All Chapters of Terpaksa Menikahi Tetangga: Chapter 41 - Chapter 50
89 Chapters
Part 38
"Yuk berangkat," ucapku menghentikan mama papa juga Rey yang lagi ngobrol-ngobrol. Sekilas kulihat Rey seperti terpana melihatku. Matanya tampak enggan berkedip menatapku. "Cantik," lirih Rey yang masih dapat ditangkap telingaku. Eh, aku nggak salah denger kan? ===================================Dengan sangat terpaksa, aku berjalan dengan bergelayut di lengan Rey, seperti yang mama bilang. Katanya sih biar tampak mesra dan harmonis. Rupanya mama mau mencoba mengelabuhi publik. Yang bikin aku heran kenapa si manusia batu yang sedang kugandeng ini terus senyum-senyum nggak jelas kayak orang gila sejak di rumah tadi. Entah apa yang dia pikirkan, mungkin seneng kali mau ketemu mantan calon istri. Eh, tapi seharusnya galau dong kalau tau mantan calon istri mau menikah. Apa Rey nggak tau yang jadi istrinya kak Arga itu Berlin?  Berjalan di karpet merah sembari memberikan senyuman palsu, karena di sini banyak wa
Read more
Part 39
"Rey, stop! Sampe sini aja." "Sampai depan kampus aja, ini masih lumayan jauh, capek nanti kalau kamu jalan." "Nggak! Sesuai perjanjian kan kamu boleh nganterin aku kuliah tapi nggak sampe depan kampus." Aku mengingatkan. "Tapi untuk kali ini enggak. Aku ingin anter kamu sampai depan gerbang kampus," ucapnya yang bikin mood-ku ambyar sepagi ini. "Jangan ngaco, deh. Gimana nanti kalau anak-anak pada tau aku dianterin pake mobil sekeren ini, bisa-bisa mereka mengira kalau aku jadi sugar baby," ujarku resah. Rey mengangkat sebelah alisnya. "Ya kamu tinggal bilangan kalau aku suami kamu, apa susahnya sih, mengakui suami sendiri." Huh, ini orang bener-bener nggak tau apa yang aku rasakan. "Dih, ogah ya, bisa-bisa reputasiku sebagai primadona kampus bakal hancur lagi, terus para fans-ku berbalik jadi haters. Nggak, aku nggak mau mengorbankan itu semua." Aku menggeleng-gelengkan kepala karena  yang tid
Read more
Part 40
"Kita bukan anak kecil yang bisa lo bohongin, Key." Desi menarik napas. "Ini tuh bukan gigitan nyamuk, karena nggak mungkin nyamuk meninggalkan bekas seperti ini. Tapi ini bekas gigitan orang, jadi sekarang lo harus jelasin ke kita udah sejauh mana gaya pacaran lo sama Kak Rey." Aduh, aku harus jawab gimana nih. Jujur aja kalau aku pun sebenarnya nggak tau tentang tanda kemerahan yang ada di leherku ini. Aku lihat tanda ini pas ngaca mau mandi di toilet rumah tadi pagi. Ya, aku nyangkanya ini bekas gigitan nyamuk, atau bekas garukan tanganku sendiri pas waktu tidur, kan lagi nggak inget, bisa jadi kan aku nggak sadar garuk-garuk leher sampai semerah ini, apalagi jari kuku panjang-panjang. Kenapa mereka jadi mikirnya bekas gigitan orang? Aku sih nggak tahu seperti apa bekas gigitan orang, karena aku belum pernah melakukannya. Berapa kali pacaran paling cuma sebatas bergandengan tangan, nggak lebih, dan itu pun sangat jarang dilakukan karena jarang kencan juga.
Read more
Part 41
"Bun, sebenarnya Bang Rey itu punya sodara kembar nggak sih?" tanyaku pada wanita yang telah menjadikan aku sebagai menantunya ini. "Lho, kok kamu tanyanya gitu, Key? Memangnya ada yang aneh?" Kening bunda mengkerut sambil menatapku. Aku mengubah posisi duduk menjadi menghadap ke arah bunda. "Ya aneh aja gitu, Bun. Seingetku Bang Rey itu dulu orangnya pendiem, dingin, ngeselin, sering ngejek aku gitu. Ya lebih mirip kayak oma lah. Eh, maaf ya, Bun, bukan maksud Key buat itu ...." Aku menggaruk kepala yang tak gatal, juga menyesalkan mulutku yang lagi nggak bisa direm ini. Bunda terkekeh. "Nggak papa, Key, bunda ngerti kok. Santai aja lah, kan sama bunda, kayak sama siapa aja." "Jadi gimana, Bun, apa bang Rey beneran punya kembaran?" Di depan mertua, maka nama sapaan, aku sematkan kata 'bang' di depan namanya. Ya, buat pencitraan di depan bunda kalau aku menantu yang baik hati. Eh. "Ya enggak lah, Key. Kamu ini a
Read more
Part 42
"Key, lo harus cerita ke gue tentang apa yang lo lakuin sama bang Rey pas kepergok gue waktu itu," ujar Difi setelah menyesap minuman. Sekarang jam istirahat kuliah, jadi bisa nongkrong di kantin, dan kebetulan Desi dan Tita lagi kompak bolos. "Yang mana sih?" Pura-pura nggak ngerti. "Lah, nggak usah sok bingung deh, lo, untung kemarin yang mergokin lo sama bang Rey, gue, coba kalau Tita atau Desi, udah bocor semua rahasia lo. Lagian mau gitu-gituan nggak inget tempat." Tuk. Aku memukul kepala Difi dengan sendok, dan dia pun mengaduh. "Enak aja kalau ngomong. Gue nggak ngapa-ngapain sama bang Rey waktu itu, jadi lo jangan suudzon gitu dong," ucapku sedikit kesal. "Ya gimana nggak suudzon, posisi lo sama Bang Rey aja udah kayak gitu. Apalagi coba yang dilakuin suami istri kalau nggak gitu-gitu." Aku mendengkus. "Tapi gue beneran nggak ngapa-ngapain. Mungkin lebih tepatnya gue mau di per^^sa."
Read more
Part 43
Udah seminggu ini Rey mendiamkanku. Dia nggak pernah chat lagi lewat wa, telpon apalagi. Dia juga ngga pernah lagi anter jemput kuliah. Entah apa yang melatar belakanginya menjadi seperti ini. Aku kehilangan? Tentu aja enggak. Buat apa coba merasa kehilangan dia? Aku tuh cuma sebel aja kalau mama nanyain tentang menantunya itu yang nggak terlihat batang hidungnya. Biasanya pagi-pagi ke sini mau sarapan berlanjut nganter kuliah. Yang lebih parahnya lagi mama malah mencurigai kalau aku sama Rey lagi bertengkar dan akulah yang memulai. Sebel tau dituduh kek gitu, padahal aku aja nggak tau apa alasan Rey jadi cuek begini. "Key, kamu nanti berangkat kuliahnya agak siangan kan?" tanya mama sewaktu aku lagi sarapan. Mama terlihat lagi memasukkan makanan ke rantang. Entah mau buat ngirim ke siapa tuh makanan, kalau buat papa jelas nggak mungkin, kan tadi papa udah bawa bekal sendiri. "Iya, Ma, emangnya kenapa?" Aku bali
Read more
Part 44
"Hahaha ... jadi lo didiemin sama Bang Rey, Key?" Bocah gemblung, temen lagi curhat malah diketawain. "Ya gitu lah," ucapku sambil mengaduk-aduk minuman pake sedotan. "Makanya, jadi istri tuh jangan jaim dong, yang agresif gitu, biar Bang Rey jadi klepek-klepek sama lo dan nggak inget mantan-mantapnya lagi." Aku mendengkus. "Ogah banget kalau gue harus agresif." "Ya nggak papa kali, kan sama suami sendiri. Kalo lo terus-terusan jual mahal, bisa-bisa Bang Rey digondol sama cewek lain lho, Key," ujar Difi menakut-nakutiku. "Mau digondol sama cewek kek, banci kek, gue nggak peduli!" sinisku. "Lah, kalau nggak peduli kenapa lo kesel kalau Bang Rey nyuekin lo?" Difi mengkerutkan keningnya. "Ya gue merasa kalau gue nggak dianggap lah. Lo tau sendiri kan kalau selama ini gue selalu dikejar-kejar sama cowok-cowok di kampus ini? Dari yang jelek banget sampe yang gantengnya kebangetan, semua pada n
Read more
Part 45
"Pagi gaesss ...," sapaku ketika memarkirkan motor di parkiran kampus. Kebetulan di sini tiga sohib karibku lagi pada nongkrong di parkiran. "Pagi Key," jawab Tita. "Key, kok lo nggak dianterin sama Kak Rey, sih?" Desi mulai bertanya. "Iya, Key, akhir-akhir ini keknya lo berangkat sendiri terus deh, kenapa nggak dianterin cowok lo," timpal Tita. "Oh, itu ...." Aku menggaruk tengkuk yang sama sekali nggak gatel. "Dia lagi sibuk ngurusin restonya, makanya gue nggak mau ngerepotin dia. "Sesibuk-sibuknya cowok, kalau beneran cinta sama kita, pasti dia bakalan luangin waktu buat sekedar nganter atau jemput kita, Key." Nih apaan sih Difi jadi ikut-ikutan begini, kan aku jadi bingung jawabnya. "Ya tadi sih dia mau nganterin gue, tapi gue larang, soalnya gue nggak mau tuh bikin dia tambah repot. Udah restonya butuh banyak perhatiannya akhir-akhir ini, masa gue juga mau repotin, kan gue nggak enak," dustaku. 
Read more
Part 46
Pokoknya aku bener-bener bete banget. Gimana nggak coba, di jam yang udah menunjukkan pukul setengah enam sore, aku baru sampai di depan rumah. Ini semua gara-gara Rey si manusia bunglon. Aku selesai kuliah jam empat sore tadi. Sempet ditawarin Difi buat pulang bareng, tapi aku menolak. Alasannya karena aku menunggu Rey jemput, ya aku pikir dia bakal jemput dong, karena tadi pagi dia nganter. Eh, ternyata sampai lama menunggu dia nggak jemput-jemput juga. Karena udah sore, aku memutuskan buat naik bus. Tentu nggak sampai depan rumah dong. Dari jalan raya tempat berhenti, aku jalan kaki menyusuri jalan komplek yang udah beraspal itu. Kurang lebih lima ratus meter lah. Bisa dibayangin kan, capeknya gimana. Di teras, aku lihat mama lagi berdiri mondar-mandir. Udah bisa kutebak, kalau mama pasti khawatir sama aku. "Ya Alloh, Key ... kok udah maghrib begini kamu baru pulang sih, dari mana aja? Katanya pulang jam empat, kok samp
Read more
Part 47
"Dif, malem ini gue nginep di rumah lo ya," ucapku pada Difi saat kami berjalan menuju parkiran. "Lah, emang kenapa? Lo kan udah punya suami, mau dikemamain suami lo kalo lo tidur di rumah gue." "Ya nggak dikemana-kemanainlah. Gue lagi males aja di rumah, takutnya dia macem-macem, kemarin aja dia hampir ...." Ucapanku sengaja menggantung karena takut membuat hati jomblo seperti Difi meronta-ronta. "Hampir apa, Key? Hampir ngajak lo praktek adegan dua satu plus ya?" Difi nyengir ke arahku. Aku memukul pelan lengan Difi. "Sotoy lo. Lo masih jomblo, jangan mikir ke sana-sana." Temanku ini mendengkus. "Mending gue jomblo sadar diri. Lah elo, udah punya suami nggak nyadar status. Untung gue temen lo yang baik hati, Key, coba kalau enggak, udah gue tikung deh, Bang Rey dari lo. Secara dia tampan, tajir, pengertian lagi. Kurang apa coba dia? Tipe-tipe suamiable banget kan?" Aku memutar bola mata, nggak habis piki
Read more
PREV
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status