Semua Bab Anneth: Bab 31 - Bab 40
55 Bab
31. Bus yang Tak Wajar
"Tidak… aku tidak menguntitmu, jika itu yang ingin kau katakan." ujar Devaro.   Anneth mengangkat tinggi alisnya karena merasa keheranan dengan sikap Devaro.   "Tidak sengaja, baiklah kita lupakan mengenai hal itu. Hai Varo, bagaimana kabarmu? sepertinya sudah lama tak bersua denganmu." "Hai juga, Ann. Aku baik-baik saja. Apa kau punya recehan lebih, aku sama laparnya denganmu tapi kulihat recehanku tak cukup untuk mengisi perutku yang mulai membuncit." "Haha… Seakan sudah lama sekali aku tak mendengar kata "membuncit". Kalau begitu kusarankan padamu untuk melakukan diet sehat." "Diet katamu? Itu berarti aku takkan bisa makan semua makanan yang kusuka."
Baca selengkapnya
32. Berita Mengejutkan
"Ada apa, kenapa wajahmu tiba-tiba memucat? Apa kau sakit?" tanya Devaro cemas saat mereka sudah mendapat tempat duduk di bus.   Anneth menggeleng.    "Aku merasakan kegajilan di bus ini." "Keganjilan apa maksudmu, Ann?" "Entahlah, ini hanya imajinasiku saja atau kenyataan tapi para penumpangnya terlihat tak normal." "Tak normal, bagaimana sih?" "Aku sempat melirik para penumpang bus ini. Aku terperanjat ketika seorang perempuan berambut panjang tapi acak-acakan mendongak lalu menatapku dengan matanya yang merah menyala seakan ingin melahapku. Wajahnya juga berkerut ngeri dan sangat pucat pasi. Aku juga melihat kakek tua yang menopangkan daguny
Baca selengkapnya
33. Bantu Naomi
Dari kejauhan menembus jendela kaca, Anneth yang siang itu mengenakan atasan putih tanpa lengan dan rok warna mint yang mengembang, menatap Devaro sedang duduk sendiri di kursi cafe yang dekat dengan jendela. Ia tampak meneguk secangkir minuman. Anneth bergegas menghampiri Devaro.   "Hai, Devaro." ujar Anneth sesampainya di dalam cafe.  "Hai, Ann, duduklah."   Anneth duduk di kursi seberang Devaro.     "Kau tampak elegan dengan syal indah itu." "Ah, iya, ini syal yang kubeli usai mendaki gunung di kota Banyuwangi. Ternyata selera kita tak berbeda jauh. Apa kau sudah lama berada disini?" "Tidak, baru pesan secangkir teh in
Baca selengkapnya
34. Demi Misi
Anneth mendapat langsung kabar dari dr. Davis kalau ia mengambil cuti di rumah sakit untuk beberapa hari tapi masih akan berpraktek di klinik dekat rumahnya saat sore sampai menjelang malam tiba. Ia menawarkan pada Anneth untuk datang berkunjung ke klinik saja jika ingin berkonsultasi dengannya di hari itu. Anneth pun menyetujui penawaran Davis. Usai jam kerja di hotel berakhir, Anneth yang saat itu tidak datang ke kampus karena libur semester langsung tancap gas menuju klinik menggunakan bus, seperti biasa. Di dalam bus Anneth tersenyum kecut dalam hati mengingat bus berhantu yang pernah dinaikinya bersama Devaro.    Bus yang kutumpangi hari ini normal. Penumpang bus pun tampak normal-normal saja, tak ada darah mengalir, tak ada badan remuk, tak ada jeritan minta tolong, benar-benar wajar tidak seperti yang bus berhantu yang pernah kutumpangi. Ah, mengingatnya membuat bulu kudukku b
Baca selengkapnya
35. Misi Belum Tuntas
Tatapan tajam sekaligus dingin yang ditujukan Davis pada Anneth membuatnya canggung dan merasa terintimidasi.   "Aku sudah tak sabar menunggu informasi yang akan kau berikan padaku." ujar Davis dengan suara serak tapi tegasnya. "Sejujurnya aku bingung harus mulai darimana tapi akan kuberitahu semua yang aku tahu dan diamanahkan Lea padaku." "Sebelum Lea mengalami kecelakaan?"   Anneth sontak terperanjat mendengar pertanyaan yang meluncur deras dari bibir Davis. Pertanyaan yang diajukan Davis terasa benar-benar di luar dugaannya.    Akankah aku mengatakan yang sebenarnya pada Davis kalau ruh Lea mengalami semacam reinkarnasi? Kuyakin dia pasti takkan memercayainya, benak Ann
Baca selengkapnya
36. Kebohongan Anneth pada Davis
"Apa kau yakin ingin melihat bayi itu? Bukan karena kata-kataku yang menyinggungmu atau terlampau kasar untuk didengar, mungkin bagimu." tanya Anneth. "Bukan. Aku benar-benar ingin melihat sosok malaikat kecil itu, Ann."   Anneth mengalihkan pandangan dari Davis dan menerawang ke arah jalanan melalui kaca jendela mobil. Dalam benaknya, ia merasakan kegalauan dan kebimbangan mengenai tindakannya sejauh ini.   Apakah semua yang kulakukan sampai detik ini sudah benar? Mengapa aku harus terjerumus sangat dalam ke kehidupan orang lain?, seolah-olah aku ini sangat mencampuri urusan orang lain yang bahkan baru saja kukenal, batinnya.   Mobil yang semula mulus melesat di jalanan beraspal terhenti dalam sekejap dan mengaburkan l
Baca selengkapnya
37. Misi Hampir Tuntas
Diluar langit sudah berwarna abu gelap dan rintikan hujan terdengar turun dengan perlahan. Masih bertahan di ruang tamu rumah Ibu Lea, Anneth bisa menatap raut muka Ibu Lea yang tampak berubah menjadi bimbang usai mendengar pertanyaan Davis. Sebagai sesama perempuan, Anneth dapat merasakan apa yang saat ini dirasakan Ibu Lea. Namun, dalam hati terdalam, Anneth berharap Ibu Lea menjelaskan dengan penuh kejujuran dan keterbukaan apa yang sudah dialami Lea semasa hidupnya, tepatnya sebelum ia menghembuskan napas terakhirnya. Sesaat kemudian, Anneth menatap raut muka Ibu Lea yang berusaha ingin menjelaskan keadaan yang terjadi sebenarnya.   "Iya, Nak Davis, Lea telah mengandung dan melahirkan seorang bayi perempuan yang dia beri Tanaya. Lea juga telah menceritakan semua yang terjadi diantara kalian." "Lalu, dimana, Bu, anak itu sekarang?"
Baca selengkapnya
38. Misi Tuntas
Hotel Pandawa.   09.30. Anneth menatap layar laptop lekat-lekat yang ada di hadapannya sambil jari-jemarinya sibuk menekan tuts-tuts keyboard. Sesekali Anneth memalingkan wajahnya ke arah buku tulis polos yang tergeletak di samping laptop sambil tetap mengetik tanpa henti. Di ujung meja dekat dengan wadah, tempat pena dan alat tulisnya lainnya diletakkan terdapat gelas kaca berisi air putih yang bagian atasnya ditutup dengan penutup gelas tampak masih terisi penuh, belum berkurang sedikitpun. Rupanya, Anneth belum menyentuh sama sekali gelas itu apalagi menyesapnya. Perhatian Anneth yang semula berpusat pada laptop sedikit terganggu saat sebuah notifikasi pesan berbunyi. Jari-jemarinya yang semula sibuk berkutat dengan tuts-tuts keyboard dan mouse terpaksa terhenti sesaat, ia pun mulai mengecek pesan yang masuk di ponselnya.   
Baca selengkapnya
39. Ajakan Kencan Brandon
16.00. Anneth mulai mematikan laptop dan membereskan benda-benda yang berserakan di meja kerja. Sesaat Anneth meneguk air minum dalam gelas kaca yang belum sempat disentuhnya. Saat ia akan bersiap pulang, ponselnya berdering dari nomor yang tidak dikenal. Anneth yang awalnya ragu mengangkat panggilan itu akhirnya luluh juga, ia khawatir panggilan itu merupakan panggilan yang penting dari orang yang dikenalnya.   "Halo?" ujar Anneth dengan posisi duduk tepat di ujung meja kerjanya. "Halo, Ann, ini aku Brandon." "Brandon? Benarkah itu kau? Kenapa kau tidak menelponku menggunakan nomermu yang biasanya?" "Ah, oh, itu, iya tidak karena ponselku sedang dicharge di ruanganku sedangkan aku berada di lobby kantorku. Kau sedang ada dimana, Ann?" &nb
Baca selengkapnya
40. Penyesalan Anneth
Rumah Brandon.   19.50. Brandon mengajak Anneth ke rumahnya usai mereka menghabiskan makan malam yang tak terlalu romantis di resto yang baru dicobanya. Rumah bertingkat yang luas tapi minimalis begitulah gambaran yang ada di benak Anneth saat pertama kali menjejakkan kaki di rumah pribadi kekasihnya itu.      "Wine?" ujar Brandon menawarkan tapi terdengar memaksa di telinga Anneth. Anneth mengernyitkan kedua alisnya lalu menggeleng. "Cobalah seteguk, kau harus belajar mencoba hal-hal diluar kebiasaanmu. Itu akan memberi warna baru di hidupmu."   Dengan masih diselimuti keraguan, Anneth mengiyakan asal perkataan Brandon.   
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status