Semua Bab Janu: Tahap Awal: Bab 41 - Bab 50
121 Bab
CP 41. Kitab Seni Permulaan Hampa
"Dengar kalian semua! Disini kalian hanya diperbolehkan meminjam satu buku kitab meditasi dasar, satu teknik pergerakan, dan satu kitab jurus pertarungan setiap satu tahun. Kembalikan lagi kitab yang kalian pinjam satu minggu ke depan. Selama kalian berada disini, tidak diperbolehkan untuk berkelahi atau membuat kegaduhan.""Kitab meditasi ada di lantai empat, kitab teknik pergerakan ada di lantai tiga, dan kitab jurus pertarungan ada di lantai dua. Untuk lantai satu ini berisi kitab kitab duniawi, disini wawasan tentang dunia dan pengetahuan lainnya tersedia. Untuk lantai satu ini kalian bebas masuk kapanpun. Larangan bagi kalian adalah memasuki lantai kelima dan seterusnya. Itu khusus bagi guru dan murid yang sudah mencapai tingkat konsep kebenaran."Setelah diberi penjelasan panjang lebar oleh Ki Ekadanta, semua anak langsung bergegas naik ke lantai dua dan menyebar ke segala arah.Di setiap lantai terdapat ratusan kitab dan gulungan yang disusun rapi diatas
Baca selengkapnya
CP 42. Kitab Pergerakan Dan Jurus
Disini akhirnya Janu memilih kitab seni permulaan hampa yang misterius. Saat dia menoleh mencari keberadaan Wulung, yang dicarinya sudah tidak ada disana. Malya pun juga sudah tidak nampak lagi, hanya Rangin yang masih berdiri membaca penjelasan beberapa kitab. Beberapa anak mulai berdatangan naik ke lantai tersebut. Janu pun memutuskan untuk turun ke lantai tiga. Suasana disana sudah berkurang keramaiannya. Janu masih belum menemukan Wulung disana. 'Ah, mungkin Wulung sudah ada di lantai dua.' Pikirnya. Dia pun bergerak menuju ke salah satu rak yang ada disana. Dibukanya satu per satu gulungan kitab pergerakan. Dia pun mulai sibuk kembali mencari jurus pergerakan. Beberapa kali Janu berkeliling, akhirnya dia menemukan sebuah kitab yang tulisannya diukir pada sebuah batu pipih. Janu melihat nama jurus tersebut, biasa saja, tidak ada yang menakjubkan. Kitab teknik bergerak bebas, itu nama yang terukir di batu pipih. Dia lantas melihat isi di ba
Baca selengkapnya
CP 43. Saran
"Ki, disini apakah ada catatan tentang gambaran wilayah kerajaan Mataram? Atau kerajaan lain disekitarnya?" Tanya Janu sedikit ragu."Ada! Catatan itu ada di rak sebelah sana. Catatan itu tidak hanya berisi tentang gambar kerajaan Mataram saja, namun berisi tentang gambaran seisi pulau Jawa dan beberapa pulau di sekitarnya.""Setahuku, catatan itu berasal dari empat ratus tahun yang lalu. Mataram masih belum ada, hanya kerajaan Galuh yang berkuasa di barat. Sementara di timur jauh kerajaan kerajaan kecil saling berperang dengan kerajaan kerajaan siluman. Bisa jadi sekarang nama daerah di dalam catatan itu sudah berganti atau malah bisa jadi juga sudah hilang.""Saranku, kau tidak usah mengambil mentah mentah isi dari catatan tersebut. Cari tahu sendiri akan lebih baik daripada mempercayai catatan yang sudah lama itu.""Terimakasih Ki atas sarannya." Sambil memberi hormat, Janu berlalu menuju ke tempat yang ditunjuk Ki Ekadanta.Lama Janu berada di
Baca selengkapnya
CP 44. Tempat Latihan
Janu dan Wulung masih mengobrol di bawah pohon saat dua sosok mendekati mereka. Dua sosok tersebut tanpa malu menghampirinya dan menyapa keduanya."Halo kalian berdua. Perkenalkan, aku Rangin. Maaf waktu itu aku memukulmu agak keras."Sosok anak bertelanjang dada berdiri dihadapan keduanya. Tubuhnya cukup berisi dengan kulit kecokelatan terkena terik matahari. Beberapa gelang emas terpasang di lengan, pertanda kalau dia anak bangsawan. Rangin berdiri sambil melirik kearah Wulung."Halo, Aku Malya, cucu dari Ki Ekadanta. Kamu anak yang ikut bertarung sampai akhir pertandingan kan?" Ucap Malya sambil menunjuk ke arah Janu."Iya, salam kenal semuanya. Aku Janu dan ini Wulung, kamu berdua dari Kademangan Janti." Jawab Janu sopan."Kalian sudah selesai mengambil kitab? Kitab apa saja yang kalian ambil?" Tanya Malya penasaran."Aku mengambil kitab seni permulaan hampa untuk meditasi, lalu kitab teknik bergerak bebas untuk pergerakan, dan kitab ped
Baca selengkapnya
CP 45. Tiga Tahun Kemudian
Seorang remaja tanggung sedang berusaha membakar kayu yang tersusun di bawah tungku. Asap tebal mengepul saat remaja itu berhasil menyalakan api, berusaha keluar mencari celah diantara pintu, jendela, atau atap rumah. Di luar rumah, seorang remaja lain tengah memotong kayu kecil kecil dan menumpuknya di dinding luar rumah."Kak Janu, apinya sudah nyala!" Teriak anak di dalam."Oh, aku ambil dulu ini berasnya. Kau jaga apinya biar tetap menyala!" Remaja diluar ikut berteriak."Baik kak!"Sementara remaja yang diluar berlari mengumpulkan beras yang dijemur di pinggir rumah, remaja yang didalam duduk menunggu sambil mengamati kayu yang sedang terbakar. Dia tengah membayangkan masa lalunya hingga sekarang.Kegiatan mereka berlangsung cukup lama. Hingga bubur nasi sudah tanak, seorang remaja lain datang membawa daging ayam yang sudah terpotong."Rangin, lama sekali kau!" Protes Janu."Mau bagaimana lagi, tugas dari Mpu Tirtamaya cukup lama
Baca selengkapnya
CP 46. Tugas
Diatas meja, tumpukan gulungan menggunung. Ada beberapa meja di sudut sudut aula.Ketiga remaja itu sudah tahu, dua meja di ujung aula adalah ditujukan bagi para pemula yang belum mencapai tahap keempat. Lalu lima meja berjejer di dekatnya adalah kelompok tugas bagi murid yang sudah mencapai tahap keempat hingga ke delapan. Dan sepuluh meja berjejer di seberang aula adalah dikhususkan bagi para murid yang sudah mencapai tingkat penguatan energi. Untuk mereka yang sudah mencapai tingkat konsep kebenaran, tugasnya diserahkan langsung oleh Mpu Kalya.Beberapa anak tampak sudah mengerumuni meja untuk tahap keempat dan seterusnya. Saatnya ketiganya berpencar mencari tugas yang cocok untuk mereka. Disini ketiganya segera membolak balikkan dan membuka tiap gulungan tugas."Janu, Wulung kemari!" Undang Rangin di salah satu meja."Ada apa?""Lihat ini!"Kedua remaja itu mendekati Rangin."Ini, ada tugas gampang. Melatih beladiri putra putra Tu
Baca selengkapnya
CP 47. Masin
Hari ke tujuh sejak Janu dan kawan kawannya berangkat dari Perguruan Pinus Angin, ahirnya mereka pun tiba di perbatasan Kadipaten Masin."Akhirnya sampai juga! Hahaha, ayo kita ke rumahku!" Ajak Rangin tidak sabar."Kak Rangin, nanti saja. Kita ke desa terdekat dulu, cari makan. Aku masih lapar!" Rengek Wulung."Aku juga masih lelah, kita istirahat saja di desa terdekat." Saran Janu."Huft! Baiklah kalau begitu." Sedikit berat, Rangin mengiyakan.Sejenak mereka beristirahat di desa terdekat. Disana mereka hanya makan sebentar, lalu berjalan kaki lagi karena Rangin sudah tidak sabaran ingin segera sampai di pusat kadipaten.Malam hari pun tiba, ketiganya sampai di depan kediaman Rangin. Disana empat orang prajurit berjaga dengan ketat. Melihat Rangin yang tiba tiba mendatanginya, keempat penjaga itu pangling."Berhenti! Siapa kalian dan ada tujuan apa kemari?" Tanya salah satu penjaga."Paman Trucita, ini aku Rangin! Apa kau lup
Baca selengkapnya
CP 48. Desas Desus
Agak lama Rangin dan kedua orang tuanya bercengkerama. Sementara itu, kedua rekan Rangin berdiam diri dibalik pintu. Mereka seolah tidak berani masuk.Bukan masalah apa apa, tetapi keduanya masih belum terbiasa dengan kemewahan kediaman temannya itu. Mereka yang terbiasa hidup di rumah kayu atau bambu biasa, merasa kikuk berada di rumah tersebut.Walaupun dahulu sering berada di kediaman Demang Yasa, namun perbedaan luas dan isi rumah sangatlah banyak. Mereka disini hanya terpaku seakan takut mengotori kediaman Rangin."Oh iya, ayahanda, ibunda, Rangin kemari membawa dua teman Rangin. Janu, Wulung, ayo masuk!" Teriak Rangin dari dalam ruang makan.Kedua rekannya yang sedari tadi hanya diam sontak sedikit terkejut. Mereka dengan kikuk masuk ke dalam ruang makan. Wulung berjalan di belakang Janu, wajahnya merunduk ke bawah, seakan hendak dibenamkan ke bumi. Sementara Janu, dia berjalan berhati hati, membuat gerakan sesopan mungkin."Ini Janu, dan yan
Baca selengkapnya
CP 49. Isi Hati Wulung
Sudah empat hari sejak Janu tinggal di rumah Tumenggung Arya Mahanta. Selama empat hari itu dia dan kawan kawannya sibuk mencari informasi keberadaan pohon dewandaru. Selama empat hari itu pula mereka akhirnya mendapat dua informasi dari seorang pedagang dan seorang pemburu yang tinggal di kadipaten.Kabar pertama dari sang pedagang. Dia menyebutkan bahwa pernah membeli seikat kayu dari seorang pemburu di Desa Mangunjiwo sekitar tiga puluh tahun lalu. Dia mengatakan kalau dia tidak akan pernah melupakan kejadian itu, karena salah satu kayu yang dia beli itu sangat aneh. Kayu itu sulit patah saat dipotong, juga mengeluarkan bau yang sangat harum.Ketika pedagang itu menyebut ciri ciri kayu tersebut, Janu dan rekan rekannya yakin kalau kayu itu adalah kayu dewandaru.Kabar kedua datang dari seorang pemburu yang ternyata adalah anak dari sang pemburu yang dulu pernah menjual kayu kayuan kepada pedagang yang menceritakan cerita pertama. Saat ditanya perihal kayu yan
Baca selengkapnya
CP 50. Pohon Dewandaru
Di hari kelima, ketiga remaja itu menghentikan perjalanannya. Mereka beristirahat di bawah sebatang pohon beringin sambil berusaha mengobati luka mereka kembali.Sore hari, Janu yang mendapat luka paling sedikit, bertugas mencari buruan untuk makan malam. Dia berjalan menembus hutan tidak jauh dari lokasi temannya beristirahat."Ampun tuan! Aaarrgggghhhh.........!!"Belum sempat Janu mendapat buruan, terdengar dari agak jauh suara orang berteriak.Janu segera berlari mendekati sumber suara. Saat dia sampai, didepannya tergeletak sesosok tubuh yang sudah tidak bernyawa. Mulutnya mengeluarkan busa, sementara matanya membelalak ketakutan.'Orang ini baru saja mati, apa yang terjadi sebenarnya? Apa dia mati dibunuh?' Batin Janu.Dia lantas menoleh kekanan kekiri. Tidak jauh dari sana ada bekas semak belukar yang baru saja terinjak sesuatu. Reflek, Janu segera berlari mengikuti jejak tersebut.Dari arah depan Janu melihat sekelebat bayanga
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
13
DMCA.com Protection Status