All Chapters of Menggapai Cinta Sang CEO: Chapter 41 - Chapter 50
68 Chapters
41. Makan Malam
“Selamat pagi.” Sebuah kecupan mendarat di bibir Maura. Maura menggeliat kemudian mengerjapkan mata. “Dave....” Panggil Maura masih dengan mata sedikit terpejam.  “Hmm....” Dave membalas dengan dehaman pendek. Ia pun memutuskan untuk duduk di samping Maura.  “Dave....” Panggil Maura lagi. Ia terlihat masih enggan membuka mata. “Tidakkah kau ingin membuka mata, Maura. Aku sudah duduk di sampingmu dari tadi.” Dave mengembuskan nafasnya kasar. Ia sengaja berpura-pura marah. Maura langsung membuka mata begitu mendengar nada bicara Dave yang berbeda. “Kau sudah rapi?” Maura mengerjap satu kali sebelum akhirnya membelalak keheranan. “Ya.” Jawab Dave singkat. Dave beranja
Read more
42. Prahara
Dave menggenggam tangan Maura sangat erat. Ia seolah tidak rela membiarkan Maura pulang sendirian. Matt yang sedang mengemudi tidak bisa menyembunyikan kegugupannya. Ia khawatir tidak bisa mencapai bandara tepat waktu. “Menyetirlah dengan hati-hati, Matt.” Dave memperingatkan Matt yang melajukan mobil dengan kecepatan melebihi batas aman berkendara. Matt menekan pedal rem perlahan untuk mengurangi kecepatan. “Jika memang pesawat terakhir tidak terkejar, aku akan ikut pulang bersama Maura.” Dave membuat keputusan final. Maura segera menarik tangannya sebagai bentuk protes. “Jangan, Dave.” Maura menggeleng cepat.  “Kau tidak boleh bersikap seperti ini.” Lanjut Maura. Dave menyunggingkan senyum tipis. “Kau tidak nyaman
Read more
43. Kapal dan Dermaga
Menyadari Maura sudah tidak ada di sampingnya, Dave menepuk kesal tempat tidur yang berantakan. Disibaknya selimut yang menutupi separuh tubuhnya. Dave menuju lemari pakaiannya kemudian mengambil kaos yang berada di tumpukan paling atas. Dengan langkah tergesa Dave keluar kamar dan menuruni anak tangga dengan cepat. Didengarnya suara berisik dari arah dapur.“Apa Maura benar-benar pergi?” Dave berdiri sambil menatap punggung Bibi Tilda. Bibi Tilda menjawab dengan anggukan tanpa melihat Dave.“Ya, sekitar setengah jam yang lalu.” Ujar Bibi Tilda sambil melirik jam meja yang bertengger di atas lemari pendingin.“Apa Maura mengatakan sesuatu?” Tanya Dave masih di posisinya berdiri.“Ya, ia bilang akan kembali hari Senin. Entah siang
Read more
44. Tak Bisa Jauh Darimu
“Maura, kumohon buka pintunya. Aku tahu kamu belum tidur.” Dave masih belum mau menyerah. Maura bimbang, apakah ia harus membuka pintu dan menghadapi Dave saat ini atau tetap bertahan di atas tempat tidur dan mencoba mengabaikan Dave.Ugh… Pasti mata sembabku akan membuat Dave bertanya terus. Rutuk Maura dalam hati. Sisi dirinya yang begitu ingin melihat Dave menuntun Maura membuat keputusan. Maura merangkak menuju tepi tempat tidur lalu melangkah menuju pintu dengan mengendap-endap.“Maura.” Dave langsung merengkuh Maura begitu pintu kamar terbuka. Maura merasa nafasnya sesak.“Dave, tolong lepaskan. Kau membuatku sesak nafas.”“Maaf.” Dave mengurai pelukannya perlahan
Read more
45. Dance with Me
“Hmm…. Mencium aromanya saja aku jadi semakin lapar.” Dave melangkah tergesa sambil melonggarkan dasi yang melingkari lehernya.“Hai, kau sudah pulang.” Maura mendekat ke arah Dave. Dibantunya Dave melepas dasi dan kancing teratas dari kemejanya.“Kau datang sendiri?” Maura melihat ke arah pintu depan.“Kau ingin aku datang bersama Rosaline?” Dave sengaja menggoda Maura. Maura tergagap mendengar pertanyaan Dave.“Biasanya Matt menyertaimu ke mana pun.” Fiuh. Maura menghela napas lega. “Matt pulang untuk mengambil pakaianku.” 
Read more
46. Ambruk
Entah sudah berapa kali Maura menginjak kaki Dave karena salah dalam menyelaraskan langkah dengan aba-aba Dave ketika menari. Namun Dave tak sedikit pun menunjukkan ekspresi marah atau kesal. Wajahnya justru menampilkan senyum yang ambigu, antara menertawakan kesalahan Maura atau meringis kesakitan karena kakinya terinjak.“Fokus, Sayang.” Dave kembali tersenyum sambil memandang sepasang manik mata Maura dalam-dalam.“Kita berhenti saja, Dave.” Bisik Maura begitu pelan. Ia benar-benar gugup dan merasa bersalah. Rasa malu karena tidak bisa mengimbangi Dave menari telah menyelimuti dirinya sejak tadi.Tiba-tiba Rosaline muncul dengan mengangkat sebelah tangannya, meminta musik yang mengalun lembut berhenti.“Dasar payah.” Maki Rosaline.
Read more
47. Piknik
“Matt, bisa aku bicara sebentar?” Maura berkata dengan suara pelan. Raut wajahnya melukiskan kekhawatiran. Maura khawatir mengganggu Matt yang tengah menekuni tablet yang dipegangnya. Matt melirik sekilas pada sosok Maura yang berdiri di sisi kanannya. “Ada apa, Maura?” Matt meletakkan tablet ke atas meja lalu menengadah, menatap Maura. “Emm.... Bolehkah aku memakai kartu debit yang kamu berikan dulu.” Maura memandang Matt tanpa berkedip. Ia seperti menyimpan asa yang begitu besar. “Untuk apa?” Matt sengaja melontarkan pertanyaan itu. Ia sebenarnya tahu bahwa semua uang yang tersimpan dalam kartu debit itu adalah milik Maura. Namun Matt juga tahu jika Maura menolak itu karena merasa tidak meminta. “Aku ingin membeli sepeda. Hari Minggu nanti aku berencana pergi bersa
Read more
48. Menghindar
“Selamat malam.” Maura berusaha menyembunyikan keterkejutannya ketika mendapati semua orang berkumpul di meja makan. Bibi Tilda dan Ingrid langsung menghambur ke arah Maura. Sementara Dave hanya melihat sekilas lalu kembali menatap meja makan. “Kamu ke mana saja? Kenapa baru pulang?” Bibi Tilda membelai rambut Maura yang kusut masai. Kemudian tangan rentanya menyapu dahi Maura yang basah. “Maaf, aku jalan-jalan dulu.” Dusta Maura. Sebenarnya ada banyak hal yang telah dikerjakan Maura, mulai mencetak beberapa foto untuk dibawa Ingrid seandainya ia jadi pergi ke Indonesia dan bekerja di sebuah café dan mendapat lima puluh euro.  Maura memang sengaja memmisahkan diri dari rombongan ketika kembali dari piknik mereka. ia berdalih mencetak beberapa foto. Sampai di sini Maura memang tidak berbohong, namun ia sengaj
Read more
49. Pelik
Ponsel Maura yang berada di atas meja makan bergetar cukup lama. Maura menghentikan kegiatan memasaknya bersama Bibi Tilda. Diraihnya ponsel yang terus berkedip. Begitu melihat nama Ingrid yang memanggil, bergegas Maura menerima panggilannya.“Maura, aku lolos.” Ujar Ingrid tanpa memberi kesempatan Maura untuk mengatakan halo.“Benarkah?” sepasang mata Maura membola. Ia sangat senang mendengar kabar yang disampaikan Ingrid. Sambungan kemudian diinterupsi bunyi tut tut, tanda Ingrid mengganti panggilan suara ke video.“Tentu saja. Kau tahu, aku akan berangkat pekan depan.” Wajah Ingrid yang menunjukkan rasa puas dan gembira begitu menyenangkan untuk dilihat. “Wah, secepat itu?” Maura berseru takjub bercampur heran. Mau
Read more
50. Surat Lamaran
Maura baru sadar jika ia sudah terlalu lama terduduk di depan ruang kerja Dave. Bisa saja Dave tiba-tiba membuka pintu dan mendapatinya bersimpuh sambil menangis. Tidak, tepergok Dave dalam kondisi seperti ini bukanlah hal yang diinginkan Maura. Ia tidak mau Dave prihatin melihat kondisinya kemudian menaruh belas kasihan. Maura sungguh tidak menghendaki itu.Tergesa-gesa Maura menyeka air mata yang telah menganak sungai lalu beranjak dari duduknya dengan susah payah. Bergegas Maura bangun dan  berjalan dengan langkah lebar menuju dapur. Ia ingin minum. Tenggorokannya terasa sangat kering setelah menangis. Minum segelas air dingin mungkin akan sedikit menolongnya. Menolong tubuh dan perasaannya agar lebih baik. Setelah menandaskan segelas air, Maura menuju bak cuci piring untuk mencuci gelas yang baru saja dipakainya. Hampir saja gelas yang tengah dib
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status