All Chapters of Terpaksa Menikahi Tetangga: Chapter 31 - Chapter 40
89 Chapters
Part 28
"Ngapain kamu berdiri saja di sini? Kamu. naksir sama pelayan tadi?" Kalau orang pada dasarnya sirik ya begini nih. "Iya, aku naksir sama pelayan tadi. Kamu mau mengenalkan aku sama dia? Mau dong dikenalin," godaku dengan suara yang dibuat lebay kayak anak ABG. "Jangan aneh-aneh, ingat status kamu sekarang," tutur Rey datar. Status? "Oh, status.  Status aku kan mahasiswa, Bang, lupa emangnya ya?" "Kamu yang lupa." Dengan nggak ada akhlaknya, Rey langsung menarik tanganku dengan kasar. "Lepasin woy, sakit tau," gerutuku. Aku mencoba melepaskan tanganku dari cengkeraman Rey sembari berjalan mengikuti langkahnya. Namun usahaku sia-sia karena cengkeraman Rey yang begitu kuatnya. Pasti abis ini tanganku tambah sakit deh. Rey berhenti mendadak dan langsung menghadap ke arahku. Aku yang nggak siap, sonta
Read more
Part 29
Pintu pun terbuka, dan menampilkan sesosok karyawan perempuan. "Permisi, Nyonya Key." Dia membungkukkan badan setelah masuk ruangan. "Iya," jawabku. "Maaf, Nyonya, saya mau menyampaikan kalau di luar ada orang yang mau bertemu dengan Nyonya." u"Siapa?" "Saya kurang tahu, Nyonya," ucapnya sambil terus menundukkan kepala. Elah, segan banget perasaan, padahal aku nggak suka diseganin loh. Berdehem sekilas, kemudian kuminum jus jeruk. "Laki-laki atau perempuan?" Heran sekaligus penasaran sih, gimana enggak coba, aku baru datang dua kali ke restoran ini, dan statusku sebagai istrinya Rey juga baru beberapa bulan, kok udah ada yang nyari aja ke resto. Apa aku langsung terkenal semenjak menyandang sebagai Nyonya Rey? Atau, yang. nyariin aku adalah salah satu temanku, Difi misalnya. Tapi itu 95% nggak mungkin, karena selain Difi, teman-temanku belum ada yang
Read more
Part 30
"Apa-apaan kalian! Kalian pengen buat oma malu?" Wajah keriputnya diliputi dengan amarah. "Susah-susah dulu opa merintis usaha dari nol, mempertahankan agar bisa bersaing dengan kompetitor, tapi seenaknya kalian rusak image keluarga." "Sudah lah, Ma, ini kan tidak ada sangkut pautnya dengan perusahaan, Rey dan Key kan melakukannya di restoran Rey, jadi terserah mereka mau berbuat apa, wajar mereka itu masih pengantin baru," ujar Om Danu, mencoba mendinginkan ibunya itu. "Meskipun itu mereka lakukan di restoran Rey, tapi tetap saja perusahaan kita kena imbasnya karena berita murahan itu. Karena Rey sudah dikenal publik bagian dari keluarga Alatas, sudah sepantasnya menjaga diri." Oma masih dengan amarahnya. Baru jam sepuluh pagi, tapi atmosfer di ruangan ini rasanya panas banget karena dipengaruhi kemarahan oma. Kami sengaja dikumpulkan di ruangan keluarga setelah oma melihat gosip di tv yang menayangkan bahwa pengu
Read more
Part 31
"Eh, ngapain kamu di sini?" "Ya elah, Ma, sama anak sendiri gitu amat sih," jawabku. "Kalau bukan ke sini, mau ke mana lagi?"  "Maksud mama kenapa kamu ke sini sendirian, mana suamimu? Mana mantu mama yang cakep itu?" tanya mama seraya menghampiriku yang lagi duduk di sofa depan tv. Saat aku ke sini tadi, mama lagi di kamar mandi kayaknya, makanya nggak tau kalau anak gadisnya ini pulang. Untungnya pintu depan nggak dikunci, jadi bisa langsung masuk, nggak beruntungnya ya kalau maling yang masuk. Eh, tapi mana ada maling yang mau ke rumah ini, bukan rumah mewah seperti rumah depan punya keluarga Rey. "Lagi di restorannya lah, Ma, Mama kan tau sendiri kalo dia pengusaha resto." "Hemm ... mantu mama emang the best deh pokoknya," ucap mama setelah duduk di sofa persis di sebelahku. "Tapi kamu nggak bohong kan, Key?" Aku memutar bola mata, males
Read more
Part 32
+6285xxxKey, Malam ini aku lembur, jadi pulangnya agak malaman, mungkin nanti juga pulangnya ke rumah bunda. Kamu masih di rumah mama kan? Meski belum dikasih nama, tapi aku tau siapa yang chat itu. Sengaja aku abaikan, karena menurutku itu nggak penting. Mau lembur ya lembur aja kali, ngapain pake ijin segala, kek aku orang tuanya aja. 🍎🍎🍎🍇🍇🍇🍏🍏🍏🍓🍓🍓🍊🍊🍊Pagi ini seusai sarapan, papa memutuskan supaya kita semua datang ke rumahnya Rey, eh maksudku rumah orang tuanya di depan sana. Katanya semua ini harus segera diselesaikan. Awalnya aku menolak, karena kurasa nggak ada yang harus diselesaikan, toh masalah utama yang bikin aku nggak betah di rumah gedong itu adalah omanya Rey, yang selalu bikin naik darah. Mama juga kelihatannya ogah-ogahan, malah nyuruh papa buat b
Read more
Part 33
"Bagaimana, Pa?" tanya Rey. Plis ... semoga papa nggak setuju sama permintaan konyol Rey. "Baik, papa setuju." Apa? Aku nggak salah denger? Aku melotot ke arah Rey yang sedang tersenyum menang. Oke, kalau itu maunya, berarti sama aja mengibarkan bendera perang denganku. "Pa, masa gitu sih? Key nggak setuju ya, Key maunya sebulan sekali aja ketemunya," rajukku. "Tapi kan suamimu nggak aanggup, Key," ucap papa. "Iya, Key, setiap akhir pekan aja dia kurang, apalagi sebulan sekali, bisa frustasi dia nggak dapat jatah," seloroh om Danu diikuti gelak tawanya juga papa. "Tapi Key, ng--." "Ssst ... udah nurut aja kenapa sih." Lho kok mama jadi nggak berpihak ke aku lagi sih. Selanjutnya pembicaraan demi pembicaraan kemb
Read more
Part 34
"Key, bangun, Key ... udah subuh nih." Sayup-sayup kudengar suara mama yang setengah berteriak. "Key, banguuuun udah subuh." Tok. Tok. Tok. Lah, kok ada suara pintu diketuk segala sih. Perlahan kubuka mata indahku, dan terlihat lah langit-langit kamar. "Key ...." "Iya, maa ...." "Bangun udah subuh, nggak denger tuh udah adzan." "Nanti, maaa ...." Meski baru bangun tidur, tapi suaraku bisa langsung digunakan untuk teriak-teriak, walau sedikit serak. "Sekarang! Udah cepet buka pintunya!" Dari suaranya kok mama garang banget sih, pagi-pagi udah marah-marah aja. Emaknya siapa sih. Dengan rasa malas tingkat dewi, akhirnya aku bangkit dari ranjang, lalu berjalan perlahan menuju pintu yang dari t
Read more
Part 35
Dengan tergesa-gesa, aku berjalan memasuki area kampus, takut-takut kalau ada teman-temanku atau salah satu fans-ku yang memergoki kalau aku habis dianter sama mobil pajero. Bisa-bisa seseantero kampus bisa heboh liat aku berangkat pakai mobil mewah yang harganya selangit menurut warga negara kismin kayak aku. Maklum lah, selama ini kan berangkat kampus kalau enggak pake motor bebek kesayangan, ya nebeng motornya si Difi, atau kalau lagi dikasih uang saku lebih, ya naik gojek.  Takutnya juga kalau ketahuan dianter mobil bagus, disangka jadi sugar baby, kan parah banget tuh, soalnya di kampus ini ada beberapa cewek yang jadi sugar baby. "Key ...," teriak orang di belakangku. Spontan aku noleh dong, suaranya juga kebetulan kayak familiar. "Desi, Tita," ucapku setelah mengetahui bahwa dua orang ini yang tadi manggil. Entah dari mana rimbanya dua
Read more
Part 36
Mengantar jemputku ke kampus adalah rutinitas Rey sekarang. Sarapan di rumahku juga udah jadi hobi Rey, katanya sih pengen makan masakannya bini, sebelum berangkat kerja, padahal dia sendiri kerjanya di restoran, yang punya lagi, kenapa nggak makan di sana aja, kan gratis dan udah tentu enak. Dari Senin sampai Jum'at kemarin, memang aku masuk kuliah terus karena jadwal lagi padat. Karena mau ngelak nggak bisa, ya udah aku pasrah kalau harus diantar jemput si manusia batu. Tentunya itu pake syarat dong. Syaratnya dia boleh nganter aku sampai jarak kurang lebih limapuluh puluh meter dari gerbang kampus, begitu pun kalau jemput. Biar lah agak jauhan, dari pada nanti ada yang lihat dan bakal ketahuan tentang statusku saat ini, kan gawat. Bisa di bully nanti. Apalagi kalau ada yang salah paham, beuh ... nanti aku dikatain jadi sugar baby lagi, kan jatuh pamorku. Sekarang hari Sabtu, kebetulan lagi nggak ada jadwal kuliah, jadi bisa santai-santai dan
Read more
Part 37
Hari Minggu ini rencananya aku mau ke salon buat perawatan mumpung lagi banyak duit karena kemarin si manusia batu ngasih kartu Atm begitu aku bilang mau belanja. Setelah aku cek saldonya berapa, seketika mataku kek ada bintang-bintangnya, dadaku pun kembang kempis nggak karuan. Gimana enggak coba, lawong saldonya aja mencapai lima ratus jeti, angka yang fantastis banget bagi kaum pinggiran sepertiku. Pegang uang satu juta aja cuma sekali waktu dikasih papa buat bayar kuliah, lah ini lima ratus jeti cuuuy. Tapi yang bikin aku heran lagi, kenapa Rey dengan suka relanya ngasih kartu debit  yang isinya nggak main-main itu. Kenapa dia nggak takut kalau aku habisin uangnya ya? Apa uang segitu nggak ada apa-apanya buat dia? Suara dering ponsel membuyarkan lamunanku tentang duitnya Rey itu. Setelah kulihat, ternyata dia yang telpon. Ada apa sih pagi-pagi gini. "Halo," ucapku setelah mengangkat panggilannya dan meletakkan ponsel di dekat
Read more
PREV
1234569
DMCA.com Protection Status