Semua Bab Gadis Pengganti: Bab 11 - Bab 20
116 Bab
Suami Istri
“Saya terima nikah dan kawinnya ananda Kamea Jovita Tasanee ….” Kamea tidak fokus mendengar kelanjutan kalimat yang ucapkan Alif dengan nada tegas dan serius di hadapan penghulu dan para saksi. Gadis itu terhanyut dalam pikirannya yang bercampur aduk antara bahagia dan juga sedih menjadi satu. Tetesan cairan bening merembes ke luar dari mata indahnya ketika semua orang menyerukan kata “Sah” secara bersamaan dan dilanjutkan dengan doa. Ada rasa yang sulit dijabarkan dengan kata-kata. Yang jelas Kamea sadar, saat ini ia sudah resmi menjadi istri dari seorang Reval Alif Pradana yang dikaguminya secara diam-diam. “Selamat sayang, akhirnya kalian sudah resmi menjadi pasangan suami istri,” ucap mama Anita sambil memeluk Kamea. “Sekarang, salaman dulu sama suamimu,” titahnya. Kamea menghela napas panjang, gugup. Ia menatap wajah Ali
Baca selengkapnya
Berebut Tempat Tidur
Kamea menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Tak mau menyerah. "Ya udah, kalau aku gak boleh tidur di sini, aku mau ke luar," ucapnya. "Keluarlah!" titah Alif datar. Gadis itu memiringkan bibirnya sambil mengangguk-anggukan kepala. "Aku sih gakpapa tidur di manapun. Tapi kalau sampai mama dan papa melihat aku tidur di luar, apa jadinya?" ucapnya sambil berpura-pura sedang berpikir. "Hm, mereka pasti akan memarahi om Alif," ucapnya lagi dengan nada penuh penekanan. Alif membulatkan matanya sempurna. Rahangnya mengeras, kedua tangan kekar itu mengepal kuat. Geram pada gadis belia itu yang sudah berani mengancamnya. "Kau-" Belum saja Alif menyelesaikan ucapannya. Belia itu tersenyum penuh kemenangan, sepersekian detik kemudian ia berlari menuju ke arah tempat tidur. Tak memedulikan teriakan dan kekesalan suaminya itu. Kamea naik ke atas
Baca selengkapnya
Seharusnya Aku Yang Bertanya
Kamea mengerjapkan mata saat bunyi dering alarm pada ponselnya memenuhi indra pendengarannya. Kesadaran gadis itu belum sepenuhnya terkumpul. Ia menguap dengan kondisi mata yang masih tertutup. Ada yang aneh dengan tubuhnya. Terasa berat seperti sesuatu sedang menindihnya. Kamea membuka mata, hal pertama yang ia lihat adalah wajah tampan Alif yang masih terpejam. Deru napas lelaki berkulit putih itu terasa hangat menerpa wajah Kamea. Gadis itu menelan saliva yang terasa menyangkut di tenggorokannya. Terpaku sepersekian detik memandangi wajah tampan sang suami. Pandangannya turun ke bawah, iris berwarna hitam itu membulat sempurna ketika melihat tangan kekar alif melingkar di pinggangnya. Lelaki itu memeluk tubuh Kamea seperti memeluk guling. Sementara guling yang semalam mereka jadikan pembatas, saat ini entah menghilang ke mana. "Aaaaaarrrgh!" Teriakan Kamea berhasil membangunka
Baca selengkapnya
Ingin Jadi Istri Yang Baik
"Kemana anak itu?" gumam Alif. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamarnya, tetapi tidak bisa menemukan Kamea ada di manapun. Lelaki beralis tebal itu mengedikkan bahunya kemudian melenggang ke arah lemari pakaiannya. Sebelum ia membuka pintu lemarinya, tak sengaja iris berwarna cokelat itu melihat pakaian kerja miliknya berada di atas kasur lengkap dengan dasi yang senada dengan kemejanya. Alif mengernyitkan alis sesaat. Ia kembali melihat ke sekeliling kamarnya, tetapi tidak melihat siapapun berada di kamar itu selain dirinya sendiri. "Ch, pasti kerjaan gadis kecil itu," gumam Alif. Beberapa detik berpikir, menimang apakah dirinya akan memakai pakaian yang dipilihkan Kamea atau memilih pakaian sendiri? Kedua sudut bibirnya tertari ke atas mengulas sebuah senyum yang sulit diartikan. Alif mengeluarkan pakaian yang baru kemudian memasukan kembali pakaian yang sudah dipilihkan Kamea ke dal
Baca selengkapnya
Suka-suka Saya
Pagi ini, pagi pertama Kamea berstatus istri Reval Alif Pradana. Bibir mungil itu tak henti mengembangkan senyumnya. Ia beranjak dari tempat tidur ketika melihat suaminya sudah masuk ke dalam kamar mandi. Menurut film-film yang pernah ia lihat, seorang istri itu biasanya menyiapkan hal-hal yang dibutuhkan oleh suaminya. Atas inisiatifnya sendiri, belia itu membuka lemari pakaian Alif kemudian memilih kemeja yang akan dikenakan lelaki itu ke kantor. Kamea memilih kemeja berwarna biru muda yang tergantung di dalam lemari. Ia juga memilihkan dasi yang cocok dipasangkan dengan kemeja pilihannya. Bibir mungilnya kembali tertarik membentuk sebuah senyum yang manis. "Nah, mas Alif akan terlihat lebih tampan kalau memakai kemeja ini. Terlihat cerah sesuai dengan kulit putihnya," gumam Kamea. Gadis itu melirik ke arah pintu kamar mandi. Belum ada tanda-tanda Alif sudah selesai mandi. Kamea menyimpan pakaian A
Baca selengkapnya
Bicara Dengan Hantu
"Nanti siang saya akan menjemputmu," Kamea yang baru saja ke luar dari kamar mandi dengan kondisi sudah memakai pakaiannya itu menoleh ketika tiba-tiba saja Alif berbicara. Kedua alisnya saling bertautan menatap bingung pada lelaki yang saat ini sedang duduk di sofa kamarnya. "Om, ngomong sama aku?" tanya Kamea sambil menunjuk pada dirinya sendiri. Gadis itu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan di kamarnya, tetapi tak melihat siapapun ada di sana kecuali dirinya dan Alif. Lelaki beralis tebal itu mendesah kasar. "Bukan! Saya bicara sama hantu," gerutunya kesal. "Hah? Jadi di sini ada hantunya?" gumam Kamea pelan tetapi masih bisa didengar oleh Alif. Belia itu menoleh ke kiri dan kanan mencoba mencari mahluk yang sedang diajak bicara oleh suaminya. Namun percuma saja, matanya tidak cukup tajam untuk melihat mahluk tak kasat mata itu. Alif melongo memerh
Baca selengkapnya
Saya Tidak Peduli
Kamea melenggang mengekori Alif yang berjalan di depannya. Gadis itu sedikit berlari agar bisa mengimbangi langkah lelaki beralis tebal itu. Sedari tadi mulut mungilnya tak berhenti menggerutu kesal. "Om, ih kalo orang manggil itu nyahut dong!" gerutu Kamea. Ia gram karena sedari tadi panggilannya diabaikan oleh Alif. Lelaki itu masih tak acuh meneruskan langkahnya menuju ke mobilnya yang sudah terparkir rapi di depan halaman rumah. "Om. Om Reval Alif Pradana!" Mendengar nama lengkapnya disebutkan oleh Kamea, lelaki berambut hitam itu menghentikan langkahnya secara tiba-tiba. Iris berwarna cokelat itu memutar geram. Gadis kecil itu sangat tidak sopan berani memanggil namanya seperti itu. Brukk! "Aduh," Bibir mungil itu meringis ketika dahinya tak sengaja menabrak punggung kekar Alif yang entah sejak kapan lelaki itu berdiri di hadapannya.
Baca selengkapnya
Pindah Rumah
Kamea menggeret koper berukuran sedang miliknya dengan gontai menghampiri Alif yang sudah menunggunya di depan rumah. Rasanya berat sekali harus meninggalkan rumah mertuanya itu untuk pindah ke rumah Alif. Ia merasa masih belum siap bila harus tinggal berdua bersama suaminya yang dingin dan kaku itu. Sedari pagi pikirannya terus melayang memikirkan hal-hal buruk. Takut-takut Alif membawanya pindah hanya untuk mengerjainya saja. Mengingat sejauh ini hubungannya masih belum akur dengan lelaki beralis tebal itu. "Tenang Kamea, Mama bilang kalau mas Alif macam-macam aku bisa mengadu pada Mama dan Papa," gumamnya seraya menghela napas panjang. "Kamea, kenapa malah bengong di situ?" "Eh?" Belia itu terperanjat kaget. Suara mama Anita menariknya dari lamunan. Kamea tersenyum kaku, dengan polos menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Gadis itu segera menghampiri mamanya. 
Baca selengkapnya
Akan Saya Buang di Jalanan
Alif membantu Kamea memasukan kopernya ke dalam bagasi mobil. Ia juga membukakan pintu untuk belia itu. Kamea duduk di depan tepat di samping kursi kemudi, menunggu Alif yang saat ini sedang menerima wejangan nasihat dari papanya. "Mama sama Papa titip Kamea. Sekarang kalian sudah menjadi suami istri, tak perlu papa jelaskan panjang lebar. Kamu sudah dewasa, jadilah suami yang bertanggung jawab. Jangan pernah sakiti Kamea, dia sudah papa anggap seperti putri papa sendiri," Alif menghela napas panjang, Mulutnya berdecak merasakan orang tuanya tidak adil. "Anak kandung kalian itu Alif, tapi kalian lebih menghawatirkan gadis kecil itu dari pada anak kandung kalian sendiri," gerutunya. Papa Pradana menepuk kepala Alif. " Gadis kecil itu istrimu," tuturnya geram sambil memelototkan matanya. Alif mendecakkan mulutnya, hatinya terus menggerutu kesal. Lelaki berkulit putih itu melenggang ke arah mobilnya set
Baca selengkapnya
Sejak Kapan Jadi Kamar Kita?
Mobil Alif berhenti di halaman sebuah bangunan rumah yang cukup megah. Ukurannya memang lebih kecil dari rumah orang tuanya, tetapi juga cukup besar untuk dihuni dua orang saja. Belia itu ikut turun dari mobil ketika melihat suaminya juga turun. Iris berwarna hitam itu memerhatikan ke sekeliling rumah tersebut. "Ini rumah, Om?" tanyanya. Setelah cukup lama tak membuka suara karena takut dengan ancaman Alif, akhirnya belia itu kembali mengeluarkan suaranya. Ia melihat Alif yang sudah mengeluarkan koper miliknya dari dalam bagasi. "Bawa kopermu sendiri!" titahnya datar. Lelaki berparas tampan itu tak berminat menanggapi pertanyaan Kamea yang menurutnya sangat tidak penting. Ia melenggang melewati Kamea hendak masuk ke dalam rumahnya. "Suami gak ada ahlak. Masa istrinya yang manis dan imut ini disuruh bawa koper sendiri. Bukannya dibawain gitu kaya suami-suami p
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status