Semua Bab Nikah Kontrak Ketika Hamil: Bab 41 - Bab 50
81 Bab
Membantunya Keluar dari Masalah
Di dalam perjalanan pulang yang diantarkan oleh Tony karena Eric masih ada pekerjaan yang harus ia selesaikan. Dalam keheningan itu, pikiran Mlathi terus tertuju pada banyaknya wartawan di depan perusahaan Eric. Kenapa begitu banyak wartawan di sana? Dan pertanyaan-pertanyaan itu kenapa terus tertuju antara hubungan mereka berdua? Atau jangan-jangan .... Mata Mlathi membulat penuh, ia baru ingat kejadian di pesta malam itu. Saat Eric mengakui statusnya di depan publik. Apa itu berpengaruh besar terhadap perusahaan Eric? Mlathi menoleh ke arah Tony yang pokus menyetir. "Hm, Asisten Tony. Boleh aku bertanya?" Pandangan Tony langsung berpindah ke kaca spion lalu mengangguk. "Silahkan Nyonya." "Apa wartawan tadi ada hubungannya dengan kejadian di pesta malam itu?" Tony terhenyak, apa yang harus ia katakan. Eric sudah berpesan padanya untuk jangan menceritakan tentang kesulitannya pada Mlathi. Dan sekarang ia terjeba
Baca selengkapnya
Masih Rasa yang Sama
<span;>Eric berjalan tegap dengan wajah datar dan tegas menaiki anak tangga, setelah berada di depan kamarnya ia segera membuka daun pintu dan segera masuk, membuat Mlathi yang sedang menonton TV terkejut dan reflek mematikan siaran TV. <span;>"Kau sudah pulang? Kenapa begitu cepat?" <span;>Pertanyaan Mlathi bukannya dijawab tapi malah membuat Eric memicingkan matanya dan terus membungkuk mendekatkan wajah mereka. Dengan perasaan takut, Mlathi berusaha menjauhkan diri sebisa mungkin. Namun belum sempat sempurna ia berdiri, Eric telah lebih dulu mengunci tubuhnya membuat ia tidak bisa lagi bergerak. <span;>"Ada apa? Kenapa kau-" <span;>"Ssstt, kenapa aku merasa sekarang kau semakin pintar saja? Apa karena aku terlalu baik padamu?" <span;>"Apa maksudmu?" seru Mlathi yang memalingkan wajahnya karena sekarang ia sudah mulai merasai deruh napas hangat menerpa wajahnya. <span;>
Baca selengkapnya
Boleh Kita Berteman?
Tepat pukul delapan malam, mobil ferarri hitam masuk ke pekarangan halaman rumah yang sangat luas. Terdapat beberapa mobil yang telah terparkir rapi di sana. Mlathi melihat sekitar dengan perasaan gugup, sedari tadi ia terus memainkan jemarinya karena pasalnua ia tidak pernah ikut perjamuan seperti ini apalagi jamuan orang-orang kaya dan berpendidikan, ia juga takut nanti akan mempermalu Eric. Saat Eric melepas sabuk pengaman, ekor matanya melirik Mlathi yang masih tidak bergeming. Terlihat wajah itu sangat gugup. "Kau takut?" "Tidak, hanya sedikit gugup." Eric merubah posisi duduknya menghadap Mlathi lalu memegang tangannya. "Tenang saja, semuanya akan baik-baik saja selagi kau bersamaku. Kau percaya?" Mlathi menatap manik hitam Eric lalu mengangguk pelan. Eric tersenyum dan hendak melepaskan pegangan tangan mereka. Tetapi kemudian Mlathi menahan tangan itu. "Tapi, bagaimana jika aku melakukan kesal
Baca selengkapnya
Mulai Merasa Tidak Tenang
"Bisakah kau menyingkirkan tangan busukmu itu dari istriku!" Eric langsung menarik tangan Mlathi menjauh dan berakhir jatuh ke pelukannya. Alian yang melihat itu seketika hatinya merasa panas apalagi saat Eric menyebutkan istri pada wanita yang baru saja ia tahu namanya. Eric terus menatap tajam tidak suka ke arah Alian yang juga membalas tatapan itu dengan sengit. Dua tatapan saling beradu, layaknya seorang petinju yang berusaha menjadi sang juara. Mlathi yang menyadari kucing dan tikus saling bertemu, membuatnya langsung berdehem dan itu berhasil membuat kedua pria itu saling berkedip. "Sudah malam, ayo pulang," ajak Eric hendak menarik tangan Mlathi pergi. "Alian, aku pulang dulu. Sampai ketemu lagi, dah," pamit Mlathi sembari melambaikan tangannya. Alian hanya tersenyum genting menyaksikan kepergian wanita yang telah berhasil membuat ia mau berubah menjadi lebih baik. Apalagi wanita itu pergi bersama pria la
Baca selengkapnya
Apa Dia Cemburu?
Mata Eric langsung mengkilat marah, jika di film anime maka ada semburat api di sekitar matanya. Ia langsung melangkah lebar ke arah dua orang yang kini tengah saling tertawa. Dan itu semakin membuat hatinya semakin meledak.  Eric langsung menarik tangan Mlathi hingga berdiri membuat dua orang itu terkejut dan saling menoleh. Eric terus-terusan menatap berang ke arah Alian. Ternyata lelaki itu lagi dan lagi, kenapa ia selalu berada di sekitaran Mlathi?  "Kau ... kenapa ada di sini? Bukankah kau sedang di kantor?" tanya Mlathi penuh dengan raut kebingungan.  "Kau membuatku tidak tenang."  Mlathi semakin memperdalam kerutan di dahinya akan jawaban Eric yang begitu membingungkan. Eric tidak peduli lalu kembali menatap nyalang ke arah Alian.  "Kau lagi, kenapa kau terus menerus berada di sekitar istriku. Taukah kau kalau dia sudah berstatus sebagai istri oran
Baca selengkapnya
Inilah Hukumannya
Matahari telah tenggelam hingga menyisakan kegelapan yang menyelimuti bumi. Cahaya lampu langsung merayap ke seluruh seantero permukaan bumi, terlihat sangat cantik jika dilihat dari permukaan lebih tinggi.  Mlathi baru saja keluar dari kamar mandi dalam keadaan bersih dan bersiap untuk tidur. Jalan-jalan tadi siang membuat ia begitu kelelahan dan rasanya ingin segera tidur dengan nyenyak.  "Eheemmm."  Suara deheman panjang memenuhi gendang telinganya. Otomatis ia langsung menoleh ke arah kasur yang di atasnya terdapat sosok lelaki yang sedang membaca majalah.  "Ada apa kau sakit tenggorokan?" tanya Mlathi polos, Eric menggeleng.  Mlathi hanya mengangguk lalu hendak berjalan menuju sofa.  "Hey, kau mau ke mana?"  Mlathi berhenti dan berbalik. "Mau tidur."  "Sini," ucap Eric semb
Baca selengkapnya
Ponsel Baru
Sejak kepergian Eric ke kantor, Mlathi terus-terusan senyam-senyum sendiri sembari memegangi pipinya yang masih terasa panas. Kalimat Eric masih sangat jelas terngiang di telinganya. Sungguh, tadi ia tidak salah mendengar. Eric benar-benar sedang memujinya.  Oh Tuhan, keberuntungan apa ini?  Mlathi seketika berputar tidak karuan seperti orang yang sedang mendapatkan bonus gaji dua kali lipat.  "Nyonya hati-hati. Anda bisa membahayakan diri sendiri," tegur Grace ketika melihat Mlathi terus menerus berputar tanpa henti.  Mlathi tersadar dan seketika menghentikan tindakannya barusan sembari mengelus perut buncitnya. "Sayang, maafin Ibu yah."  Grace menuntun Mlathi duduk di sofa ruang tamu dengan hati-hati, bagaimanapun dengan kondisi Mlathi yang hamil empat bulan harus dijaga dengan baik dan itu sudah menjadi tanggung jawabnya.  "Ny
Baca selengkapnya
Merindukan Ayah
Eric menjitak kepala Mlathi sedikit keras membuat yang empunya mengeringis sembari mengerucut. Lalu memasukkan ponsel butut Mlathi ke sakunya.  "Tidak ada penolakan, kau hanya bisa memakai yang ini. Mengerti."  "Tapi, aku tidak bisa menggunakannya. Ponsel ini jauh berbeda dari yang lama. Aku tidak mengerti," protes Mlathi lagi sembari membolak balikkan benda pipih itu.  "Tenang saja selagi kau bersamaku, semua masalahmu akan terselesaikan. Akan aku ajarkan sampai kau bisa."  Mlathi hanya bisa menghela napas pasrah, ia tidak bisa lagi memberi alasan untuk menolak. Lagi pula ponsel lamanya telah berada di genggaman Eric, mana bisa merebutnya kembali.  "Baiklah."  Eric tersenyum kemudian mengacak rambut Mlathi dengan gemes. "Pintar, patuh yah."  ***  Malam hari, Mlathi duduk di sof
Baca selengkapnya
Tidak Mungkin!
Malam hari, bintang begitu cantik bersinar di atas sana. Menghiasi langit hitam hingga tampak tidak menyeramkan. Kedua mata wanita sedari tadi hanya terus tertuju pada langit, menghembus napas berkali-kali. Otaknya terus berputar sebuah kaset kenangan saat ia remaja dulu. Saat-saat ia bersama keluarganya. Ayah, Ibu. Semuanya serasa begitu hangat. Senyuman mereka masih sangat jelas terlintas. Mlathi menghela napas panjang sembari memindai tatapannya menembus cakrawala di depannya, angin malam yang menerpa tubuhnya tidak lagi ia rasakan, bahkan itu terasa lebih nikmat dari pada berada di dalam. Tiba-tiba sebuah jaket tebal terbalut di kedua pundaknya membuat ia menoleh dan melihat senyum tegas dari bibir seorang lelaki. Ia membalas senyum itu dengan kecut. Eric berjalan ke samping Mlathi sembari mengantongkan kedua tangannya di saku celana. "Kenapa berdiri di sini? Angin malam t
Baca selengkapnya
Lanjutkanlah Hidupmu
Eric mengeram marah, ia langsung menoleh ke arah wanita paruh baya itu yang bahkan tidak merasa bersalah sama sekali. Ia tetap duduk tenang tanpa merasa khawatir terhadap anaknya. Apakah ia patut disebut ibu? "Hey, kau masih berani duduk di sini dengan tenang setelah apa yang kau lakukan! Cepat pergi dan jangan pernah lagi menampakkan wajah licikmu itu di kehidupan Mlathi!" teriak Mlathi dengan wajah yang merah padam, seperti kepiting yang baru saja direbus. Konah tidak bergeming atau sedikit pun merasa takut. "Salah sendiri, coba tadi kau langsung berikan saja uang itu padaku. Ini semua pasti tidak akan terjadi." Emosi Eric semakin menaik, ia sudah tidak memiliki kesabaran lagi terhadap wanita itu. Tidak peduli ia siapa, sekarang ia akan menunjukkan kepada wanita tua itu siapa dirinya. "Tony, cepat panggil semua bodyguardku ke sini!" Satu perintah tegas itu, dalam lima menit semua pria berjas hitam berbondong-bondong masuk
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status