All Chapters of Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang Gay: Chapter 21 - Chapter 30
43 Chapters
Chapter 18.2
Dari dalam ruangan Kevan yang berdinding kaca, aku dapat melihat Sandra berkali-kali mondar mandir, berpura-pura menuju kamar mandi yang ada di lorong ujung. Memang kalau mau ke kamar mandi pasti melewati ruanganku dan Kevan terlebih dahulu.Namun aku tahu, pasti bukan kamar mandi tujuan utama gadis itu. Melainkan Kevan yang ingin dia lihat. Logika saja, mana mungkin dia ke kamar mandi setiap lima menit sekali. Memangnya dia sedang diare? Ini sudah kuperhatikan sejak tadi, kurang lebih sudah sepuluh kali ia lewat.Dan setiap kali dia lewat, pandangannya terus tertuju ke tempat aku dan Kevan kini sedang berada.Gadis itu seperti ingin memastikan aku sudah pulang atau belum. Entahlah, perasaanku yang mengatakan demikian. Maafkan aku Tuhan, jika akhir-akhir ini hatiku selalu diliputi perasaan negatif. Namun, perempuan kan selalu identik dengan perasaannya yang sensitif dan teramat peka. Jadi, kupikir apa yang kulakukan ini ta
Read more
Chapter 19.1
Bibir Kevan berada tepat di depan bibirku. Jarak kami sudah sangat dekat untuk bisa saling bertukar saliva kini. Aku menutup mata untuk meredakan kegugupan yang semakin menjadi.Aku hanya bisa pasrah apapun yang terjadi setelah ini. Toh, hal ini sudah seharusnya terjadi dari dua tahun yang lalu bukan? Berciuman layaknya pasangan suami istri.Namun, lagi-lagi aku harus bersabar karena tiba-tiba seseorang mengetuk pintu. Aku dan Kevan sama-sama terlonjak kaget. Dan setelah itu harapan itu hilang, Kevan keluar ruangan karena ada seseorang yang mencarinya di depan.Keesokan harinya, aku kembali menjalankan aktivitas seperti biasa. Kevan tak lagi bertanya tentang perasaanku, dan Sandra masih tetap dengan segala usaha-usahanya.Ternyata menjadi overthinking itu sangat melelahkan ya. Sebetulnya, aku ingin kehidupanku kembali seperti semula. Tak ada beban dan ketakutan yang berlebihan seperti ini.Oh, Tuhan, sampai kapan gadis itu menguji iman dan kesabara
Read more
Chapter 19.2
Jujur, aku bingung melihat Sandra. Jika melihat sikap dan cara bicara gadis itu, dia tak cocok sebetulnya menjadi penggoda. Dia masih takut-takut dalam menjalankan rencananya. Seolah-olah, itu semua murni bukan keingingan gadis itu sendiri. Namun ada orang lain di belakangnya yang selalu memaksa.Apakah mungkin itu ibunya?Jika mengingat ekspresi wajah dan kalimat yang diucapkan ibunya tempo hari, jelas wanita paruh baya itu terobsesi ingin menjodohkan kembali anaknya dengan Kevan.Hal yang wajar, mengingat Kevan memang memiliki potensi yang besar untuk dipuja-puja para wanita. Aku yang istrinya saja mengakui jika Kevan itu ganteng, postur tubuhnya ideal, penampilannya juga sangat masa kini. Belum lagi kariernya. Dia memiliki karier yang sangat bagus di usianya yang baru saja menginjak kepala tiga ini. Jadi, hal yang lumrah jika banyak ibu-ibu yang ingin menjodohkan Kevan dengan putri mereka."Mas Kevan,"
Read more
Chapter 20.1
Semalam Kevan tak pulang. Dia juga tak berusaha menghubungiku. Berkali-kali aku bangun dari pembaringan, menatap jendela dan berharap mobil Kevan terparkir di halaman, namun nyatanya aku tak menemukan apa-apa. Di luar hujan turun dengan derasnya. Apa yang suamiku lakukan di luar sana? Sedang apa ia? Apakah ia bersama Sandra? Ataukah hal buruk terjadi padanya?Kuambil ponsel, kutelusuri semua portal media. Aku tak menemukan apa-apa. Tak ada berita sedikit pun mengenai Kevan. Paling tidak, aku sedikit bisa bernapas dengan lega. Suamiku baik-baik saja. Lantas kemana ia? Bahkan ponselnya pun tak bisa aku hubungi.Apa mungkin ia sedang bersama Sandra? Lalu sesuatu terjadi pada keduanya?Kugigiti kuku-kuku jariku. Dengan gerakan yang sama, sejak tadi aku berjalan mondar mandir menoleh ke arah jendela kamar, berharap tiba-tiba pagar rumah kami terbuka lebar dengan lampu mobil Kevan yang menyala terang, memberikan isyarat bahwa ia
Read more
Chapter 20.2
Ternyata benar, Mama Wardah sakit vertigo. Penyakit lama yang sesekali suka kambuh. Natha juga ternyata sedang ada urusan ke luar kota sehingga ibu mertuaku itu hanya tinggal berdua saja dengan asisten rumah tangga. Khawatir jika terjadi sesuatu, maka aku dan Kevan memutuskan untuk menginap di rumah Mama Wardah selama beberapa waktu, merawatnya hingga keadaannya membaik.Kevan pun akhirnya bercerita jika malam itu dia hanya mengantar Sandra saja, lalu segera pulang ke rumah ibunya karena ketika sedang dalam perjalanan, asisten rumah tangga ibunya menelpon, mengabarkan kondisi ibu mertuaku itu menurun.Kevan segera membawa ibunya ke IGD dan tak sempat mengabari karena kebetulan ponselnya lowbat. Dia tak membawa charger karena ketika pulang memang dalam kondisi emosi, sehingga tas beserta isinya ia tinggal di resto.Setelah kejadian dengan ibunya Sandra, akhirnya Kevan mulai menyadari bahwa ucapanku mengenai Sandra itu benar
Read more
Chapter 21.1
"Prenagen di rumah masih ada nggak Ma?" Sebuah suara membuatku menoleh. Tepat di sebelah kiri. Satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu yang sedang mengandung dan satu anak laki-laki lucu berusia sekitar lima tahun.Aku dan Kevan sedang belanja bulanan saat ini di Carrefour. Dan keluarga manis ini berhasil mencuri perhatian ketika aku sedang mengantri di kasir. Kevan sedang mencari sesuatu yang tertinggal di deretan rak."Masih kok Pa, masih cukup. Nanti aja beli lagi," jawab si ibu yang sedang hamil tua ini. Dapat terlihat aura bahagia dari wajahnya. Dia tak berhenti tersenyum. Betapa manis keluarga ini. Aku menyukainya."Folamil kamu masih ada, Ma?" tanya si suami lagi sembari mengelus-elus perut istrinya. Aku masih sibuk memperhatikan. Keluarga ini begitu hangat, membuat siapapun yang berada di sekitar mereka pasti akan menoleh dan menyunggingkan senyuman."Oh iya. Vitaminku
Read more
Chapter 21.2
Tak lama setelah kami berbelanja, Kevan pergi lagi. Entah kemana. Dia bilang ada yang harus diurus dan baru pulang setelah malam sudah sangat larut.  Mungkin karena kelelahan, dia langsung merebahkan diri di sofa ruang keluarga.  Sudah satu minggu ini Kevan seperti ini, menyibukkan diri dengan segala pekerjaan. Aku tahu ada sesuatu yang mengusik hatinya namun aku tak tahu pasti masalah apa yang sedang ia hadapi. Karena dia selalu menghindar jika aku mulai menyinggung tentang hal itu. "Kev, kalo ngantuk jangan tidur disitu. Langsung masuk kamar gih." Dia bergeming dan tak mengikuti ucapanku. "Kev.""Bentar, Ay. Sebentar aja."Kevan mengucapkan itu sembari menutup matanya. Tak biasanya Kevan begini. Dia kenapa ya?Merasa khawatir, maka aku pun
Read more
Chapter 22.1
Aku membuka mata ketika merasakan sesuatu yang lembut menyentuh kening cukup lama. Rasanya aneh ketika menyadari Kevan yang melakukan itu. Lalu yang terjadi sekarang dia sedang membelai pipiku dan tersenyum dengan manis ketika menyadari aku sedang menatapnya panik."Panas kamu udah turun belum?" tanyaku menyentuh keningnya, menyadari dia sakit semalam, tak bisa tidur dengan tenang karena panas tinggi.Bertahun-tahun aku bersahabat dengannya tapi baru semalam merasakan kekhawatiran yang berlebihan seperti itu. Mungkin karena kami tinggal serumah bahkan satu tempat tidur dan melihatnya sakit secara langsung membuat kepanikan ikut melanda atau karena sebagian hatiku sudah diisi olehnya? Entahlah, aku tak tahu pasti. Tapi yang kutahu merawat suami termasuk tugas istri kan?"Aku udah nggak panas lagi. Maaf ya Ay, kamu jadi nggak tidur semaleman." Dia mengambil anak rambut yang menutup sebagian wajahku dan menyematkannya di bali
Read more
Chapter 22.2
"Ante, Aya!" teriakan seorang bocah lucu yang sudah akrab di telinga ini membuatku menoleh. Aku tersenyum menyambut anak itu yang sedang berlari menghampiri sembari memegang boneka kesayangan."Eh, Ayu." Aku menciumi anak itu ketika dia sudah berada dalam pelukanku.Rambutnya yang wangi khas shampoo anak-anak membuatku semakin gemas untuk memberikan ciuman kecil pada puncak kepalanya. "Kok main sendirian?" tanyaku kemudian."Ndak cendilian ante. Ada Adek (Nggak sendirian Tante. Ada adek)." Dia menunjuk boneka perempuan yang tempo hari selalu dianggapnya sebagai anaknya sendiri itu."Oh iya main sama adek ya? Masih nangis nggak adeknya?""Ndak Ante. Udah iem. Udah mimik cucu adi (Nggak Tante. Udah diem. Udah minum susu tadi).""Eh ada mbak Aya. Ayu pasti lagi gangguin Tante Aya ya? Ngajak main terus." Mas Agung, Papa Ayu sudah berada di hadapan kami sekarang. Dia tersenyum
Read more
Chapter 23.1
Anak-anak dan dunianya. Sudah satu bulan ini aku terbiasa dengan hal itu. Dekat dengan Ayu membuatku lebih mengenal lagi dunia mereka. Aku menjadi tahu apa saja kesukaan anak empat tahun itu dan apa ketakutan terbesarnya.Dia suka frozen, suka kinderjoy, suka yupi, dia phobia jarum suntik dan dia juga sangat takut dengan darah. Pernah satu kali ia terjatuh dan menangis histeris setelah melihat ada darah pada kakinya. Aku berusaha menenangkan dan memeluk dengan sayang. Dia berhenti menangis dan tersenyum dengan sangat manis setelah itu. Aku tahu ada bagian dalam diri Ayu yang hilang, sesuatu yang sulit ia pahami. Dia merindukan satu sosok dalam hidupnya... kehadiran seorang ibu.Lewat suster yang menjaga Ayu, aku menjadi tahu penyakit yang diderita istri Mas Agung. Hipokalemia, penyakit yang disebabkan karena kurangnya kalium dalam tubuh. Ketika sedang mengandung calon adik Ayu, dia terjatuh dan menjadi berbahaya karena ternyata ib
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status