Semua Bab Memilih Menjemput Cinta: Bab 21 - Bab 25
25 Bab
Hatiku Hancur Mendengarnya
 Lama kutatap tanpa kedip raut Pak Dimas yang masih menunggu jawabanku. Menit kemudian, kuingat ia bersitegang dengan suamiku di post satpam.   Tidak menutup kemungkinan akan terjadi perang besar jika aku memaksa menerima tawaran supervisor di depanku ini.  "Pak Dimas, terimakasih banyak tawarannya. Mungkin lain waktu. Suami saya sudah menunggu di depan," jawabku kemudian, setelah mengingat Novi sebelumnya menyampaikan kabar itu sebelumnya.  Dengan langkah lebar, aku bergegas melenggang pergi meninggalkan cubicle milikku.  Tak butuh waktu lama. Aku sudah sampai di depan kantor tempat aku bekerja. Benar. Ku lihat suamiku mondar-mandir menunggu di depan mobilnya yang sengaja diparki
Baca selengkapnya
Aku Menyebutnya Lara
    Aku masih berteman benci, menatap sayu mata suamiku yang sedang duduk bersandar di dinding kamar sambil termangu.    Aku memilih menjauh. Ketimbang duduk berjajar yang membuat dadaku terasa sesak.      "Besok," ucapnya lirih memulai pembicaraan kami yang sebelumnya hening.     Aku membelalakkan mata, keningku berkerut mencoba mencerna ucapannya.   "Apa?" tanyaku, berpura-pura tidak memahami maksud ucapannya yang begitu singkat.     "Pernikahanku dengan dia digelar," jawabnya dengan suara serak.      Kini Teguh yang kukenal kejam seolah beruba
Baca selengkapnya
Ini Bukan Inginku
 Aku berusaha menghindar. Namun pria yang mengenakan jas mewah yang kini berdiri di hadapanku, dalam keadaan basah kuyup ini mencoba menenangkan aku bahwa ia bukan pria yang berbahaya dengan memegangi kedua bahuku.  "Jangan takut, aku hanya ingin memberikan tas milik anda yang tertinggal di mobil saya," ucapnya, sembari mengulurkan tangan menyerahkan clutch bag berwarna merah maroon yang segera kuraih.  "Terimakasih," ucapku dengan kepala tertunduk tak berani menatapnya.  Ia tidak membalas lagi. Hanya menatapku sesaat, kemudian pergi lagi.  Suasana pernikahan kembali melintas di benakku. Mengingatkan aku tentang kesedihan yang baru saja ku alami. 
Baca selengkapnya
Badai Apa Lagi?
Setelah tragedi pernikahan kedua suamiku, aku memilih diam di rumah keluarga sambil menunggu proses perceraian yang ku ajukan.   "Aku minta cerai!" teriakanku di malam pertengkaran terakhir itu selalu terngiang di kepalaku.  Suaranya terdengar mendengung ribuan kali. Entah mengapa aku sulit melupakan suamiku. Bahkan saat ini hanya menunggu putusan pengadilan.  Setiap detik, setiap waktu, wajahnya, setiap keping kenangan yang kami lalui bersama seakan film yang selalu diputar berulang-ulang di benakku.  Aku selalu menangis setiap kali mengingat kembali semua perlakuan kasarnya yang dulu-dulu. Tetapi terkadang juga rindu dengan kenangan indah meski itu hanya sebentar.  
Baca selengkapnya
Asmara
Napasku semakin sesak dan memburu saat menemukan sosok pria berjas hitam sedang duduk menunggu di ruang tamu.   Tubuhnya terlihat tegap dan proporsional dari belakang. Dari caranya bersikap. Pria itu seperti tak asing bagiku. Aku melangkah mendekatinya. Kemudian duduk berjajar di sebuah sofa panjang di ruang tamu, setelah menoleh dan kutatap wajahnya. Aku semakin terkejut dibuatnya.  "Arfi—"  Mulutku tercekat. Tak mampu menyelesaikan kalimat terakhirku setelah memanggil namanya. Nama yang selama ini ingin ku kubur dalam-dalam. Nama yang pernah membuatku patah hati dan hingga kini lukanya belum kering.  Setelah kuingat, wajah yang sama ternyata adalah pria
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status