Semua Bab Terpaksa Menikahi Tetangga: Bab 1 - Bab 10
89 Bab
Diseret paksa
part satuPukul 06:30 WIBHari ini matahari tampak malu-malu untuk memancarkan sinarnya. Lumayan mendung. Semendung hatiku yang kemarin baru saja habis putus sama pacar. Eh ralat, maksudnya mantan pacar. Ketika kesetiaan telah terkhianati, ya jalan satu-satunya adalah putus. Putus dari orang yang udah dua tahun ini menjadi pacarku. Menghiasi hari-hariku yang yah ... itu-itu saja. Menemaniku kemana pun aku pergi.Kupikir dia laki-laki yang setia, tapi nyatanya sama saja dengan yang lainnya. Suka mengatakan cinta pada pasangannya hampir di setiap harinya, namun gemar juga melirik wanita yang berbeda, menebarkan pesona seakan-akan dia adalah lelaki paling sempurna.Cih! Harusnya dulu aku tak termakan bujuk rayunya. Padahal jelas-jelas dia adalah mahasiswa jurusan sastra yang sudah pasti pandai berkata-kata. Bodohnya diriku yang waktu itu dibutakan oleh cinta. Andai saja aku dulu tak tertarik akan pesonanya, tak akan ak
Baca selengkapnya
Part 2
Suasana seketika menjadi panas. Gerah lebih tepatnya. Pening juga kurasakan sekarang. Yang bisa kulakukan saat ini adalah mencoba mengelak dan berontak dari dua orang yang sejak tadi berusaha untuk mengubah diriku. Dua orang itu adalah perias yang disewa oleh Tante Mariska.Ya, saat ini aku berada di kamar yang dikhususkan untuk rias pengantin. Tadi saat aku diseret oleh Tante Mariska, dan dipaksa untuk mengikutinya, ternyata aku dibawa ke sini, dan berakhir lah aku dengan kedua perias ini.Sebelum Tante Mariska pergi meninggalkanku dengan dua perias lucknut ini, ia sempat memohon kepadaku agar aku mau menjadi pengantin perempuan dari anaknya--Rey.Jelas aku terkejut dengan permintaan Tante Mariska tersebut. Bagaimana mungkin aku menuruti itu, sedang diriku saja terlalu membenci Rey, seseorang yang sejak dulu kuanggap sebagai musuh bebuyutan. Mungkin jika Tante Mariska menyuruhku untuk membuang anaknya itu ke sungai Amazo
Baca selengkapnya
Part 3
"Key, jangan pingsan lagi dong, ini hari bahagiamu," tutur Mama."Iya Key, jangan pingsan, sekarang kita keluar yuk, Rey sudah menunggu di depan." Aku tak memperdulikan ucapan mama maupun tante Mariska, karena tubuhku sekarang rasanya ingin limbung saja. Dan tak lama semuanya kembali terasa gelap.๐ŸŽ๐ŸŽ๐ŸŽ๐ŸŽ๐ŸŽ๐ŸŽ๐ŸŽ๐ŸŽ๐ŸŽ๐ŸŽ๐ŸŽ๐ŸŽ๐ŸŽ๐ŸŽ๐ŸŽ๐ŸŽ"Key, ya ampun ... bangun dong sayang.""Key, sayang, ayo bangun, ini hari bahagia kamu."Sayup-sayup kudengar suara mama dan tante Mariska bersahut-sahutan menyebut namaku. Apa yang sebenarnya terjadi? Perlahan kubuka kedua mataku. Hal yang pertama kulihat adalah mama dan tante Mariska yang tengah berusaha untuk membuatku siuman, seperti pada waktu aku pingsan pertama tadi. Entah berapa lama aku hilang kesadaran hingga ada beberapa wanita paruh baya berada di kamar ini. Mungkin akan kutanyakan nanti pada mama.
Baca selengkapnya
Part 4
Aku mendudukkan diri di salah satu kursi di dekat jamuan kue. Nah, kebetulan aku laper, jadi langsung aja kusikat kue-kue yang sudah bikin liurku hampir menetes. Hmmm ... yummy ... enak banget kuenya. Sebenarnya dari tadi ada beberapa pasang mata yang memandang heran ke arahku. Masa bodoh lah, yang penting perutku terisi dan nggak menjerit-jerit lagi. Perut kenyang, hati pun senang. Dalam hati aku menyorakkan jargon ala Ehsan di film Upin Ipin. Tiba-tiba. "Heh!" "Dih!, apaan sih Lo." Aku melotot ke arah Difi. Bayangin aja, lagi enak-enak makan malah dikagetin. Eh, tapi mungkin itu karma buatku juga kali ya, karena tadi aku juga ngagetin Difi pas lagi makan kue kayak gini. Ini pasti Difi balas dendam nih. Dasar temen nggak ada akhlak. Difi hanya terkekeh mendengar gerutuanku, kemudian ia ikut duduk tepat di sampingku. "Pengantin kok makannya di sini sih, sendi
Baca selengkapnya
Part 5
Perjalanan menuju kamar tadi, sebenarnya banyak pasang mata yang memperhatikanku, keluarga dan kerabat Rey, tentu saja. Tapi tak ada satu pun dari mereka yang menyapaku, semenjak aku sah jadi istrinya Rey. Mereka hanya memandang dan menilai penampilanku, terlihat dari raut wajah mereka. Mengucapkan selamat pun hanya beberapa, dan itu pun hanya pada Rey, aku seolah-olah tak dianggap dan tak terlihat oleh mereka. Hmmm ... apa mungkin mereka tak menyukaiku? Atau bahkan membenciku? Terserahlah mau bagaimana sikap mereka padaku, aku tak peduli. Toh pernikahanku dan Rey juga bukan kemauanku, mungkin Rey juga terpaksa menerima aku sebagai pengantinnya menggantikan calon istrinya yang mencoba bunuh diri itu. Dan mungkin saja Rey menerimaku karena desakan dari tante Mariska juga kan? Ngomong-ngomong soal tante Mariska, aku jadi berpikir kenapa dia memilihku untuk menjadi pengantin penggantinya? Kenapa bukan perempuan muda dari pihak kerabatnya at
Baca selengkapnya
Part 6
Cup.Satu kecupan mendarat lembut di pipi kananku. Siapa lagi pelakunya kalau bukan dia. Ah, rasanya pipiku jadi panas, jantung juga tiba-tiba main bedug nggak beraturan. Saking syok-nya tiba-tiba aku teringat kata-kata mama tadi, supaya ... jangan pingsan.Ini Rey kesambet atau kenapa sih? Pingsan nggak ya, pingsan nggak ya? Pingsan aja deh."Key!" Apa sih, Bambang! Manggilnya biasa aja kali, gak usah pake nada panik segala, dan gak usah nampilin wajah khawatir gitu kali. Aku kan gak pingsan, tepatnya lebih memilih untuk tidak jadi pingsan. Eh, emang pingsan boleh dipilih ya? Teringat kata-kata ajaib mama tadi, gak boleh pingsan meskipun ada kejadian tak terduga. Ya, seperti tadi, tiba-tiba suami k*m*ret nyium pipi kananku. Tadi pagi nyium dahi, sekarang nyium pipi, menang. banyak dia, lah aku? Kapan bisa nyium dia coba? Eits ... bukan nyium
Baca selengkapnya
Part 7
Siapa bilang saya mengalah," ucap Rey."Ya terus maksudnya gimana?" Lama-kelamaan bikin tambah kesel juga ni orang."Kita tidur seranjang."๐Ÿ“๐Ÿ“๐Ÿ“๐Ÿ“๐Ÿ“๐Ÿ“๐Ÿ“๐Ÿ“๐Ÿ“๐Ÿ“๐Ÿ“๐Ÿ“๐Ÿ“๐Ÿ“๐Ÿ“๐Ÿ“Sinar matahari menyusup masuk lewat kaca jendela, membuatku terpaksa harus membuka mata. Kuambil ponsel di atas meja depan sofa, untuk melihat sekarang udah pukul berapa. Ternyata baru pukul enam pagi. Siapa sih yang udah buka-buka jendela, bikin gak bisa lanjutin tidur aja. Pasti manusia batu itu deh.Ngomong-ngomong soal manusia batu, kok udah gak kelihatan, ke mana perginya ya? Ah, bodo amat, mau pergi ke kutub utara kek, ke segitiga bermuda kek, aku gak akan peduli. Atau sekalian pergi dari dunia ini juga bagus. Eh, artinya dia mati dong? Dan aku auto jadi janda dong? Gak papa, no problem for me. Justru aku seneng, karena kalau dia mati, aku gak akan bilang innalillah, tapi aku akan nengucap alhamdulillah. Hehe.
Baca selengkapnya
Part 8
Lagi asyik-asyiknya berbalas pesan dengan para saudara, tiba-tiba ada seseorang yang berdiri di depan sofa yang tengah kududuki."Key ...," panggil orang di depanku.Spontan aku pun mendongak. Tiba-tiba saja tubuhku menegang. Sama sekali tak pernah terlintas di benakku untuk bertemu lagi dengan dia."Kak Arga." Aku masih menatapnya, kaget sekaligus tak percaya.Laki-laki yang kini berdiri di hadapanku, dengan memakai kaos putih dibalut dengan jaket kulit warna cokelat, dan celana jeans warna biru, tampak tersenyum ke arahku. "Kamu masih inget aku kan?" tanyanya dengan senyum yang mengembang.Aku mengangguk. Bagaimana mungkin aku bisa lupa akan sosoknya. Sosok yang dulu selalu bisa membuatku tertawa, tempat aku mencurahkan unek-unek, dan sosok yang mampu membuat hidupku penuh warna.Dia, Arga Mahendra."Syukurlah kalau kamu masih inget." Kak Ar
Baca selengkapnya
Part 9
Setelah duduk di samping kemudi, aku memasang sabuk pengaman. Setelah di rasa siap, mobil pun melaju meninggalkan pelataran hotel. Dalam perjalanan aku tak membuka suara. Sampai akhirnya Rey menanyakan sesuatu yang bingung harus kujawab apa."Key," panggil Rey."Hem.""Arga itu siapa kamu?" Dih, tanya-tanya."Emangnya kenapa?" Aku balik tanya."Ya, saya pengen tahu dia siapanya kamu. Kelihatannya kalian dekat." Kepo ni orang."Kepo," jawabku singkat."Tinggal jawab aja apa susahnya, Key." Dih, sewot."Tadi lo kan udah denger sendiri penjelasan kak Arga, kenapa sekarang tanya-tanya." Aku memandang lurus ke depan. "Saya pengen dengar langsung dari mulut kamu." Ni orang kenapa sih sebenarnya, kok tiba-tiba jadi kepo begini."Penting banget ya?" Aku menoleh ke arahnya, dan tanpa d
Baca selengkapnya
Part 10
Kami makan dengan diam, dan aku pun khusyuk menyantap makananku. Lebih tepatnya tak mau ambil peduli sama manusia batu di hadapanku. "Rey, kamu kemana aja, sih? Dari kemarin aku nyariin kamu, lho." Tiba-tiba ada seorang wanita datang menghampiri meja kami. Ah, maksudku menghampiri Rey.Aku jadi penasaran siapa dia. Apalagi muka Rey seketika berubah menyadari kehadiran wanita ini. Siapa sebenarnya dia? Kok kayak nggak anggap aku ada di sini, padahal kan aku ada di depan Rey."Ehem." Aku berdehem.  Wanita itu menoleh ke arahku, pandangan matanya tampak meremehkanku."Siapa lo?" tanya wanita itu."Menurut lo," jawabku cuek. Aku kembali menyantap makanan di depanku. Sebodo amatlah dia siapanya Rey, aku nggak peduli. Mending ngabisin makanan lezat ini, ya nggak? Sayang kan kalau makanannya dibiarin hanya karena wanita yang penampilannya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status