All Chapters of What the hell, Tetangga!: Chapter 21 - Chapter 30
102 Chapters
Gossip
“Sumpah?” Maria kembali menanyakan hal itu dengan wajah memerah setelah tawa terbahak-bahak. Ibu satu anak itu melanjutkan setelah tawanya reda. “Untung lo nggak diminta gantian bayar tukang parkir.” Berbagi itu indah. Namun berbagi pengalaman buruk, tidak seindah itu. Kalau kamu adalah termasuk dalam golongan jiwa-jiwa yang kurang bisa menerima ejekan lebih baik simpan kenangan busuk itu untuk dirimu sendiri. Berbeda dengan Jane. Ia dengan senang hati menerima semua ejekan gila. Bahkan ikut menertawakan kesialannya sendiri. “Nggak lagi-lagi kosplay jadi Mpok Siti.” Jane berikrar demikian. Kedua dara itu tiba-tiba menoleh bebarengan dan lalu tertawa kembali. Sebelum ini, kalau masalah kencan dan segala tetek bengek tentang pejantan, Maria yang paling sering membagikan cerita hariannya. Sebelum patah hati terakhir menghancurkan segenap kepercayaan semu yang ia yakini.
Read more
Change
Pagi hari ini cuaca terasa segar pada taraf yang berbeda. Sekarang baru pukul lima lebih tiga puluh. Jane yang baru saja membuka mata setelah berkelana dalam mimpi itu kemudian segera bangkit dari ranjangnya. Membuka korden serta jendela, mengirup udara segar dalam-dalam lalu ke kamar mandi untuk membasuh muka. Jane menuju dapur, setelah itu ia mengambil beberapa air untuk di minum. Ada agenda yang sudah direncanakan Jane hari ini. Ia harus olahraga. Jane baru menemukan kalau treadmill di rumahnya rusak saat kemarin ia hendak menggunakannya. Padahal ini sudah hampir satu pekan sejak olahraga terakhir yang Jane lakukan. Jadi Jane berencana untuk membuang semua racun-racun yang ada di tubuhnya hari ini. Jane berganti baju, ia memakai hoodie besar berwarna merah jambu serta lagging berwarna hitam, rambut hitamnya sudah di satukan dengan posisi tinggi menjadi serupa ekor kuda, Jane kemudian memakai sepatu olahraga yang bias
Read more
Kenapa?
Hari sudah sore. Berada di rumah dua puluh empat jam tanpa keluar selalu jadi hal membosankan bagi Jane. Menonton tv, tidur, hp. Tv, tidur hp. Begitu terus. Boring banget kan? Di rumah saja memang bisa jadi surga, tapi kalau ada temannya, sementara Jane hari ini full sendirian. Hanya ditemani dua menit oleh abang-abang yang mengantarkan gallon ke rumahnya. Tapi tidak apa. Sahabat datang menolong. Jane menarik catokan rambut hingga tercipta gelombang besar di ujungnya. Dia sudah mandi, pakaiannya sudah ganti, dan wajah cantiknya sudah di bubuhi make up yang alami. Hari ini Jane akan kencan lagi, iya, keluar untuk memenuhi janji kencan dengan istri orang. Lili hari ini libur, dan sahabat seperjuangan itu mengajak Jane si pengangguran nge-mall dan berencana untuk memutari mall sampai di usir. Dan berhubung Jane bukan lagi orang yang sibuk, ia langsung mengiyakan ajakan Lili. Jane mengambil tas punggung berukuran kecil mili
Read more
Salah paham next level
Hai, ladies. Boleh bertanya? Menurutmu apa manusia punya syarat dan limit dalam kebahagiaanmu? Oh ya? Sepertinya semua orang menjawab serempak, tidak. Selamat. Kamu betul, karena dalam kebahagiaan tidak terdapat sebuah batu yang bisa dijadikan tolak ukur. Berkeliling mall, melihat barang-barang bagus, tapi hanya membeli satu stuff? Itu juga membahagiakan bagi Jane. Bahagia tidak melulu tentang membawa pulang berkantong-kantong paper bag di tangan, memanjakan mata dengan melihat fashion yang baru di realise saja bahagianya luar biasa. Gadis cantik bersetelan santai itu terus menggeser satu demi satu baju-baju pria yang bergantungan kendati tak ada niat untuk membeli. Dari awal mereka mampir ke distro ini memang hanya karena Lili ingin berbelanja baju untuk sang suami. Dari rak-rak baju setinggi dada orang dewasa itu Lili memanggil nama Jane. “Bagus yang mana?” tanya Lili sembari menaik turunkan dua baju berwarna hitam di kedua tangannya
Read more
Simbiosis mutualisme
Jane pernah bilang pada seseorang kalau nanti di masa depan waktu ia jadi seorang istri Jane sesumbar akan melakukan tugas-tugas ibu rumah tangga dengan baik, berbeda dengan ibunya yang hanya ibu-ibu saja. Tetapi hari ini, Jane rasa ia bisa mencabut kembali kata-kata yang ia ucapkan. Jane menghela napas. Jemari putihnya mencoba menaikan topi dan mulai menyeka peluh di dahi, menggunakan tangannya yang di balut sarung tangan karet. Jangan pernah bilang kalau Jane terlalu lebay untuk ukuran orang yang tengah membersihkan rumput di halaman. Jane itu wanita. Sun screen yang ia kenakan memang sudah banyak tapi taukah kalian, matahari negara ini sangat jahat. Tidak lucu kalau kulit lengan Jane belang hanya dalam satu hari. Jane mengumpulkan lagi guguran bunga warna-warni keatas tumpukan rerumputan hijau yang ada di pengki. Ia juga memotongi deaunan layu yang sudah comong dari pot bunga miliknya. Waktu Jane bangkit untuk membuang kumpu
Read more
Makan malam
Memasak bukanlah hal susah bagi Jane. Malah cenderung mudah, bisa di bilang hoby dan kemampuan Jane memang terletak pada jemarinya saat memasak. Meski kadang, sebagai manusia, ada saja mood swing yang membuat Jane benar-benar tak ingin memegang alat dapur apapun. “Udah nemu tempat kursus pastry belom?” Pertanyaan itu menggema dari dalam dapur yang terlihat sibuk. Sambil masih menunggu mesin kopi yang diinginkannya ready dan di kirim Jane berniat untuk mengikuti kursus membuat dessert. Kecil-kecilan mah tidak usah rekrut pastry chef dulu. Jika Jane belajar, ia pasti bisa membuat kue-kue rumit seperti chef toko kue Italia. “Belum, gue baru mau tanya.” Jane berbicara pada handphone-nya yang di letakan di atas meja, jemari gadis itu pun mengaduk-aduk sayur yang sedang di masak di awas kompor yang menyala. “Lo nggak ada kenalan?” “Ntar gue coba tanya mama.” Maria di seberang sana menyahut. “So, udah review tempat? Mau buka di mana?”
Read more
Satu untuk semua
Berjalan beriringan dengan satu pria bersama troli besar dalam dorongan biasanya terlihat kalau memang pasangan baru sedang membeli belanjaan bulanan. Mereka dikira demikian. Sejak tadi berjalan, beberapa orang terang-terangan menatap Jane dan Theo seolah mereka adalah pasangan visual yang terpilih di acara tahunan. Padahal kenyataannya apa? Hubungan mereka hanyalah sebatas tetangga, atau lebih tepatnya sekarang ini, pohon manga yang dermawan membiarkan parasite baik menempel di salah satu rantingnya. Jane seratus persen mengabaikan pandangan-pandangan orang. Ia sudah biasa di pandangi demikian, kendati tidak terlalu peduli dengan apa yang mereka pikirkan, tapi apapun itu, masa bodoh. Troli yang di dorong Theo berbelok pada deretan rak-rak yang lain. Dengan suhu ruangan yang lebih dingin, mengikuti langkah gadis berjaket navy yang memimpin di depannya. Jane menyortir segala sayuran yang singgah di pandangan matanya. Karena di rasa
Read more
Dejavu
Terpujilah kalian para penghuni kota Tangerang dengan segala kesibukannya. Jane menghela napas lelah. Sepertinya Jane mamang terlahir sebagai cenayang sebelum menjadi seorang pramugari. Lihatlah? Prediksi Jane waktu mereka masih di parkiran mall pun terjadi. Mereka terjebak dalam kungkungan mobil-mobil dalam kemacetan di jalan raya. Tetapi memang setiap hari begini sih, bisa di bilang ramalan Jane tadi itu karena pengalamannya mengarungi kota ini tiap malam hari. Sementara Theo mengetuk-etukan jemarinya di setir mobil, Jane mulai meraih ponselnya untuk menghilangkan bosan. Hening masih melanda. Karena Theo tidak di ijinkan sama sekali memutar lagu dari playlistnya, Jane menentang dengan tegas ide yang mengerikan itu. Sebaliknya. Theo hanya mengangguk saja ketika Jane tanpa ijin mengoneksikan handphonenya dengan speaker mobil. Memutar lagu berbahasa Inggris yang sepertinya di nyanyikan oleh penyanyi muda yang punya suara raspy.
Read more
Melankolis
“Kalo emang ternyata kita pernah ketemu sebelum ini kamu mau apa?” Jane terbengong sebentar ketika kalimat itu menjadi jawaban dari Theo. Betul juga. Kalau memang mereka pernah bertemu sebelum ini, mau apa dia? Mengucapkan senang bertemu kembali? Tetapi tidak. Kenapa juga harus ada pertanyaan macam itu. kalau mereka pernah bertemu sebelum ini ya berarti Jane harus tau di mana? Apa mereka sempat ngobrol atau cuma berpapasan saja. Itu hal normal yang biasa ditanyakan orang-orang, tidak perlu ada ‘memangnya kenapa kalau’ untuk bertanya demikian. Tapi, yah. Memang tidak penting juga, sih. Jane menggeleng. “Ya enggak papa, sih.”Gadis berjaket navy itu mulai menyuapkan hidangan yang terlihat lezat dari piring makannya. Jane mengangguk-angguk ketika merasakan kelezatan menyentuh setiap indra perasanya. Hujan di luar masih berlanjut. Orang-orang mungkin akan kegirangan, menghirup aroma tanah
Read more
Penolakan
“Enggak.”Begitulah rasanya harga diri Jane yang terkenal tinggi itu seketika terhempas ke dalam jurang curam.Theo dengan raut wajah santai menolak permintaan yang dengan sulit Jane ucapkan, Jane bahkan harus berpikir matang-matang.Oh harga diri.Jane mengerjap pelan.Lalu dari permukaan kening mulus miliknya muncul semburat gurat halus.“O-oke, gue cuma kasian, lo nggak pernah nonton jadi gue ajak. Jangan GR,” kata Jane dengan acuh sebelum melarikan pandangan kepada hujan di luar.Sejatinya Jane tidak pernah mengalami penolakan seperti ini maka wajar jika dia sedikit merasa shock, tetapi sisi dalam diri Jane yang lain tak mengijinkan siapapun tau seberapa malu-nya dia.“Kalau saya bilang mau, nanti makin sulit meyakinkan kamu kalau saya bukan laki-laki gampangan.”Jane masih menghadap luar.Dia dapat mendengar dengan jelas apa yang di ucapkan Theo. Oke itu bagus, Theo melakuk
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status