All Chapters of Eleanor: Chapter 81 - Chapter 90
103 Chapters
81-Keputusan Besar
Kedua tangan ia tumpukan diatas meja seraya menangkup wajahnya. Alva betah memperhatikan Elena yang begulat dengan peralatan dapur. Apron dengan motif bunga yang dikenakan membuat Elena semakin menggemaskan. Apron itu sengaja Alva beli dan perdana Elena pakai karena memang tujuan Alva membelinya saat itu adalah untuk Elena dan hari ini hal itu tercapai. Alva melihat Elena mengenakannya seraya memasak sesuatu untuknya. Bayangan akan masa depan begitu saja terlintas di pikiran Alva. Pemandangan seperti ini mungkin akan ia lihat setiap hari nanti. Membayangkannya saja membuat hati Alva bergetar, ia berharap itu tak hanya menjadi sebuah angan namun sesuatu yang dapat ia gapai. Elena berbalik dengan panci yang ia bawa. Uap yang mengepul menandakan masakan itu masih sangat panas. Alva menegakkan tubuhnya menyambut kedatangan Elena dengan wangi masakan yang menyeruak pada indra penciumannya. “Ini pasti enak,” ucap Alva seraya memandangi sup ayam yang sedang Elena sa
Read more
82-Penekanan
Bel apartemen berbunyi beberapa kali. Elena mulai membuka matanya dan tersadar bahwa ia juga ikut tertidur di sofa. Bahunya masih terasa berat, Alva masih pulas disana dengan selimut yang menutupi tubuhnya hingga ke leher. Elena kembali menempelkan punggung tangannya di kening Alva, mengecek suhu tubuh itu. Syukurlah membaik, batin Elena yang tak merasakan kening Alva yang panas seperti tadi. Obatnya cocok dan membuat Alva tertidur pulas juga.Ting! Tong! Bel kembali berbunyi, hampir saja Elena lupa bahwa tadi ia terbangun akan suara itu. Perlahan Elena menggeser tubuhnya dan menyandarkan kepala Alva pada sandaran sofa. Elena mulai beranjak dari sana dengan hati-hati takut Alva terbangun karena geraknya. Ia juga berjalan cepat menuju pintu karena suara bel yang bisa saja mengganggu tidur Alva.Suasana hening tercipta saat pintu mulai terbuka, dua orang terdiam berdiri kaku diantara bingkai pintu hitam. Saling mengunci pandangan, menatap satu sama lain. Kedatangan Rosie
Read more
83-Sakit Hati
Dalam kegiatan memasaknya, Elena terus terpikirkan akan ucapan Rosie yang cukup menyayat hatinya sampai air mata tak dapat ia bendung lagi. Di hadapan Rosie Elena mengeluarkan cairan mataya, tetapi wanita itu terlihat tak peduli akan respon Elena sampai ponsel Rosie yang bergetar membuatnya beranjak dan menyudahi acara bincang yang tak ingin Elena alami lagi. Sebegitu bencinya kah Rosie padanya sampai berucap yang tak mengenakan hati di depannya. Elena berbalik menghadap wastafel, ia menarik nafas panjang dan mengusap jejak tangisnya. Tak ingin ia berlarut dalam kesedihan ini. Dirinya bisa saja memilih pergi dari sini, tapi Alva menjadi alasannya bertahan dan tetap melanjutkan apa yang sudah ia niatkan sebelumnya yaitu memasak untuk makan malam nanti.Tak mungkin Elena meninggalkannya apalagi dalam keadaan Alva yang sedang sakit. Untuk itu, Elena mengesampingkan rasa sakit hatinya. Apa ini yang dinamakan memperjuangkan sebuah hubungan, Elena baru tahu rasanya sekarang. Elena
Read more
84-Penyesalan Rosie
Sebuah meja bundar dekat jendela ditempati oleh seseorang yang sedang termenung. Pandangannya berpusat ke arah luar jendela bergaya bay yang disesuaikan dengan tema coffee shop yaitu klasik eropa. Café ini adalah salah satu tempat yang sering Rosie jumpai seorang diri. Sudah menjadi kebiasaanya setiap ada masalah ia menikmati secangkir kopi di tempat ini. Keberadaan coffee shop cukup jauh dari area jalanan menjadikan suasana tak terganggu dengan berisiknya kehidupan kota. Sebagian besar pengunjung datang untuk mencari ketenangan dan suasana café sangatlah mendukung. Begitu pun dengan Rosie, ia lelah dengan pikirannya yang riuh sejak tadi.Berbagai ingatan muncul di pikirannya. Ingatan akan sikap seorang ibu terhadap anak sambungnya. Akhir-akhir ini Alva menunjukkan penolakan akan apa yang sudah Rosie bentuk sejak dulu. Sesuatu yang Rosie ciptakan agar anak itu dapat membanggakan. Sebuah pencapaian luar biasa berhasil Alva raih, ia berhasil menjadi seseorang yang
Read more
85-Merajuk
“Gimana El?” tanya Luna.Elena mengerutkan keningnya karena memang ia tak tahu dengan topik pembicaraan mereka sebelumnya.“Emm.. aku gak tau maksud kalian apa,” ucap Elena yang mulai mendekatkan piring berisi makanan itu pada Alva. Alva menerimanya dan mengambil salah satu menu dari sana.“Weekend nanti kita anak kost putri banurasmi bakal ke pantai, tadi siang kita rencanain dan kebetulan kamu lagi gak ada di kostan El, jadi baru di kasih tahu sekarang,” jelas Luna. Elena mengangguk dengan mulut membentuk huruf O.“Iya El, kebetulan kamu belum kita kasih tahu ya. Harus ikut ya, wajib nih buat anak kost putri banurasmi,” tutur Gisel yang mulai bergabung.Lagi-lagi Elena mengangguk, tapi dengan jawaban yang belum ia berikan. Banyak hal yang perlu Elena pertimbangkan, waktu, pekerjaan dan suasana hatinya. Apakah dirinya ingin ikut atau tidak.“Aku juga udah bilang ke Nyonya Mei dan dia gak
Read more
86-Saling Percaya
“Lo serius udah baikan?” tanya Reno yang begitu khawatir.“Hm,” dehem Alva.“Serius gue kaget banget, pagi tadi Nyonya Rosie telepon marah-marah karena gue biarin pas lu sakit. Ya, gue mana tau lu lagi sakit Va,” tutur Reno yang terus mengikuti Alva yang menelusuri koridor menuju studio rekaman. Jadwal Alva hari ini memang akan melakukan rekaman single pertama yang judulnya masih di rahasiakan.“Jadi lu khawatir karena kena marah?” tanya Alva tanpa menoleh ke arah Reno.“Bu..bukan itu, serius gue khawatir sama lu Va.” Alva tak lagi menimpali, ia membuka ruang studio dan melihat Erick bersama staf lainnya yang sudah siap di sana.“Pagi ganteng, akhirnya datang juga,” seru Erick menyambut kedatangan Alva.“Sorry, gue belum telat setengah jam kan?” kata Alva.“It’s okay tapi kamu membuat seseorang lama menunggu sejak tadi,” tutur Erick.
Read more
87-Pertemuan
Alva dan Rachel menelusuri jalanan setapak di antara gundukan-gundukan tanah yang ditumbuhi rerumputan hijau diatasnya. Alva membaca setiap nama yang tertera pada batu nisan yang sempat ia lihat. Jantungnya berdebar menantikan Rachel menghentikan langkahnya yang itu artinya mereka sudah sampai di tempat tujuan. Apa yang dinantikan Alva pun terjadi, Rachel berhenti menghadap dua gundukan tanah di depannya. Alva bergeser untuk berdiri di samping Rachel. Nama Raditya Andi yang Alva baca dari batu nisan yang ada di hadapannya, matanya melirik ke samping dan apa yang terjadi di dalam sana, terasa hancur berantakan. Kenyataan ini telah Alva ketahui sebelumnya, ia pun mengikuti Rachel dengan sadar. Tapi setelah melihatnya secara langsung dan kini berada di depan matanya semua rasa sakit ini begitu jelas.“Ini makam ibu… dan juga ayahku,” kata Rachel yang tetap memperkenalkannya pada Alva walaupun sebenarnya pria itu sudah tahu. Alva belum bersuara, Rachel menoleh
Read more
88-Menggila
Kedua tangan Rachel memegang erat seatbelt yang baru ia gunakan di tengah perjalanan karena Alva yang mempercepat laju mobilnya sampai Rachel tersentak. Bahu Rachel terbentur pintu, salahnya tak mengenakannya seatbelt sejak awal.“Alva kamu gila!” seru Rachel yang memandang takut Alva yang menatap tajam jalanan di depan sana. Rachel tahu, Alva sedang tersulut emosi.“Aku tau kamu lagi marah, tapi tolong jangan kayak gini Va! Bahaya!” Rachel berteriak, berharap Alva akan tersadar, tapi nyatanya tidak. Alva terus saja mengemudikan mobilnya menggila.Rachel kini mulai memejamkan matanya seraya merapalkan doa, kini ia hanya berharap pada tuhan untuk menjaga dirinya dan Alva, terhindar dari hal yang tak diinginkan.Rachel merasakan laju mobil itu kini terhenti, nafasnya tak beraturan dengan tubuh bergetar. Perlahan ia membuka matanya bersamaan dengan suara pintu samping yang di buka. Sontak Rachel menoleh ke arah samping dan melihat Alv
Read more
89-Enggan Melepaskan
Elena menekankan kedua kakinya pada lantai, menahan tubuh itu agar tak terjatuh karena Alva yang tiba-tiba menghampiri dan merengkuhnya. Tapi, walaupun tak melakukan itu Elena yakin Alva tak akan membiarkannya terhempas ke lantai. Sekarang saja pelukan Alva begitu erat seakan tak ingin terlepas. Elena merasakan geli pada lehernya, karena Alva yang menyembunyikan wajahnya di sana. Hembusan nafas Alva tak beraturan, membuat Elena khawatir dengan kondisi Alva saat ini.“Va, ada apa?” tanya Elena dengan tangan yang mulai terangkat membalas pelukan Alva, lalu mengusap punggung itu. Bukan jawaban yang Elena dapatkan, ia malah merasakan tangan Alva yang semakin melingkar sempurna pada tubuhnya. Tatapan mata Elena kini bertemu dengan manik mata Felic yang sama-sama memperlihatkan keterkejutannya. Bergeser ke samping kini pandangan Elena bertemu dengan Rachel yang beberapa detik setelahnya menolehkan pandangan ke arah lain seakan menghindar.“Va.” Tangan
Read more
90-Risih
Elena mengunyah makanannya perlahan, matanya sesekali melirik ke arah Rachel yang duduk bersisian dengan Alva. Kursi yang tadinya Elena ingin tempati, diduduki lebih dulu oleh Rachel. Oke gak apa El, masih ada kursi lain kan, batin Elena saat menarik diri dari arah belakang Alva menuju kursi yang kini berseberangan dengan Alva. Elena duduk bersisian dengan Felic. Sejak awal acara makan, Rachel begitu telaten menghidangkan menu ke dalam piring Alva. Ia mengambilkan Alva nasi, bertanya Alva ingin makan dengan apa dan Rachel pun mengambilkannya. Senyum Elena tersungging melihat itu, walaupun entah kenapa ada rasa tak nyaman pada perasaanya apalagi Alva yang terlihat tak keberatan dengan perlakuan Rachel. Elena langsung tepis perasaan itu. Alva dan Rachel adalah saudara, kamu gak berhak cemburu El, batin Elena lagi mengingatkan diri sendiri.Bukan hanya Elena yang tak nyaman dengan pemandangan itu, rupanya Felic pun diam-diam memicingkan mataya. Merasa heran dengan Alva yang bias
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status