"Cuma karena lo prawanin gue, bukan berarti lo harus nikah sama gue, ikhlas, sana pergi!" Jane sepertinya sudah berubah sinting, pramugari dua puluh tujuh tahun yang terkenal cantik ini tiba-tiba saja harus menghadapi scandal kelewat memalukan, yang sedang ngetren belakangan. Ia tidak tau, tidak pernah menyangka juga, perjalanan kerja yang rutin ia lakukan membawanya pada malapetaka. Harusnya alkohol itu dimusnahkan! Kalau saja Jane tidak mabuk, ia tidak akan tidur dengan tetangga baru yang sialan Hot itu!
Voir plusSetiap orang punya titik balik dalam kehidupan mereka.
Bagi Jane, titik balik kehidupanya telah datang dan barusaja dialaminya sekarang.
Waktu desir angin dingin yang berasal dari air conditioner berhasil menyapu kulitnya tanpa halangan, dan suhu bantal yang menopang kepalanya dirasa terlalu hangat untuk ukuran bantal normal. Oke, ini bukan pertama kalinya Jane tidur telanjang jadi ia tidak mempermasalahkan itu.
Hanya saja, bantal kepalanya terlalu keras, juga tekstur dan aromanya musk seperti aroma pria-pria dewasa, hangat, dan juga naik turun seperti ia tidur di atas orang bernapas.
Eits!
Tunggu dulu.
Bukannya tadi dia masih minum-minum di bar Glorry Night?
Maka detik itu Jane sadar apa yang terjadi pada dirinya.
Menyampingkan kepala yang berdenyut-denyut Jane membuka mata cepat dengan ragu menggerakkan satu pahanya. Ia langsung meringis kala perih menyambut.
Hollyshit!
Jangan tanya seberapa banyak dia merutuki diri sendiri. Jane bahkan ingin periksa ulang IQ yang katanya seratus tiga puluh lima ini. Bangun tidur di kamar asing, diatas dada laki-laki asing dan tanpa busana sudah cukup untuk menjelaskan semuanya.
Alkohol sialan!
Jane. Benar-benar. Pecah. Perawan.
One night stand?
Jane mengangkat tangan, memeriksa hangat perut berotot yang sedari tadi menjadi pemandangan mata. Meraba kotakan diperut itu dengan pelan. Sumpah! Ini manusia beneran!
Jane bukan gadis alim, ia tidak akan berteriak atau menangis kencang-kencang karena selaput daranya direyen lelaki tidak dikenal, meski enggan dikatakan gadis bar-bar juga tetapi intinya Jane tidak sedrama itu dengan memaki-maki sang lelaki lalu mandi sambil menangis menganggap dirinya kotor.
Dia juga tidak akan kembali prawan kalau melakukan itu. Jadi, yang sudah terjadi, ya sudah.
"Mau satu kali lagi?"
Suara serak dan berat itu menghentikan laju jemari Jane yang ternyata masih merayau diatas perut teman tidurnya tadi malam.
Bukan, bukan shock karena ditanya 'mau lagi' atau tidak. Tetapi Jane lebih-lebih terkejut dan berdebar karena ia kenal betul suara ini.
Perut Jane tiba-tiba melilit, dia mulai merasa tidak baik. Dengan pelan dan ragu Jane mendongak melihat pemilik dada bidang yang sedari tadi ditiduri.
Sialan!
Theo! Si Bicep seksi tetangga gue!
7 tahun kemudian.- “What the hell!” Umpatan itu terdengar dari mulut anak laki-laki yang tengah duduk dikursi penumpang mobil, mengudara jelas saat hening tengah melanda, ponsel lipat baru pemberian kakeknya yang sedang ia gunakan untuk bermain games tiba-tiba saja berbunyi mengacaukan permainannya. Menampilkan notifikasi panggilan. Theo yang duduk di kursi kemudi menoleh, matanya menyorot sang putra sulung berusia tujuh tahun yang baru saja mengumpat di depan hidungnya. “Siapa yang ngajarin kamu kata itu?” tanya Theo. Anak laki-laki yang memiliki wajah perpaduan apik dari ayah dan ibunya itu menoleh, memerkan raut muka acuh. “Sam sering dengar mommy bilang begitu.” Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Kata orang begitu. Dan Theo sudah membuktikannya sendiri. Bagaimana Samuel memiliki sifat acuh yang diturunkan darinya namun juga memiliki sisi nakal Jane yang sulit diatur. “Dad,” panggil bocah tampan itu, mata
--Suara detik jarum jam mengisi kekosongan dalam hampanya ruang hening yang diputari dinding berwarna putih itu. Ruang yang besar dan berisi satu ranjang lengkap dengan sofa dan meja disana. Ada satu wanita yang tengah berbaring dengan mata menutup diatas brangkar itu, memakai pakaian berwarna biru khas pasien rumah sakit sementara pada tangan kanannya terdapat selang menjuntai yang terhubung dengan satu kantong infus menggantung. Jane bergerak kecil, wajahnya yang cantik megerut tipis kala merasa pilu disetiap sendi tubuh. Bahkan untuk melakukan gerakan kecil saja Jane harus menahan pegal. Wanita dua puluh delapan tahun itu akhirnya membuka mata, menatap segenap putih langit-langit ruangan, sebelum kemudian menggerakan kepala sedikit, Jane sadar betul ia sedang berada dimana jadi tak perlu lagi drama seperti aku dimana, aku siapa. Dan Jane tidak menemukan siapapun kecuali presesi adik perempuannya yang tengah duduk disana. Serin yang semu
Suara gemercik air mengalir masih terdengar deras dari kamar mandi yang pintunya tertutup rapat itu. Hari sudah melewati fajar, jarum jam menunjuk angka tujuh, sementara satu onggok tubuh kecil wanita yang berbalut selimut disana seakan tidak punya niatan untuk membuka mata. Theo sudah selesai dengan ritual mandinya, jelas kalau ia sudah terlambat untuk berangkat ke kantor tetapi meski begitu, Theo dengan santai berpakaian, sesekali melirik istrinya yang masih terlelap tentram tanpa usik kendati Theo bolak-balik diruang tidur mereka. Rampung berpakaian Theo mulai melangkahkan kaki mendekati ranjang, duduk ditepian kasur. Matanya memandangi bagaimana cara oksigen dihirup dengan ritme tenang oleh Jane, melihat cantik dari wajah istrinya yang entah kapan luntur itu. Theo tidak berniat untuk membangunkan Jane sama sekali. Ia cukup tau diri. Setelah semalam dan subuh tadi Jane memenuhi keinginan batinnya, Theo tentunya tidak tega kalau harus membuat Jane d
Siang yang cerah diakhir pekan ini Jane memutuskan untuk menghabiskan waktu dirumah, bermain bersama anjing-anjingnya serta merebah guna menonton serial televisi.Benar. Akhir pekan, yang artinya Theo sedang ada dirumah.Namun dimana pria itu sekarang? Jane pernah bilang kalau Theo itu punya penyakit akut perfeksionis menyangkut pekerjaan bukan? Iya, hari ini pun, bahkan saat akhir pekan yang harusnya digunakan untuk liburan ini Theo masih menerima telfon dari orang kantor, menganggurkan istrinya yang cantik dan seksi, membuatnya menonton sendirian.Untung suami sendiri, rutuk Jane dalam hati. Kalau tidak, sudah Jane tukar tambah.Jane mendesah bosan. Ia meraih remote dimeja dengan ujung kakinya dan segera mengganti saluran televisi yang tengah menyajikan pertengkaran ala anak muda yang sangat iyuh untuk ditonton. Mengganti channel ke acara pergosipan luar negeri.Memeriksa berita panas apa saja yang sempat ia lewatkan selama satu pek
"Apa-apaan kamu? Jangan bercanda, Karin!" Suara keras itu menggema di setiap sudut ruang rumah yang besar ini. Amarah wanita anggun itu sepertinya sudah tak mampu dibendung lagi setelah telinganya mendengar berita yang terlampau mengejutkan. Semburan kalimat yang keras kian lancar mengalir dengan segala raut kecewa yang tak lagi ragu disembunyikan. "Maaf, Mah." sang anak yang matanya sembab dan masih setia menangis itu kembali merisak, menunduk dalam-dalam di sofa dengan jari bertaut, tak mempu menatap mata sang ibu. Jane dan Theo masih terduduk bersebelahan ditempat mereka yang sama. Pada kursi paling jauh dari dua ibu dan anak itu. Menyimak saja, setelah diawal tadi tak disuguhi satu percik ramah pun Jane dan Theo tentunya tidak mau mengatakan hal yang panjang lebar. Jane merestui niat baik Theo yang teringin menuruti kemauan Karin, duduk mendengarkan, menemani wanita itu mengungkapkan kebenaran, dan itu sudah cukup. Jane tidak mau Theo ikut
"Lu amatiran ya?" Jane menoleh cepat ketika telinganya mendengar suara Maria berbicara demikian. Dengan badan yang masih bergerak karena ada Ares dipangkuannya Jane menaikan alis kebingungan, ia bahkan menoleh ke sekeliling, mengira kalau Maria berbicara bukan padanya. "Apaan?" jawab Jane dengan pertanyaan juga ketika ia yakin kalau pertanyaan tentang amatir itu memang ditujukan untuknya. Wanita cantik yang rambutnya blonde itu mendecak-decak sembari menggelengkan kepala, dia kemudian mengukurkan tangan dan menyentuh sekitaran leher Jane. Jane mendelik kecil. "Nanti kakak ajarin adek cara menutup hickey dengan baik dan benar ya." Jangan lupa dengan nada suara Maria saat mengatakan itu. Jane bahkan sampai harus memicing sebal. Kalian tau kalau orang sedang mengejek sambil sok-sok mengajari? Seperti itulah Maria tadi. Tapi Jane juga tidak menyangka kalau tato yang Theo buat tadi pagi tidak tersamarkan dengan benar. Padaha
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Commentaires