All Chapters of Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang Gay: Chapter 31 - Chapter 40
43 Chapters
Chapter 23.2
"Itu Ayu kenapa ya? Tumben rewel kayak gini?" tanyaku ketika mendengar suara tangisan Ayu. Kulirik jam dinding, pukul sepuluh malam. Dia tak biasanya begini. Aku menoleh pada Kevan yang baru keluar dari kamar mandi. Dia baru saja selesai bercukur. Dia terlihat lebih ganteng dan segar dengan tampilan barunya. Tapi aku tak mempedulikan itu, karena perhatianku sedang teralih oleh suara tangisan Ayu kini."Ngantuk kali mau tidur," sahut Kevan santai bersiap-siap naik ke atas tempat tidur."Tapi biasanya nggak gini, Kev? Udah setengah jam Ayu nangis. Aku nggak tega."Dia mengembuskan napas pelan. "Ya terus kamu mau ngapain? Udah ada bapaknya, Ay."Aku diam walaupun dalam hati rasanya tak tenang. Mendengar seorang balita menangis dengan keras di malam yang sudah larut ini membuat naluriku ikut terketuk. Jika tak ada Kevan, mungkin aku sudah berlari ke rumah sebelah. Memeluk Ayu dan memastikan ia baik-baik saja.
Read more
Chapter 24.1
Sesampainya di rumah sakit, Ayu segera mendapatkan perawatan. Menurut hasil pemeriksaan bocah itu positif gejala typus. Dan dia harus dirawat. Pantas saja suhu tubuhnya tinggi dan dia tak kunjung berhenti menangis semalaman.Aku saja yang setua ini merasa menderita sewaktu typusku kembali menyerang. Apalagi anak sekecil itu yang masih belum mengerti tentang sakit yang ia rasakan. Dari tempatku berada aku dapat melihat Ayu yang terlihat pucat dengan jarum infus yang menempel pada pergelangan tangannya. Jangan ditanya bagaimana usaha kami mendiamkannya ketika para suster berusaha memasang jarum infus itu pada nadinya. Butuh usaha ekstra dan kesabaran."Terima kasih Mbak, sudah mau mengantar Ayu. Maaf sudah merepotkan," ujar Mas Agung ketika Ayu sudah tertidur. Dia duduk di sisi pembaringan sedangkan aku dan Kevan duduk di sofa."Sama-sama, Mas. Saya nggak merasa direpotkan. Yang penting Ayu sembuh. Susternya Ayu kemana ya, M
Read more
Chapter 24.2
"Ay!!!! Sumpah gue kangen banget sama lo!" teriak Lintang begitu sampai rumahku. Dia memelukku sangat lama untuk melepas kerinduan kami berdua. Sudah berapa bulan aku tak bertemu dengannya karena kesibukan masing-masing."Aaaahhhh... gue juga Tang. Kangen banget! Sok sibuk sih lo." Kami berpelukan macam teletubbies. Biasanya Kevan akan ikut-ikutan mengganggu. Tapi untuk kali ini jangan harap. Dia juga sepertinya tahu diri untuk tidak ikut dalam aktivitas kami ini.Sebetulnya sih permasalahan pangsit bakso tadi pagi, Kevan sudah menyiapkannya untukku dan dia simpan di dapur. Pangsit bakso yang dia makan itu memang miliknya tapi sengaja dia melakukan itu untuk menjahiliku. Walaupun pangsit bakso itu aman tetap saja aku masih kesal dengannya. Dia rese dan menyebalkan. Jadi sejak pagi aku sengaja mendiamkannya. "Tumben laki lo nggak ikutan meluk-meluk. Kalian berantem?" tanyanya tiba-tiba, menyadari sesuatu yang tak bias
Read more
Chapter 25.1
"Ay, Kev ... thanks ya! Gue balik dulu," pamit Lintang melambaikan tangan. Aku membalas lambaiannya.Setelah mobil mereka menghilang, aku diam dan menyilangkan tangan menatap Kevan yang berdiri di depanku namun posisi lelaki itu membelakangi. Kevan yang berniat masuk ke dalam rumah lalu membalikkan badan dan langsung terkejut ketika menyadari aku sedang menatapnya."Lintang udah cerita semua tadi. Kamu keterlaluan ya, Kev, lebih milih cerita semua masalah ke Lintang daripada aku, istri kamu sendiri."Bukannya aku iri pada Lintang. Namun, siapa yang tak sakit, ketika suami sendiri lebih memilih membagi bebannya pada sahabatnya daripada istrinya?Aku lelah harus menduga-duga apa yang terjadi pada Kevan selama ini. Selalu berpikiran apa salahku hingga dia tiba-tiba berubah, seringkali diam dan terkadang marah.Dia mengambil napas dan mengembuskan perlahan. "Ay, aku minta maaf udah ke
Read more
Chapter 25.2
"Aaaaaahhh.... uuuuhhhhh, aaaaahhh, uhhhhhhh!" Telingaku meremang, hatiku berdebar, napasku tercekat.Bukan ... jangan salah. Itu bukan suaraku. Lantas itu suara siapa? Jelas itu suara cewek. Asalnya dari kamar. Dan dia ... dia mendesah! Jantungku berdetak berkali-kali lipat. Jangan bilang Kevan membawa seorang wanita dan mereka ... mereka mesum di kamar kami.Shit!Aku menggeleng dengan cepat membayangkan hal itu terjadi. Sejak kapan Kevan bisa? Ups ... bukan maksudku meremehkan. Tapi kita semua tahu bagaimana Kevan 'kan? Dia sejak kapan bisa? Aku saja yang sudah dia nikahi selama dua tahun belum pernah ia sentuh. Lalu tiba-tiba dia membawa seorang perempuan ke rumah. Ini gila! Entah aku yang gila atau Kevan yang gila. Oh, sepertinya Kevan yang gila! Dia gila membawa wanita lain ke rumah kami, bahkan masuk hingga kamar!Dengan perasaan campur aduk, aku buru-buru melangkah menuju ke tempat suara itu berasal. Kamar kami. Suara desahan itu semakin terdengar
Read more
Chapter 26.1
"Ayo Kev, kita masuk," ajakku. Kevan nampak ragu. Dia berkali-kali menggaruk tengkuknya. Ada keragu-raguan dari sorot mata dan gelagatnya. "Kenapa?" tanyaku kemudian. Heran akan sikapnya ini.  "Aku takut." Dia diam sebentar. "Nanti kalo adek kecilku dipegang-pegang gimana?" lanjutnya lagi. Tapi dapat terlihat, dia sedang tak bercanda kali ini. Tak ada sorot mata iseng dan jahil seperti biasanya. Tak ada senyum menyebalkan yang seringkali menjadi andalan. Aku mengernyit, bingung. "Kenapa dipegang-pegang?"  Dia diam sebentar. Dengan ragu menjelaskan ketakutannya. "Kan masalahku emang disitu. Biasanya orang kalo sakit aja yang dipegang bagian yang sakitnya kan?" Aku mendengkus. "Kev, kita ini m
Read more
Chapter 26.2
Kamu masih lama Ay pulangnya? Sebuah chat whatsapp masuk. Dari Kevan. Akhir-akhir ini (lebih tepatnya setelah kami terbuka tentang perasaan masing-masing) Kevan menjadi lebih protektif. Dia seringkali bertanya jika aku pergi lumayan lama dari biasanya. Hanya sekedar menanyakan kemana dan jam berapa pulang saja, sih. Tapi itu termasuk kemajuan, Kevan yang dulu tak pernah seperti itu.  Nggak sih, kayaknya. Kenapa? Aku membalas pesannya dan kutekan tombol send. Ya udah aku tunggu. Fotoin dong Ay kamu lagi ngapain. Kevan makin mirip ababil yang sedang jatuh cinta kan? Sedikit-
Read more
Chapter 27.1
Aku membuka mata dan melihat satu wajah yang sedang tertidur dengan pulas berada di sampingku. Sudut bibirku tertarik hingga terbentuk seulas senyuman. Rasanya tak menyangka apa yang sudah terjadi semalam. Seperti mimpi di siang hari bolong. Tapi bercak darah semalam cukup menjelaskan segala sesuatunya. Aku tak lagi perawan.Kevan si Pelaku itu, dialah sosok yang telah mengambil keperawanku. Dia sahabat sekaligus suamiku, sosok yang dulunya sangat menyebalkan dan seringkali membuat kesal itu semalam berbagi peluh denganku.Kevan melakukannya dengan sangat lembut dan berhati-hati. Bahkan ketika aku menitikkan air mata pun dia sempat menghentikan gerakannya. Lelaki itu berpikir aku menangis karena rasa sakit yang kurasakan. Memang sakit tapi aku menangis bukan karena itu. Rasa haru lebih menyelimuti hatiku. Bagaimana tidak, sesuatu yang selama ini menjadi pergumulan kami pada akhirnya menemukan jalan untuk dilalui. Dan itu terasa indah untuk
Read more
Chapter 27.2
"Heh, lo udah berhasil ya sama Kevan?" tanya Lintang tiba-tiba ketika aku sedang main ke rumahnya."Berhasil apaan?""Berhasil itu ... begituan. Iya yah?" tudingnya cepat tanpa basa basi. Aku jadi heran. Darimana dia tahu ya? Apa bentuk wanita yang sudah tak perawan itu terlihat dari luar? Seingatku dadaku masih begini saja bentuknya. Berat badanku juga tak mengalami perubahan yang berarti. Bibirku juga masih aman. Tak terlihat seperti gagal operasi. Lantas dari mana Lintang tahu?Jika sampai Kevan pelaku utamanya, aku dapat memastikan pintu kamar akan tertutup untuknya selama satu minggu."Apaan sih, Tang. Nggak ah." Bukan maksudku untuk berbohong. Tapi rasanya malu mengakui kenyataan itu. Entahlah aku tak terbiasa berbagi urusan ranjang dengan orang lain, meskipun itu sahabatku sendiri."Alah pake malu sama gue. Ngaku aja kenapa?""Kevan cerita lagi sama lo?" Aku betul-b
Read more
Chapter 28.1
"Ya udah Ay, ini bentar lagi aku mau jalan. Tiga jam lagi mungkin aku sampe rumah. See you, Sayang." Pada layar ponsel yang sedang kugenggam,  lelaki itu tersenyum padaku dari dalam mobil. Dia sedang berada di Bandung sekarang, dan akan pulang ke rumah setelah urusan bisnis yang sedang dikerjakannya selama satu minggu ini selesai.Komunikasi yang kami lakukan hanya sebatas video call seperti ini. Tapi itu cukup untuk mengobati kerinduanku. Dia belum sempat bercukur. Wajahnya mulai ditumbuhi bulu-bulu halus. Membuat dia menjadi sedikit lebih, seksi?"Oke Kev, kamu ati-ati ya. Kalo capek istirahat aja dulu. Jangan dipaksain nyetirnya." Bagian bawah mata yang menghitam cukup menjelaskan dia kurang istirahat akhir-akhir ini. Sebetulnya aku khawatir Kevan melakukan perjalanan seorang diri dari Bandung-Jakarta dengan kondisi yang terlihat lelah. Tapi bukan Kevan namanya jika ia tak keras kepala. Aku sudah berusaha membujuk
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status