All Chapters of I Love You. And You?: Chapter 11 - Chapter 20
21 Chapters
Calon Teman Dekat
Ibu baru saja pergi ke rumah saudara Bapak yang sedang sakit karena kecelakaan motor. Aku yang pertama kali mengalami skorsing, bingung hendak melakukan apa. Padahal jika aku sedang di sekolah, aku selalu berharap cepat-cepat pulang. Namun setelah setengah hari di rumah tanpa hiburan dan melakukan apapun, aku merasa sedikit jenuh. Aku melihat jam dinding di ruang televisi. Sudah masuk jam makan siang ternyata. Ibu pergi dari pagi dan sampai sekarang belum juga kembali. Aku bangkit dan berjalan menuju meja makan. Perutku sudah keroncongan.
Read more
Kisah Masa Lalu
Aku dan kedua orang tuaku duduk bersama di satu meja makan. Makan malam kali ini terasa berbeda karena mereka mau menemaniku makan. Biasanya meja ini hanya diisi olehku sendiri saat Bapak dan Ibu tidak bertengkar. Karena kalau mereka bertengkar aku akan makan di kamarku. Kalaupun mereka tidak bertengkar, biasanya Bapak lebih dulu dibanding aku. Kemudian disusul Ibu. "Makan yang banyak, Sekar. Mumpung lauknya enak," kata Bapak. 
Read more
Suasana Hati
Selama masa skorsing, aku melakukan rutinitas yang sama. Membaca buku, belajar, menonton televisi, makan, membersihkann rumah, lalu tidur. Dua puluh empat jam yang kulakukan adalah hal monoton kecuali membaca buku. Tidak ada radio yang menemaniku rasanya ada yang kurang. Aku jadi tidak lagi bisa mendengar cerita lucu dari penelpon laki-laki yang sering membuat Bento marah dan lagu-lagu yang diputar untuk menemaniku.
Read more
Warung Soto Bu Jah
"Kok makan di sini sendiri?" Aku mendongak ketika mendengar suara bariton yang mulai terdengar familiar di indera pendengaranku. Narendra duduk di kursi Melinda dengan tubuh menyamping serta kepala yang ditopang di atas meja dengan sebelah tangannya. "Iya."
Read more
Bolos Bersama
Aku baru saja sampai rumah saat sebuah pesan masuk ke dalam ponselku. Setelah amsa skorsingku habis, Ibu mengembalikan lagi ponselku. Tapi hanya itu yang dikembalikan. Sedangkan radioku sudah entah ke mana. Mungkin ditukar tambah. Dan buku-bukuku juga tidak mungkin kembali kaena sudah dibakar habis hingga hanya menyisakan abu yang sudah kubuang ke tempat sampah.Lain kali luangkan waktu lebih panjang untuk mendengarkan ceritaku.Begitu isi pesan yang masuk. Aku mengingat-ingat nomer siapa ini. Karena hanya tertera nomer tanpa nama, sepertinya dia bukan dari orang-orang yang kukenal sebelumnya.Aku mengulangi membaca pesan itu lagi. Luangkan waktu? Apa aku punya janji? Aku sudah mengetik pertanyaan dan siap mengirim sebelum sebuah pesan masuk lagi.Ini Narendra. Lupa tadi belum bilang. Hehehe."Narendra?" tanyaku pada diri sendiri.Kamu tahu nomerku dari mana, Nare?
Read more
Semakin Menggelap
Aku tidak bisa membayangkan apa-apa saja yang sudah diberikan Melinda pada Kak Rangga. Mengingat perkataan Nike mengenai foto mereka yang tanpa busana, sudah membuat pikiranku melayang ke mana-mana.Apa hubungan mereka sudah sangat jauh? Astaga, padahal kisah asmara mereka baru berjalan beberapa minggu saja. Apa Melinda cinta mati pada Kak Rangga? Mungkin saja.Lalu, apa Kak Rangga juga demikian? Ah, cinta mati atau tidak, perbuatan yang mereka lakukan tidak pantas. Apalagi mereka masih sekolah.Pikiranku yang dipenuhi pertanyaan-pertanyaan, membuatku tidak bisa tidur. Tahu-tahu sudah pagi dan aku sudah harus kembali lagi ke sekolah.Kemarin aku tidak menemukan Narendra di tempat menunggu bus. Hari ini pun tidak. Aku tidak ambil pusing. Mungkin dia sengaja mau membolos lagi.Saat di sekolah, baru saja aku melewati lorong kamar mandi, seseorang menarik tasku dan mendorongku ke tembok. Untung saja pun
Read more
Pertolongan
Aku tidak menganggap serius ucapan Narendra. Bagaimana pun kami baru berkenalan. Aku tidak bisa percaya begitu saja padanya dan menggantungkan perlindungan atau bantuan seperti yang ia katakan. Karena saat ia tidak ada, aku harus bisa menjadi super hero untuk diriku sendiri.Seperti saat ini ketika lagi-lagi langkahku harus tertahan karena Nike dan Sukma dibantu oleh Bagas dan Dida. Mereka berempat mencegatku."Stop dulu, Neng. Sini sini. Abang mau ngomong sama Neng," kata Bagas dengan logat yang dibuat-buat.Kedua tanganku mengerat pada tali tas ransel di pundak. Jika hanya ada Nike dan Sukma saja, mungkin aku tidak akan setakut ini.Aku bergeming. Bagas mendecak sekali, "Sini, Neng. Abang cuma mau ngomong sesuatu kok sama Neng. Bukan mau macam-macam."Bagas menoleh ke arah ketiga temannya, lalu berkata, "Ya, kecuali Neng yang mau dimacam-macamin. Disentuh dikit boleh kali ya," imbuhnya. Kalimatnya
Read more
Dijemput
Narendra mengantarku pulang kemarin. Tidak sampai di depan rumah memanng. Aku melarangnya. Aku khawatir jika Ibu melihat dia ada di depan rumah, Ibu akan mengusirnya dengan kasar.Kejadian saat aku diskorsing tentu masih menjadi pokok alasannya. Jadi, aku memintanya mengantar hingga di dekat gang rumah saja.Aku pikir Narendra benar-benar akan pergi setelah mengantarku. Tapi nyatanya tidak. Pemuda itu justru membuntutiku dari belakang dengan memberi jarak aman.Saat aku sudah masuk ke dalam dan mengintip dari balik tirai ruang tamu, aku mendapati dirinya tengah melihat keadaan rumahku. Aku tidak bisa menebak apa yang dia pikirkan.Setelah itu ia pergi dengan menyalakan kembali motor Ferdi.Dan pagi ini, aku melihatnya di depang rumah kosong yang berjarak dua rumah dari rumahku. Dia berdiri di sana sambil membaca komik.Awalnya aku tidak begitu memerhatikannya. Saat Narendra menurunkan komiknya, barulah aku tahu kalau itu adalah Narendra."Kamu kok di sini?" tanyaku heran."Menjemput ka
Read more
Kabar Buruk
Pikiranku tak berhenti memikirkan kejadian tadi siang. Saat Narendra berbohong untuk diriku dan membantuku mengganti buku itu dengan menambahkan kekurangannya.Aku bisa melihat ada gurat kekesalan di wajah pemilik toko itu saat Narendra mengatakan dirinyalah yang menghilang buku yang kupinjam. Sungguh, aku merasa tidak enak hati pada Narendra.Andai aku yang dimarahi oleh Putra, mungkin aku sudah menangis di sana saat itu juga.Aku mengembuskan napas panjang. Aku akan berbicara pada Narendra besok. Saat ini aku harus memberikan atensi penuh pada PR yang diberikan oleh Pak Sri. PR Kimia yang soalnya lebih sulit dibanding contoh soalnya.Aku mencoret-coret lembar kertas hitung. Berkali-kali aku menghitung dan berkali-kali pula aku tidak menemukan hasilnya. Angka hasil dari perhitunganku tidak ada dalam pilihan ganda di lembar soal.Aku mengerang frustasi. Mengapa soalnya bisa lebih sulit dibanding yang dicontoh dan dipelajari di kelas?Kutangkup kepalaku di atas meja belajar. Sepertinya
Read more
Bersandar
"Sekar. Bangun. Udah pagi."Aku mengerjap saat merasakan gerakan pada pundakku. Suara Ibu masuk ke dalam telinga sekali lagi dengan kalimat yang sama.Mataku membuka. Benda pertama yang kulihat adalah brankar Bapak yang lebih tinggi dari tempatku berbaring saat ini.Aku bangkit dengan posisi duduk di atas ranjang. Mengumpulkan sisa kesadaran yang masih berada di alam mimpi.Aku tidak berangkat sekolah hari ini. Ibu tidak membuatkan surat ijin ataupun menelpon pihak sekolah. Sepertinya Ibu bersungguh-sungguh dengan ucapannya.Ibu meminta tambahan kasur lipat untuk keluarga yang mendampingi pasien. Aku dan Ibu tidur berhimpitan. Sehingga saat aku bangun, tubuhku terasa luar biasa kaku."Kamu pulang sana. Bersihkan rumah dulu. Nanti baru balik ke sini," titah Ibu. Tangannya sibuk melipat selimut loreng hitam putih khas milik rumah sakit yang semalam kami gunakan.Aku mengangguk. Menuruti kemauan Ibu. Aku juga tidak akan menyalahkan Ibu jika Ibu tidak meminta ijin untukku pada pihak sekola
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status