulungnya mengalami kecelakaan.Kejadian yang merupakan musibah itu justru menjadi sorak-sorai bagi siswa-siswi kelas XI IPA 1 tersebut. Situasi tersebut dimanfaatkan mereka untuk menjalani aktivitas masing-masing dengan bebas. Ganjar and the gang sudah melompat ke pojok belakang kelas. Apalagi kalau tidak membuka situs terlarang. Jika sudah seperti itu, mereka akan tenang, tidak mengganggu siswa lainnya.“Mau ke mana?” tanya Revano begitu melihat Tamara beranjak dari kursinya.
Baca selengkapnya
Bab 17
Sudah dua minggu sejak kejadian drama itu berlangsung, tapi Revano tetap tak ingin menegur Tamara. Bahkan lelaki itu tak pernah lagi membalas pesan Tamara.Tamara termenung di sudut taman seorang diri, memandang sekeliling dengan tatapan kosong. Pikirannya melayang entah ke mana. Hingga akhirnya matanya menatap dua sosok yang berjarak cukup jauh darinya, tapi dapat terlihat jelas siapa mereka. Revano dan Dinda tampak sangat asyik berbincang, sesekali mereka tertawa – itu tampak sangat jelas di garis wajah keduanya.Tamara mengembuskan napasnya dengan berat. Mau bagaimanapun ini sudah risikonya berpacaran dengan seorang Revano – anak ketua yayasan serta cucu pemilik rumah sakit terbesar di kota ini.Tanpa diduga, Revano juga menatap Tamara, mata mereka saling beradu tatap dalam radius lima
Baca selengkapnya
Bab 18
“Ra, buruan! Itu udah ditunggu Vano,” kata Diana sembari melongok ke kamar Tamara. “Iya, Ma,” jawab Tamara yang masih sibuk membenarkan letak dasinya. Gadis mungil itu pun keluar setelah merasa rapi. “Ayo, berangkat,” kata Revano. Tamara mengangguk. Keduanya lalu mencium punggung tangan Diana untuk berpamitan. Revano menyodorkan sebuah helm kecil untuk Tamara, lalu membantu gadis itu untuk bisa naik di jok belakang. Motor merah Revano melaju membelah jalanan kota. “Van.” “Hm.” “Kok tumben banget naik motor?” “Si Burhan lagi sakit.” “Burhan siapa?” tanya Tamara tak mengerti. “Mobilku yang biasanya kupakai ke mana-mana.” “Ada namanya, ya?” “Iyalah, biar keren.” Tamara terkekeh geli. Ia baru tahu jika mobil milik Revano itu bernama Burhan. Ada-ada saja cowok itu. “Emang Burhan sakit apa, sih?” “Dia sakit tonsilis, jadi mogok dan nggak mau ngapa
Baca selengkapnya
Bagian 19
Sudah dua minggu sejak kejadian teror itu berlangsung. Kini rumah keluarga Pram kembali tenang setelah Revano meminta satpam kompleks untuk memperketat keamanan. “Van, besok lusa Tante Desi ulang tahun lho,” kata Alyana membuka pembicaraan ketika keduanya sedang asyik menonton film di ruang tengah. “Terus?” Revano bertanya dengan cuek, matanya masih fokus pada film yang ditontonnya. “Ih, kok terus, sih?” “Ya terus gimana, Ma? Vano harus gimana? Vano harus roll depan roll belakang gitu di depan Tante Desi sama Om Dedi?” Alyana mencubit perut Revano dengan kesal, membuat cowok itu berteriak kesakitan. Rupanya Alyana dan Tamara memiliki hobi yang sama, yaitu sama-sama suka mencubit perut Revano. “Bisa nggak Mama minta tolong Vano buat beli bahan-bahan bikin kuenya?” tanya Alyana sembari memasang puppy eyes agar anaknya itu iba dan menuruti permintaannya. “Tapi, Ma, b
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status