Semua Bab Setelah Perceraian: Bab 21 - Bab 30
33 Bab
Bab 21. Drop.
πŸ’—πŸ’—πŸ’—Kami berjalan mengendap-endap menuju rumah Lilik, jantungku berdegup kencang tak beraturan. Ketakutan dan panik melanda, badanku terasa panas dingin seketika. Sesampainya di teras rumah lilik, segera aku mengetuk pintu dan memanggil si empunya."Lilik, dek Lik …," lirih kuberucap, dengan nada sangat pelan. Kuketuk pintu beberapa kali. "Dek-Dek, Ni-Aini, tolong buka pintu.""Ni, Aini, bukain pintunya." Kucoba memanggil nama
Baca selengkapnya
Bab. 22 Resmi Bercerai
πŸ’”πŸ’”πŸ’”Memasuki proses sidang terakhir, hari ini adalah sidang ke delapan, dengan acara pembacaan keputusan Majelis Permusyawaratan. Kembali duduk pada kursi kayu ini bersebelahan dengan Mas Harto. Ada rasa yang bercampur aduk menjadi satu. Kami berdiri sejenak ketika para Hakim Anggota memasuki ruangan. Empat orang Hakim Anggota berjalan menempati tempat duduknya masing-masing di hadapanku, mengenakan pakaian kebesaran dengan warna dasar hitam yang sama,mereka seperti ikut berkabung hari ini untuk perceraianku.Dalam beberapa jam lagi sidang akan selesai. Mungkin ini akan menjadi pertemuanku yang terakhir kalinya dengan Mas Har
Baca selengkapnya
Bab. 23 Kesepian.
Senin, 15 Juni 2020 aku resmi menyandang status janda. Haruskah aku menangisi yang telah terjadi, atau mensyukuri takdir terbaik yang terlalui hingga kini?Aku percaya tak ada yang sia-sia, bahkan daun yang gugur pun jatuh atas seizinNYA. Semua hal yang terjadi atas kehendakNYA, pasti mengandung hikmah tersembunyi, suatu saat nanti akan dimengerti.Percayalah, tidak ada seorang wanita pun yang bercita-cita menjadi janda. Hanya takdir tak tebang pilih saat menghampiri.Rumahku kini terasa begitu sunyi, tanpa sosok suami yang mengayomi dan melindungiku. Juga canda tawa anak ataupun cucu yang tak akan terdengar, mereka sibuk dengan dunia
Baca selengkapnya
Bab. 24 Yang Dirindu.
Bab : 24Judul Bab : Yang DirinduπŸ’”πŸ’”πŸ’”Dua bulan setelah mengantongi surat cerai, hidupku berjalan biasa-biasa saja. Tak ada yang perlu kusesalkan mengambil jalan berpisah seperti sekarang. Ternyata tanpa suami, langit masih biru, angin tetap berhembus untuk dihirup. Walaupun tak punya seorang suami, dunia juga tak berhenti berputar.Hidup bukan untuk menangisi perpisahan, biarkan saja apa yang telah terjadi, ada baiknya kita relakan agar sanggup mengikhlaskan, karena k
Baca selengkapnya
Bab 25. Surat Rujukan.
πŸ’”πŸ’”πŸ’”"A-air …," desisku. Betapa aku sangat merasa kehausan. Kerongkongan terasa kering. Entah kapan terakhir kali aku minum.Lilik yang tanggap langsung mengambilkan segelas air putih di atas nakas, kemudian menyangga kepalaku agar bisa minum.Pelan kunikmati air putih itu, seteguk dua teguk, tak terasa air dalam gelas tandas kuminum. "Ini, dimana?" gumamku."Ini klinik Dokter Bobby mbak," jawab Lilik menjelaskan.
Baca selengkapnya
Bab 26. Semakin Sakit.
πŸ’”πŸ’”πŸ’”Sayup-sayup suara sirine mobil, telah berhenti. Tak berapa lama Suara pintu mobil dibuka, lalu ranjangku diturunkan dari dalam mobil.Aku hanya terbaring lemas menahan rasa sakit di sekitar panggul. Lemah dan tak berdaya hanya pasrah menurut kemana ranjang dibawa.Ranjang  bergerak dengan cepat menyusuri koridor rumah sakit, nyata atau hanya ilusi kulihat Mas Harto tetap menggenggam jemariku mengikuti arah kemana ranjang menggelinding.Seperti adegan-adegan drama di salah satu stasiun televisi yang sering kutonton. Dimana pemeran protogo
Baca selengkapnya
Bab 27. Batas Waktu.
πŸ’”πŸ’”πŸ’”Hidup itu terlalu singkat, untuk digunakan membenci. Jangan menghabiskan energi dengan membenci orang-orang yang telah menyakiti, karena kita diturunkan dari langit sana, sekedar turun minum. Saat dahaga hilang, kita akan terbang melayang kembali pulang. Sesaat yang terasa lama.Setiap manusia hanya menunggu giliran untuk kembali, boleh jadi sekarang giliran mereka, besok bisa jadi giliran Hening dan lusa adalah giliranmu. Setidaknya lebih baik pergi lebih dulu. Agar tak perlu menangisi orang yang belum tentu kehilanganmu.Hening ingin segera pergi, raganya sudah tak kuat menanggung rasa sakit, berkali ia menyebut nama Tuhan, lalu
Baca selengkapnya
Bab 28. Tentang Kepergian.
 πŸ’”πŸ’”πŸ’” Aini mematikan panggilan, menaruh gawai pada saku celananya. Ia mendekat pada Nur Laila, mengelus-elus pundak sepupunya yang terlihat bergetar hebat.  Kehilangan selalu menyakitkan terlepas siap ataupun tidak. Kematian tetap menjadi sesuatu yang menakutkan bagi setiap orang. Dua orang perempuan berbaju putih itu maju, melaksanakan prosesi pembersihan pada tubuh Hening yang mulai dingin. Anton, Nur Laila, dan Aini menepi memberi kesempatan pada mereka untuk melaksanakan tugas. "Benar kata Kakaknya Ahmad jika Ibuk, kuat dan mampu bertahan melewati hari ini ia akan sembuh, namun jika tidak siang selepas duhur, sebelum asar Ibuk, akan
Baca selengkapnya
Bab 29. Topeng Itu.
πŸ’”πŸ’”πŸ’”Takdir adalah misteri, ketetapan Tuhan yang harus dijalani tanpa kita tahu pasti kapan akan pergi atau kembali. Pada akhirnya semua manusia akan kembali. Mengakhiri perjalanannya di dunia ini. Siap atau tidak, bersedia atau menolak. Semua akan terjadi bila masanya.Napas Hening telah berhenti, sore tadi ia telah dikebumikan. Bunga berwarna-warni bertaburan di atas gundukan tanah merah itu. Sesuatu yang berbeda, ada setangkai mawar merah tergeletak di antara bunga setaman itu.Aini memetiknya ketika berjalan menuju pekuburan tadi. Tering
Baca selengkapnya
Bab 30. Kalung Hening.
 πŸ’”πŸ’”πŸ’” "Pak, anterin Ibuk beli mas-masan di pasar," pinta Hening beberapa hari setelah menerima uang pensiun dari pabrik tempatnya bekerja. "Disimpan di Bank aja, Buk!" usul Harto ketika itu.Mata Harto menatap tajam istrinya. Melihat suaminya tidak menyetujui pemikirannya, Hening mengurungkan niatnya pergi ke pasar untuk membeli perhiasan. Hening yang sudah mandi dan bersiap mengambil bedak di meja rias, terdiam mendengar kata-kata tegas suaminya yang seperti memberi perintah. Terlihat tidak setuju jika akan membeli perhiasan. Ditaruhnya kembali benda bulat dengan kaca itu, tak jadi disapukan beda
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status