Semua Bab UNSPOKEN PAIN: Bab 41 - Bab 50
52 Bab
Bagian 40 : Karma Is Real!
Manusia memiliki dua sisi, setan dan setan sekali. Dan Barry berada di pilihan terakhir. "Ketika lu ngewe nggak ingat dunia dan sekarang ngeluh-ngeluh ke sini?" "Kamu masih dendam sama aku?" tanya Barry. Alena langsung menggeleng cepat, dia tidak dendam tapi akhirnya mata dia terbuka jika Tuhan tidak akan membiarkan dirinya berakhir dengan orang yang salah. Tiba-tiba mantan laknat ini menghubungi dirinya dan mengatakan jika Ilana kabur. Tentu, Alena tidak mengerti permasalahan mereka, karena setelah dia bisa menerima keadaan hidupnya dia tak lagi memikirkan laki-laki ini maupun sahabatnya. Alena hanya menatapi Barry jengah. Dulu, dia dicampakkan dan sekarang dicari-cari. "Jadi, di suratnya dia bilang apa?" "Dia nggak mau dicari." "Ya udah sih. Aku tahu tabiat teman satu itu. Agak lain emang, tapi apa yang dia bicarakan benar. Jadi, biarkan aja." "Bukankah wanita ingin dicari?" tan
Baca selengkapnya
Bagian 41 : Yes, I Do!
"Sayang." Dalam bayangan Barry, Ilana akan berlari sambil menangis-nangis sepanjang perjalan, tapi, dia tidak menjumpai hal itu. Ilana hanya menatapnya dingin, dengan eskpresi yang tidak terbaca sama sekali. Oh benar, melihat Ilana menangis sama seperti kamu bisa melihat batu menangis. Barry tahu, dia akan mendapatkan penolakan, tapi Barry adalah manusia tanpa malu yang tidak gampang menyerah semenjak Ilana mengenal laki-laki ini. Berkali-kali Ilana mengasarinya, memaki-maki tapi dia tetap keras kepala. "Nana. Thank you sudah kembali. Aku tahu, you'll do." Ilana langsung mendorong Barry saat laki-laki itu berusaha untuk memeluk dirinya. Dia hanya merasa risih, tapi pelukan itu semakin kuat seiring dorongan Ilana. "Ck!" Ilana hanya berdecak sedikit, tapi Barry tak dapat menahan senyumannya. Orang-orang seperti Ilana adalah cocok berpasangan dengan dirinya yang memiliki banyak stok kesabaran dan juga manusia
Baca selengkapnya
Bagian 42 : Awal Pertama Berjumpa
Ilana mulai mengurangi penggunaan makeup, dia tahu ada bahan-bahan berbahaya yang tidak cocok dipakai ibu hamil. Wanita itu berbalik melihat Barry yang terbaring dan melihat dirinya, yang sedang bercermin. Dia mendesah lelah, lagi-lagi berakhir bersama Harry. Bukan, karena dia tidak mau hidup bersama laki-laki ini, hanya saja Ilana tidak menyangka takdir hidupnya membawa ke sini. Dia kira akan berakhir dengan Harry atau yang lain. Saat pertama melihat Barry dia begitu kesal, Barry tak ubahnya seperti laki-laki mesum yang tidak biasa melihat wanita cantik, apalagi laki-laki itu datang sebagai kekasih sahabatnya. Ilana mengikuti naik ke atas ranjang dan duduk di atas ranjang. "Kenapa, kamu akhir-akhir ini suka diam? Seperti banyak pikiran." "Manusia diciptakan memiliki akal dan otak, dan itu harus digunakan semaksimal mungkin. Jadi, aku menggunakan untuk berpikir banyak hal." "Lagi-lagi pernikahan menganggu kamu?" tembak
Baca selengkapnya
Bagian 43 : Garis Takdir
"Bunda juga dulu nggak pande masak. Tapi, akhirnya bisa masak juga. Kamu juga bisa gitu, Nana. Memasak bersih-bersih itu basic skill semua gender, kenapa Bunda nggak nyuruh kalian masak? Karena, Bunda mau kalian sadar memasak dan mengurus rumah itu harus kesadaran kalian dan kalian harus bisa. Perempuan atau laki-laki harus bisa masak."  Dengan gaya kedua tangan berlipat di dada, Ilana memperhatikan Bundanya memasak pisang goreng, dengan membolak-balik pisang di atas minyak panas. Dia suka menonton orang memasak, tapi, jangan menyuruh dirinya untuk memasak.  Ilona mengambil piring dan juga tisu untuk alas agar pisang goreng tak terlalu banyak minyak.  "Ini, isinya kolestrol jahat semua." Komentar Ilona ketika mencubit sedikit pisang goreng yang masih panas tersebut.  "Hisang hoheng. Hasih hanas." Ilona meniru pembicaraan orang-orang ketika makan pisang goreng dalam keadaan panas. Ilana hanya menatap malas ke arah Bundanya. 
Baca selengkapnya
Bagian 44 : Wedding Dress
Telapak tangannya terasa hangat, dari cangkir kecil yang tengah mengeluarkan asap. Ilana menunduk, melihat minuman miliknya dan kembali meniup sedikit dan menyeruput minuman itu. Masih terlalu dini, untuk manusia seperti dirinya yang bangun di atas jam delapan pagi. Ilana mengintip, masih jam 6.30, dan Barry masih terlalu pagi, tapi, dia tidak bisa tidur dengan tenang, memikirkan nasibnya dan juga masa depan. "Aku kira kamu kabur lagi. Bangun-bangun di sebelah udah dingin." Ilana memutar tubuhnya, mendapati Barry yang menguap, menggaruk kepalanya dan mengucek matanya sebentar. Ilana melihat ke atas meja makan, roti gosong yang dia buat. Entah kenapa, pagi-pagi dia sudah berinisiatif melakukan hal ini. Rasanya seperti kamu merasakan air asin berubah jadi sirup merah. "Waoh. Apa ini? Apa aku sedang bermimpi berada dalam dunia para layang?" seru Barry norak, yang membuat Ilana berdecak sebal. Mau menolak atau keras sepert
Baca selengkapnya
Bagian 45: Harry Ibarat Novel
"Menurut kamu, konsep foto prewedding gimana?" Ilana menatap Barry yang sedang mengupas mangga, turun dan mendekati laki-laki itu. "Aku nggak punya bayangan. Sebenarnya aku gak terlalu mengkhayal hal seperti itu, yang penting cepat melewati hal itu, dan yang utama adalah kehidupan setelah menikah itu." Ilana mengambil satu potong satu mangga dan memasukan dalam mulutnya. Manis. Tak puas. Ilana mengambil lagi. "Aku sebenarnya paham maksud kamu. Aku sebenarnya lagi tidak pernah banyak permintaan, Bar. Serius, cukup melewati hal ini." Barry hanya memandang wanita cantik di hadapannya. "Okay-okay. Besok nikah aja lah, biar cepat.""Ye. Bukan begitu ibu pejabat, sebagai laki-laki aku merasa ingin memberi kamu yang terbaik. Kamu memang ingin sederhana, aku mau kamu mengenang ini sebagai kenangan yang takkan kamu lupakan karena ini seumur hidup, Nana." Ilana hanya mengangkat alisnya dan mengambil lagi poto
Baca selengkapnya
Bagian 46: You Owe Me A Dance
Pita pink dengan tatanan dekorasi meja bundar. Hiasan lentera kertas yang menggantung di atap tenda warna-warni. Sudah tidak ada konsep pernikahan, jika yang ditampilkan adalah seluruh konsep dipadu-padankan. Awalnya, Ilana tidak begitu antusias menyambut pernikahannya sendiri, tapi, dia tidak bisa bohong, jika, sekarang dia merasa gugup luar biasa. Venue yang mereka pilih adalah di halaman belakang, karena Ilana hanya ingin sederhana, walau sudah disulap bundanya menjadi lebih baik. Bahkan, Ilana sampai terdiam, bagaimana mungkin pernikahan yang dia impikan sederhana terjadi begitu mewah di matanya. Dia senang, dia punya keluarga yang luar biasa bisa diandalkan. Ilana menarik sedikit long laces veil yang panjang hingga bokongnya. Sedikit mahkota kecil mewah di atas kepalanya walau dia sudah protes karena kebanyakan aksesoris. Dia mematut dirinya di cermin sekitar tiga menit, melihat wajahnya yang berubah total dan jug
Baca selengkapnya
Bagian 47: Honeymoon Rombongan
"Hahaha. Malam pertama, tapi, udah unboxing duluan. Nggak seru ah!"  Ilana harusnya tahu, dia mempunyai keluarga ember bocor. Dia memang tidak tersinggung, dan memang begitu faktanya. Tapi, mendengar ejekan itu, kenapa rasanya mengesalkan? Itu adalah ejekan Ilene padanya. Resmi satu minggu menikah dan dia pulang ke rumah tuanya, Ilana sedang mempersiapkan bulan madu ke Hawaii. Tempat tinggal Ibu Barry.  Hari ini, mereka akan ada bakar-bakar. Bakar ikan, bakar ayam, bakar jagung, bakar sampah.  Bundanya sedang sibuk, di saat para menantu lelaki sibuk membantu ibu mertua mereka yang cantik. Sebagai seorang koki handal, Barry sedang mengipas-ngipas makanan di atas tungku arang tersebut.  Sebenarnya Ilene ingin membantu, tapi disuruh duduk oleh suami, dua ibu hamil itu tidak diizinkan untuk bekerja. Mereka hanya boleh mencicipi.  "Ahhh! Bosan bangat hidupku, Tuhan!" Ilana dan Ilene sama-sama menoleh ke sumber suara
Baca selengkapnya
Bagian 48: Ujian Cinta
Kalau kamu mendengar kata Hawaii atau membaca kata Hawaii, apa yang pertama terlintas dipikiranmu? Pantai, pohon kelapa, ombaknya, masyarakatnya yang ramah, gunung berapi, atau hula-hula? Dalam benak Ilana, Hawaii itu sebuah pulau dengan banyak pantai cantik seperti kartun Moana. Dan benar adanya, walau mereka tetap disambut banyak gedung-gedung tinggi. "Aku tahu ini sensitif, tapi, Ayah kamu ke mana?" "Aku nggak yakin, pernah diceritakan, tapi, hanya sekilas. Banyak anak-anak kurang beruntung seperti aku yang tidak punya orang tua lengkap, Nana. Bahkan, aku kurang dekat sama ibu sendiri karena keadaan yang memaksa seperti itu." Ilana alihkan pandanganya keluar dari bus, dan merenungi kata-kata tadi. Barry benar, tidak semua anak-anak beruntung untuk punya keluarga utuh yang harmonis seperti keluarganya. Bahkan, ada anak yang punya keluarga utuh tapi mempunyai orang tua yang abusive. Dia mencoba mengingat-ingat masa ke
Baca selengkapnya
Bagian 49: Barry, Suami yang Teraniaya
Kebanyakan menonton film yang megah, modern, dan kehidupan yang dinamis, membuat Ilana selalu membayangkan Hawaii sebagai salah satu kota yang layak dikunjungi, dream country, yang wajib dikunjungi selama kamu hidup. Tapi, apa yang terpampang di depan matanya membuat dia terdiam dan bisa melihat dunia dalam pandangan yang lebih luas. Ilana berjalan pelan, sambil memperhatikan banyak homeless yang memeluk tubuhnya kepanasan atau kedinginan dengan perut kosong yang luar biasa. Dia melihat seorang wanita berusia sekitar 40 tahun sedang menikmati mie dengan lahap, dan Ilana bisa menduga, itu adalah salah hidangan terenak yang masuk dalam mulutnya. Ilana masih terdiam, ketika merasakan tubuhnya ditarik oleh Barry, karena mereka sedang melintasi zebra cross. Ilana menggengam tangan suaminya, niat awal bulan madu dan bersenang-senang, dan banyak hal yang dipaparkan di wajahnya, bahwa beginilah kehidupan yang sesungguhnya. Ilana
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status