Semua Bab Taruhan Cinta CEO: Bab 71 - Bab 80
207 Bab
Bab 71. Minta Maaf
Kedua anak kembar itu menghabiskan waktu di kamar sang tante karena Sisil tidak boleh keluar dari ruangan itu oleh mertuanya. Mereka bercanda dan bermain sampai kelelahan.“Tante, aku ngantuk. Apa aku boleh tidur di sini?” tanya Gara pada sang tante.“Iya, aku juga ngantuk,” timpal Bara sembari menutup mulutnya karena menguap.“Boleh dong, Sayang,” sahut Sisil sembari membelai rambut kedua keponakannya.“Kamu juga tidur ya, Sayang,” ucap Bunda Anin pada menantunya. “Cucu-cucuku kalian tidur yang nyenyak ya, Nenek keluar dulu. “ Bunda Anin mencium pipi kedua cucunya sebelum keluar dari kamar.Setelah sang nenek keluar kamar, mereka mengatur posisi yang nyaman untuk tidur siang. Sisil tidur di antara mereka, kedua anak laki-laki itu tidur sembari memeluk sang tante.Sementara di kantor Aldin, ia sedang bersiap-siap untuk ke kantor Gilang setelah kerjaannya tidak terlalu numpuk.
Baca selengkapnya
Bab 72. CEO Mesum
“Minta maaf?” Gilang menegakkan duduknya. “Minta maaf sama siapa?” tanya Gilang pada sepupunya itu. “Gue minta maaf sama lo,” ujar Aldin. “Punya salah apa lo sama gue?” tanya Gilang sembari terkekeh. Laki-laki itu kembali menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa. “Gue udah berburuk sangka sama lo. Gue pikir lo mau merayu kakak ipar lo sendiri,” ujar Aldin. Gilang tertawa terbahak-bahak. “Sisilnya nggak mau sama gue, dia cinta mati sama beruang kutub, padahal gue lebih tampan,” ujar Gilang dengan sangat percaya diri. Aldin menggelengkan kepalanya. “Kapan lo tobat?” tanya Aldin pada Gilang. “Gue nggak bisa ngebayangin kalau Nenek Marisa tahu kelakuan lo.” “Kalau bakal tobat kalau udah menemukan cewek yang bisa membuat gue jatuh cinta dan bertekuk lutut di hadapannya. Dari sekian banyak cewek yang gue kencani nggak ada yang bisa menggetarkan hati ini. Mereka cuma bisa menggetarkan senjata gue aja,” ujar Gilang sembari tertawa terbahak-bahak
Baca selengkapnya
Bab 73. Barang Rongsok
Gilang bangun dari duduknya, lalu berjalan mendekati lemari pendingin yang ada di ruangannya. Laki-laki itu mengambil dua botol minuman kopi dingin. Setelah itu ia kembali dan memberikan satu botol minuman itu kepada sepupunya. “Dia dikawal terus sama Mami. Gimana caranya gue modusin dia,” ucap Gilang setelah mengenggak minumannya. Aldin tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan saudaranya itu. “Mami udah tahu kelakuan anaknya,” ucap Aldin. “Nama calon istri lo siapa?” “Naya,” jawab Gilang. “Nayara Fateen Agis,” lanjutnya. “Nama yang cantik,” sahut Aldin. “Apa anak itu tahu kelakuan lo? Apa keluarganya juga tahu?” Aldin terlihat sangat penasaran dengan calon istri saudara mesumnya itu. “Kepo lo! Kayak emak-amak,” cibir Gilang sembari mendelikkan matanya pada Aldin. “Kampret lo!” umpat Aldin yang membuat Gilang tertawa terbahak-bahak. “Lo pikir aja sendiri. Mana ada orang tua yang mau menjodohkan putri satu-satunya kepada laki-lak
Baca selengkapnya
Bab 74. Aldin Marah
Aldin kembali masuk ke dalam ruangan CEO FaRiz Group setelah sekian menit ia keluar dari ruangan itu.Laki-laki tampan itu masuk tanpa mengetuk pintu. Ia tertawa geli pada dirinya sendiri. Lalu, duduk di kursi yang ada di hadapan sepupunya itu."Ngapain lo balik lagi?" tanya Gilang dengan nada yang tidak suka. Aldin tertawa terbahak-bahak melihat wajah kesal si CEO mesum itu. "Ada yang gue lupa," balasnya."Apa lagi?"Gilang bangun dari duduknya, melangkahkan kaki menuju sofa. Aldin pun mengikuti langkah sepupunya."Gue ke sini mau bilang kalau Sisil belum bisa masuk kerja dua hari ini," ucapnya setelah duduk di hadapan laki-laki tampan berlesung pipi itu."Kenapa kakak ipar gue? Sakit?" tanya Gilang pada suami sekretarisnya."Dia kelelahan abis olahraga pagi," ucapnya sembari terkekeh."Udah belah duren lo?" Gilang mencondongkan badannya pada Aldin. "Gimana rasanya ngebobol gawang perawan?'"Nggak usah sok
Baca selengkapnya
Bab 75. Bukan Perjodohan Murni
Setelah keluar dari kantor FaRiz GRoup, Aldin tidak kembali ke kantornya. Ia langsung pergi ke rumah Mami Tyas, orang tua dari Gilang, sepupunya.Setelah sampai di kediaman sang tante, Aldin merogoh ponselnya sebelum keluar dari mobil berwarna putih itu."Rud, tolong kamu tangani semuanya. Aku nggak balik lagi ke kantor, masih ada urusan," ucap Aldin pada asistennya yang tak lain adalah sahabatnya sendiri.Laki-laki yang sedang diliputi amarah itu ternyata menelpon sang asisten. Orang kepercayaannya, sahabat dekat Aldin yang bekerja kepadanya."Siap, Bos," jawab Rudi dengan semangat. "Bikin anak yang banyak, Bos," lanjutnya sembari terkekeh dan langsung memutus sambungan teleponnya."Asisten kurang ajar!" hardik Aldin sembari menatap layar ponselnya saat sambungan telepon mereka sudah terputus.Rudi pikir Aldin pulang ke rumah untuk memadu kasih dengan sang istri karena sang bos sudah berbaikan dengan istrinya. Aldin kembali mem
Baca selengkapnya
Bab 76. Mengontrol Si Gundul
Aldin segera pulang ke rumahnya setelah dari rumah sang tante. Ia jadi pusing sendiri memikirkan bagaimana caranya menyadarkan Gilang."Halo, Sayang," bisik Aldin dengan suara yang ia buat berbeda sembari memeluk erat wanita bertubuh mungil yang sedang berdiri di balkon kamarnya.Sisil terkejut saat ada yang memeluk tubuhnya. Wanita itu langsung memukul lengan yang melingkar di perutnya. Wanita bertubuh mungil itu takut ada orang jahat yang menyusup ke dalam kamarnya. Ia memberanikan diri menoleh ke belakang."Al! Kamu ngagetin aku aja." Sisil merasa lega saat tahu kalau yang memeluknya adalah suaminya sendiri, laki-laki yang sangat ia cintai."Kamu pikir siapa yang berani masuk ke kamar ini?" tanya Aldin sembari mengendus aroma ceruk leher wanitanya."Kenapa kamu udah pulang?" Sisil membalikkan badan menghadap sang suami."Kenapa? Kamu nggak suka laki-laki tampan ini pulang lebih cepat?" Aldin menarik pinggang sang istri hingga
Baca selengkapnya
Bab 77. Pacaran Setelah Menikah
Aldin mengajak Sisil duduk di kursi santai yang ada di balkon itu. “Sayang, apa kamu mau membantu Mami?” tanya Aldin pada istrinya.“Bantu Mami?” Sisil menautkan alisnya, ia penasaran dengan apa yang terjadi pada sang tante.  “Mami Kenapa?”“Tolong kamu bantu Naya untuk membuat Gilang jatuh cinta kepadanya, supaya anak itu tahu artinya mencintai dan menghargai seorang perempuan, bukan hanya untuk melampiaskan hasratnya aja. Mami sangat sedih melihat kelakuan anaknya. Aku takut beliau stres karena terus memikirkan si brengsek itu.”“Naya, calon istri Gilang?” tanya Sisil yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Tentu saja, Sayang. Aku akan membuat Gilang mengemis cinta kepada calon istrinya itu. Tapi, aku nggak kenal Naya,” ucap Sisil sembari tertawa geli.Bagaimana  bisa ia membantu Naya, sedangkan ia belum pernah bertemu dengan calon istri sang bos. Namanya saja
Baca selengkapnya
Bab 78. Selalu Berburuk Sangka
Aldin tertawa terbahak-bahak sembari mengacak-acak rambut panjang sang istri yang hitam mengkilau. “Ya sudah, aku mandi dulu.” Aldin melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar meninggalkan istrinya sendirian di balkon.“Aku kira dia mau ngajak aku mandi bareng,” gumam Sisil setelah suaminya masuk kamar.“Kalau kamu mau, ayo kita mandi bareng,” sahut laki-laki dengan brewok tipis di rahangnya yang kembali menghampiri sang istri dan langsung menggendongnya.“Al, lepasin!” Sisil terus meronta dalam gendongan sang suami.Namun, laki-laki tampan itu tidak mendengarkan ocehan istrinya. Aldin malah mendekap erat wanita bertubuh mungil itu.“Jangan banyak gerak, nanti kamu jatuh,” ujar Aldin.Makhluk tampan itu melumat bibir sang istri dengan dengan rakus, tapi hanya sebentar yang membuat Sisil memanyunkan bibirnya. Laki-laki itu tertawa geli melihat bibir sang istri yang mengerucut.
Baca selengkapnya
Bab 79. Cemburu Itu Marah
“Om ganteng kok udah pulang?” Bara terkejut saat melihat suami dari tante cantiknya keluar dari kamar mandi. Begitu pun dengan Aldin.“Ini ‘kan masih sore, kenapa Om udah pulang?” kali ini Gara yang bertanya kepada kakak dari sang mommy.Mereka masuk kamar sang tante sembari teriak-teriak, kedua anak itu pikir tidak ada orang lagi di kamar itu. Bara dan Gara memang lebih dekat kepada Sisil dari pada Aldin.“Om kangen sama kalian,” jawab Aldin sembari tersenyum. “Om mau ganti baju dulu ya.” Laki-laki yang hanya menggunakan handuk untuk menutup tubuh bagian bawahnya itu berjalan menuju ruang ganti.“Tante, Om ganteng kenapa udah pulang? Ini ‘kan masih siang?” tanya Bara kepada sang tante karena jawaban dari laki-laki yang dia panggil om itu tidak memuaskan.“Om lagi sakit kepala, makanya dia pulang cepat,” jawab Sisil sembari mengusp-usap lembut pipi anak kembar itu.
Baca selengkapnya
Bab 80. Menahan Amarah
 Aldin mengayunkan kakinya melangkah menghampiri sang istri. Laki-laki yang memakai kaus berwarna abu dan celana pendek selutut berwarna cream itu mendekati meja nakas dan mengambil setangkai bunga mawar putih kesukaan Sisil.“Sejak kapan kamu suka ini?” tanya Aldin sembari mencium aroma dari kelopak mawar itu. “Kamu suka bunganya atau orang yang mengirim bunga ini?”Laki-laki itu melempar bunga mawar putih itu ke atas nakas. Ia terbakar cemburu saat ada laki-laki yang lebih tahu tentang kesukaan istrinya. Dan mengirimkan bunga itu melalui keponakannya.“Sejak dulu aku sudah menyukai bunga mawar putih,” jawab Sisil. “Dan yang ngasih bunga ini tuh Gara bukan Nabil. Sahabatku hanya memberitahukan bunga kesukaanku kepada Gara.” Sisil terpancing amarahnya saat sang suami menuduhnya yang bukan-bukan.“Kenapa aku tidak tahu kalau kamu suka bunga mawar putih? Apa karena yang memberikannya orang special?
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
21
DMCA.com Protection Status