All Chapters of Second Destiny (Indonesia): Chapter 11 - Chapter 17
17 Chapters
Bab 11: Bermain Kuda
Aku mendapatkan pesan masuk dari Savana. Dia meminta bantuanku hari ini dan untuk yang ke-dua kalinya aku melihat sosok anak kecil yang berhasil mengguncang hidupku beberapa waktu lalu.Sampai detik ini tetap sama, Sunny memandangiku dengan ekspresi datar andalannya. Apalagi saat aku berinteraksi dengan Savana, kerutan kecil menghiasi wajah mungil itu. Sepertinya Sunny tidak begitu senang dengan kehadiranku di antara mereka."Maaf karena sudah menghubungimu tiba-tiba. Hari ini pegawai yang aku perkerjakan untuk mengawasi Sunny tidak bisa datang. Jacob tidak bisa dihubungi dan aku tidak tahu harus minta bantuan pada siapa selain dirimu."Aku melirik kembali pada gadis kecil yang tidak mengubah ekspresinya. Bagaimana cara agar Sunny tidak berekspresi seperti itu lagi? Apalagi kami akan menghabiskan waktu berdua saja sampai Savana selesai bekerja. Pasti akan sangat canggung karena kami yang tidak begitu saling mengenal.
Read more
Bab 12: Membayangkan Istri
Aku tersentak ketika mendengar suara yang tidak tahu apa. Saat membuka mata, tanpa diduga aku sudah berbaring di sofa. Sepertinya aku tertidur setelah bermain dengan Sunny.Aku juga mendapati tubuhku ditutupi oleh selimut. Langsung saja aku bangun untuk melihat apa yang sedang terjadi di dapur karena suara yang membangunkanku asalnya dari sana.Pemandangan yang aku lihat adalah Savana. Sebenarnya aku sudah tahu jawaban akan kebingunganku, akan tetapi aku ingin memastikannya lagi. Ternyata benar kalau Savana sudah pulang.Kini Savana sibuk di dapur dengan penampilan yang menurutku sangat menawan. Rambut diikat, apron, dan pakaian rumahan. Savana menggetarkan hati dan jiwaku pada saat yang bersamaan. Pemandangan seperti ini membuatku menjadi tenang.Di saat itu pula Savana yang selesai mencicipi makanan, menolehkan kepala seolah baru saja menyadari keberadaanku, "Kau sudah bangun?"
Read more
Bab 13: Taman Hiburan
Aku datang lebih dulu dan menunggu di depan taman hiburan. Tidak lama untuk menunggu kedatangan Savana. Dari jauh hal pertama yang menarik perhatianku adalah ekspresi Sunny yang begitu girang. Sepertinya anak kecil itu sangat menantikan hari ini. Setelah sampai di hadapanku, Savana berkata, "Apa kau menunggu lama?" Aku menggelengkan kepala pelan. Hanya lima belas menit seharusnya bukan waktu yang lama. "Aku belum lama ini datang. Ah," aku menunjukkan apa yang ada di dalam genggaman, "aku sudah memesan tiketnya. Kita bisa masuk ke taman hiburan sekarang." Savana terlihat sedikit terkejut sekaligus menyayangkan sesuatu. “Padahal kau tidak perlu sampai seperti itu. Hari ini adalah ulang tahun Sunny dan aku memintamu untuk datang menemani. Sudah seharusnya aku yang membelikan tiket." Tiket hiburan yang aku genggam kini membuatku teringat akan suatu hal. Untuk membeli tiket hiburan yang terbilang ti
Read more
Bab 14: Permen Kapas Kuda
Sunny masih tersedu, tetapi perhatiannya sudah teralih. Perlahan tangisan mulai memudar dan tangannya tidak lagi sering mengusap air mata."Dari permen kapas itu, kita bisa mendapatkan kuda yang sangat besar," sambungku memperagakan kata 'besar' menggunakan kedua tangan."Apakah yang paman ... katakan ... itu benar?" ucap Sunny masih sedikit tersedu."Tentu saja!" Aku menunjuk salah satu stan yang mana menjual permen kapas. "Kita bisa mendapatkannya di sana. Apa kau menginginkannya?"Sunny menganggukkan kepala, lalu aku menggenggam tangannya untuk pergi. Hanya saja langkah anak kecil yang ingin aku bawa memberat dan membuatku segera menolehkan kepala. Saat ini aku melihat Sunny yang kini melihat ke satu titik. Di sana ada Savana yang sedang menelepon."Ada apa?""Sunny tidak boleh makan permen," ucapnya dengan tampang sedih.Tidak lama kemudian tampak Savana mengham
Read more
Bab 15: Sebuah Tamparan
Aku melebarkan kedua mata sambil menatap ke arah Savana yang terlihat sama terkejutnya denganku. Jika begitu, aku tidak mungkin salah dengar. Sunny benar-benar memanggilku dengan sebutan yang menurutku mustahil. Selama ini aku berpikir akan sulit membuat Sunny menerima kehadiranku, tetapi nyatanya tidak seburuk itu."Pa-paman Papa?""Sunny, sekarang sudah waktunya untuk istirahat. Ayo, kita sikat gigimu lebih dulu," ajak Savana tiba-tiba. Aku merasa kalau dia sengaja mengalihkan perhatian.Aku duduk saja memperhatikan mereka berlalu pergi membawa permen kapas kuda menuju kamar. Entah aku harus senang karena anak dari wanita yang aku sukai menerimaku atau aku harus sedih karena tidak terlihat kata 'setuju' di ekspresi wajah Savana. Meskipun begitu aku cukup senang karena Sunny tidak lagi bersedih di hari ulang tahunnya.Lama menunggu akhirnya Savana muncul dan menutup pintu kamar lambat-lambat. Dari gerakannya tampak
Read more
Bab 16: Wanita Pengganggu
Aku memang masih bergantung pada orang tua, akan tetapi bukan berarti aku tidak berusaha memeras keringat. Sebisa mungkin aku ingin meringankan beban kedua orang tua dengan bekerja sambil menempuh pendidikan. Tidak seharusnya tingkatakanku begitu buruk. Namun, sudah sulit seperti itu, bukan berarti aku mendekati Savana karena ingin mencukupi kebutuhan. Tujuanku murni karena perasaan yang aku punya padanya. Bahkan, satu persen pun tidak pernah terpikirkan untuk mengambil keuntungan dari hubungan kami. Kini berganti aku yang menekan-nekan dada Jacob. "Kau memang menang dalam segi materi. Sayangnya materi bukan satu-satunya hal yang paling dibutuhkan dalam sebuah hubungan. Aku memang kerikil kecil dan kerikil kecil ini juga bisa membuatmu terpeleset." Tatapan Jacob semakin marah, ditambah dia menyingkirkan tanganku dengan kasar dan membuat kemarahan semakin jelas terlihat. Sepertinya kemarahan yang Jacob punya sudah terbakar, tetapi
Read more
Bab 17: Luapan Perasaan
Aku duduk dengan canggung bersama Rose di salah satu meja. Semua orang di sekeliling kami berpakaian formal layaknya memiliki integritas tinggi. Tidak berbeda dengan apa yang menempel di tubuhku. Namun, dibandingkan hal itu, aku tertarik pada para tamu yang hadir di restoran yang mana duduk secara berpasang-pasangan. Didukung oleh ruangan yang didesain seolah menjadi latar tempat kencan.Menu makanan dihidangkan tanpa kami pesan terlebih dahulu. Berbeda dengan Rose yang tampak santai-santai saja, justru otakku dipenuhi oleh tanda tanya besar. Sampai saat ini belum ada jawaban yang aku dapatkan dari Rose mengenai keberadaan kami. Hingga para pegawai yang menghidangkan makanan pergi, baru aku memiliki kesempatan untuk berbicara dengan tenang."Apa—""Wah, semua terlihat sangat menggiurkan! Aku tidak sabar untuk memakan semua hidangan ini!"Aku menghentikan tangan yang akan bergerak mengambil sepotong daging, lalu berk
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status