Semua Bab Madu Untuk Istriku: Bab 51 - Bab 60
90 Bab
Dalam Mimpi
"Kamu mau 'kan maafin aku?" Entah kepala Dani baru saja terjedot di mana, hingga dia bisa mengucapkan kata-kata sakral itu.Bukannya terharu ataupun tersentuh akan permintaan maaf Dani, rasanya Reni malah ingin membenturkan kepala suaminya itu agar bisa kembali seperti dulu.Bukannya tidak senang Dani berubah, hanya saja perubahan itu hanya bersifat sementara. Jadi dari pada repot-repot menerima permintaan maafnya, lebih baik Reni tidak pernah melihatnya lagi."Baik, Mas. Aku akan memaafkanmu.""Benarkah, Ren?" Dani terlihat begitu sumringah mengetahui hal itu. Dia hampir saja ingin memeluk Reni, jika saja wanita itu tidak menghindar."Iya." Reni mengangguk, "tapi, itu hanya dalam mimpimu, Mas." Reni tampak tenang saat mengucapkannya. Reni menatap Dani sembari tesenyum penuh arti. Bagaimana bisa dia memaafkan laki-laki tukang selingkuh yang tega mengkhianatinya itu?Reni selama ini tidak pernah mengeluhkan ten
Baca selengkapnya
Anugerah Terindah
Kondisi Reni sudah sepenuhnya membaik. Kini, dia sudah berada di rumah. Sebenarnya, tak ingin dia merepotkan Yudha, tapi lelaki itu terus memaksanya untuk menerima niat baiknya."Terima kasih, ya, Nak Yudha." Reni telah berada di kamar, dan Yudha ditemani oleh Yanti masih berada di ruang tamu.Selama Reni sakit, Yudha tak pernah absen menjenguknya. Hingga Reni merasa tidak enak akan semua perhatian Yudha."Iya, Tante. Tidak usah sungkan. Reni dulu teman saya yang sangat baik. Jadinya, saya tidak akan segan untuk membantunya." Yudha tak ingin orang tua Reni berpikir buruk atas semua kebaikannya. Dia masih ingin menjaga nama baik Reni di mata kedua orang tuanya itu.Ya, meski tak bisa dipungkiri jika hatinya mendamba lebih. Namun, dia masih waras untuk tidak mempermalukan orang yang dicintainya itu."Oh, iya. Tante sampai lupa menanyakan hal ini. Nak Yudha sudah berkeluarga?" Yanti penasaran, jika Yudha sering menjenguk Reni, apakah istr
Baca selengkapnya
Tidak Ada Celah
Tak terasa usia kandungan Reni telah memasuki bulan ke-empat. Usaha ternak kelincinya pun mengalami kemajuan pesat. Sejak saat itu, Dani sudah tidak pernah menghubungi Reni lagi. Bahkan untuk sekedar menanyakan bayi dalam kandungan Reni.Tapi, Reni tak mau berpikir banyak tentang hal itu. Dalam dunianya hanya ada dirinya dan juga calon anaknya. Tak lupa kedua orang tuanya dan juga Zaki."Kak!" Zaki masuk ke dalam rumah. Dia habis membersihkan kandang kelinci agar tidak bau pesing. "Iya, Zak." Saat ini Reni sedang menghitung total keuntungan yang diperolehnya. Wajahnya tampak berseri karena besarnya nominal keuntungan yang didapat."Pakan kelincinya sudah hampir habis." Zaki bertugas membersihkan kandang dan juga memberi makan kelinci. Serta mengecek jika ada yang habis, entah itu pakan ataupun vitamin."Oke, Zak. Nanti Kak Reni coba hubungi Kak Yudha." Reni tersenyum pada Zaki. Dia merasa beruntung memiliki adik yang begitu gigih dalam usaha
Baca selengkapnya
Awal Karma
Dani sedang duduk dengan gusar di sebuah ruangan. Dari pelipisnya keluar keringat dingin yang semakin mengucur deras.Kepalanya hanya bisa tertunduk menahan semua rasa malu dan amarah. Tangannya saling meremas menampilkan kegugupan yang belum pernah dirasakannya."Saya sangat kecewa dengan Pak Dani." Seorang lelaki berisi, dengan perut buncit berusia sekitar 35 tahun meletakkan sebuah map dengan kasar di atas mejanya.Lelaki itu menghela napas kasar, bukti rasa kecewanya yang begitu besar. Dia membenarkan kaca matanya yang sesekali terjatuh karena hidung mungilnya.Dani masih terdiam, tidak bermaksud membantah. Dia terlalu malu hanya sekedar membuka mulut."Sudah berapa lama Pak Dani melakukannya?" Kini kedua tangannya berada di atas meja menopang dagunya yang berlipat.Di samping Dani ada dua orang berpakaian sekuriti yang sedari tadi berdiri tegak di sana."Ba-baru se-sekali ini, Pak." Dapat terdengar suara Dani yang bergertar, rasa
Baca selengkapnya
Kecewa
Dering ponsel Dani tidak juga membangunkan lelaki yang tengah terlelap itu. Sedari pulang dari pabrik, Dani langsung masuk ke kamarnya dan berbaring. Dia benar-benar merasa malu ada yang mengetahui perbuatan kotornya itu."Suara hape kenceng banget, kenapa tidak diangkat?" Halimah menggerutu karena nada dering Dani sedari tadi mengganggu telinganya. Sejak jam empat tadi belum berhenti, hingga kini nyaris jam setengah lima.Dengan tergesa, Halimah mendatangi kamar Dani. Dia hendak mengetahui ke mana anaknya itu hingga tidak mendengar bunyi dering telepon."Ealah ...! Ternyata molor, to, dari tadi?""Dan!" Halimah mengguncang bahu Dani pelan."DAN!" Kali ini lebih kencang dengan suara yang juga lebih keras.Dani bergeming, dia tidak menanggapi guncangan sekasar itu."DAN!" Tak menyerah, Halimah terus mengulanginya."Apa, sih, Bu?" Mungkin dia merasa jengah karena ibunya yang tidak menyerah untuk membagunkannya."Ini hape k
Baca selengkapnya
Abai
"Jadi, kamu beneran nyalahin aku, Mas?!" Tari merasa begitu kesal dengan limpahan kesalahan yang Dani berikan."Maaf ... maaf. Mas nggak bermaksud nyalahin kamu. Mas dipecat dan kini merasa pusing. Maafin aku, Tar." Kesadaran Dani tiba-tiba kembali. Dia menjadi merasa bersalah pada Tari karena menyalahkan wanita itu."Sudahlah, Mas. Aku juga pusing. Kehamilan aku sudah hampir terlihat, tapi belum ada yang secara jantan mengakui."Tari menutup teleponnya. Tentu saja kali ini dia merasa kesal dan terhina. Kenapa Dani malah menyalahkannya.Tari menaiki motornya dan melajukannya. Dia saat ini hanya ingin menemui Fandi, anak laki-laki satu-satunya itu. Dia sangat merindukannya kali ini.Tari memutuskan untuk langsung pulang ke rumah orang tuanya. Meluapkan kerinduannya pada anak yang sangat disayanginya itu. Mumpung kandungannya belum terlihat jelas.Sepanjang perjalanan, Tari hanya bisa menangis. Apa yang sudah dilakukannya kini. Mencintai suami
Baca selengkapnya
Dua Sisi 1
Dani pagi ini kelimpungan hendak mencari pekerjaan. Dia sudah mandi pagi dan bersiap dengan pakaian hitam putihnya ala para pelamar kerja. "Kok kamu nggak pake seragam, Dan?" Halimah nampak heran dengan anaknya itu yang tidak memakai seragam, tidak seperti biasanya."Mau cari kerja, Bu," jawab Dani singkat Dia sudah mengira saat dia mengucapkan itu, pasti ibunya akan mencecarnya dengan beberapa pertanyaan lagi."Kerjaan kamu kemarin gimana?" "Dipecat.""Dipecat? kok bisa?" Semakin heran, Halimah berusaha mengorek segalanya dari Dani. Bagaimana dengan uang jatah makan Dani jika dia tidak kerja?"Nyatanya bisa, Bu. Assalamu'alaikum." Tak ingin berdebat lebih lama dengan wanita yang melahirkannya itu, Dani segera berpamitan pada ibunya itu. Meninggalkan Halimah yang masih menyimpan banyak tanda tanya untuk Dani.Dia harus memulai lagi dari awal. Sebenarnya dia tidak memilki arah tujuan kali ini. Dia tahu mencari pekerjaan tid
Baca selengkapnya
Dua Sisi 2
"Bagaimana bisa dia tahu tentang hal ini?" Reni melihat ke arah pemuda itu. Sementara Yudha melihatnya dengan wajah tak senang. "Bram! Gimana kamu bisa sampai di sini?" Tentu saja Reni heran dengan kedatangan Bram. Warung makan ini baru saja buka dan yang tahu hanya orang-orang tedekatnya. Apalagi dia tidak merasa mengundang pria itu."Iseng aja jalan-jalan, terus sampai di sini. Ini milik kamu?" Netra Bram melihat ke sekeliling, pria itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Warung makan Reni ini terbilang cukup sederhana. Dia menyewa sebuah warung di pinggir jalan dengan bangunan sederhana. Seperti warung-warung lainnya, tidak ada yang istimewa dari rumah makan milin Reni ini. Hanya mungkin lebih bersih dan tertata rapi."Lho, Yud! Kamu juga ada di sini?" Bram menghampiri Yudha yang sudah bermuka masam karena interaksi antara Bram dan Reni. Tanpa meminta ijin, pria itu memeluk Yudha seperti teman lama yang sudah lama tidak bertemu.Bagaiman
Baca selengkapnya
Sadar Diri 1
"Ren!" Kini Reni dan Yanti tengah berada di warung makan yang baru dua minggu ini Reni buka. Belum banyak pengunjung, tapi setidaknya rumah makan ini bisa berjalan meski merangkak. Reni juga tidak berpangku tangan menunggu pengunjung datang. Dia aktif mempromosikan warungnya di media sosial. Hal itu sedikit banyak berdampak pada usahanya.Tapi yang memberikan sumbangsih terbesarnya adalah Yudha. Pria itu sering sekali membawa temannya untuk makan di sana. Meski jarak antara kantor Yudha dan juga warung makan milik Reni lumayan jauh, tapi Yudha selalu bisa mengajak temannya untuk makan di sana. Beberapa ada yang datang lagi membawa keluarganya. Masakan di rumah makan itu dipuji sangat enak. Tidak salah Reni mempercayakan masalah dapur pada ibunya."Iya, Bu!" Reni masih fokus dengan buku di tangannya. Kini dia sedang sibuk menghitung laba ternak kelinci yang dimilikinya. Hanya itu sumber penghasilan utamanya kini. Setelah Dani sama sekali tidak menafkahinya. Dia juga sud
Baca selengkapnya
Sadar Diri 2
Reni merasa tidak ada yang istimewa dari dirinya, bahkan suaminya saja mencampakannya demi wanita lain. Tapi, kenapa dua orang itu malah seolah sedang bersaing memikat hatinya? Bukan ingin merasa geer, tapi begitulah kenyataannya. Reni hanya kasihan pada keduanya. Dia bukan wanita yang pantas untuk diperebutkan. Terlebih statusnya yang tidak jelas.Setelah sat itu, Reni tak terlalu memperhatikan keduanya jika mereka berada di warung makannya. Reni memilih untuk tetap di tempatnya tanpa menyapa keduanya. Baru jika mereka ingin membayar, maka Reni yang melayani mereka.Yudha merasa gusar jika Reni seperti itu. Semangat hidupnya kini hanya Reni. Yudha sendiri tidak mengerti kenapa dirinya tidak bisa melupakan wanita itu. Meski sudah bersuami, bahkan kini tengah mengandung. Jika ada yang mengatakan dia bodoh, mungkin memang benar. Tapi, dia tidak bisa mengingkari perasaaannya.Tak lama setelah Reni mengucapkan hal itu, Yudha segera kembali ke tempat ker
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status