Lahat ng Kabanata ng Mas Duda Nyebelin: Kabanata 111 - Kabanata 120
128 Kabanata
110. Lamaran
Acara lamaran berjalan dengan lancar. Meski mendadak, namun Sean dapat menghandle semuanya hingga persiapan pun sudah matang sebelum acara di mulai. Tidak banyak yang datang, hanya keluarga besar Sean dan beberapa teman dekat Heera, siapa lagi kalau bukan Jessi yang memaksa ingin ikut. "Ra, senyum dong!" perintah Jessi yang sedang memegang kamera dan membidik kearah Heera yang sedang di pakaikan cincin lamaran oleh Sean. Sesuai perintah Jessi, Heera melukiskan senyumnya. Cekrek. Flash kamera menembak tepat ketika Sean dan Heera saling memandang sambil melempar senyum. Gurat kebahagiaan terlukis nyata di kedua wajah manusia yang tengah berbahagia itu. Tubuh ramping Heera di balut dress cantik berwarna putih gading pilihan Lucia, wajahnya yang senantiasa natural kini dipoles make-up tipis-tipis, menambah keelokan wajah gadis manis itu. Sementara rambutnya yang sebatas punggung dibiarkan terurai. Jangan tanya bagaimana penampilan Sean, pria itu selalu terlihat gagah dan berwibawa. Ramb
Magbasa pa
111. Konflik Mantan Istri
"Lo udah bikin temen kita pergi, Ra."Setelah kepergian Arta dan mamanya ke Amerika kemarin. Hari ini Heera memutuskan untuk mengumpulkan teman-temannya di sebuah kafe tempat mereka janjian.Setelah semua temannya berkumpul, barulah Heera menjelaskan. Bukan membela diri, namun gadis itu murni menjelaskan apa yang terjadi."Jelasin sama kita apa yang terjadi antara lo dengan Arta." ucap Gibran, cowok yang selalu berlaku adil dan tidak hanya berpihak pada satu pihak saja."Apa bener Arta pergi karena lo?" Vino bertanya. Dari cerita Adelio, yang ia tangkap kebenarannya seperti itu."Arta pergi tepat di hari lamaran lo sama abang sepupunya Adelio." sambung Vino. Hari kepergian Arta dan hari lamaran Heera dengan pria lain yang berbarengan semakin memperkuat asumsi mereka.Heera menggeleng pelan, ia menoleh ke arah Adelio yang menatapnya penuh benci."Kepergian
Magbasa pa
112. Jessi Mepet Cogan
Heera menghela napas, melempar ponselnya ke samping bantal. Beberapa menit lalu Sean meneleponnya, pria itu memberi kabar kalau ia tidak bisa fitting baju pengantin sore ini sesuai dengan planing yang sudah dibuat. Karena Heera juga tidak mau fitting baju sendirian, akhirnya mereka sepakat untuk pergi ke butik besok saja."Ra, di halaman rumah mas Sean ada mobil Camry. Lo tahu gak itu mobilnya siapa?"Heera menolehkan pandangannya ke arah pintu kamar, mendapati Jessi yang kepalanya timbul di sana. Heera menghembuskan napas, menggulingkan badannya ke pojok kasur, memunggungi Jessi."Paling mobil temennya Hardin." balas Heera tak menaruh rasa curiga.Jessi melipat tangannya di depan dada, bahunya ia senderkan ke sisi pintu. "Lo bukannya mau fitting baju pengantin habis ashar?""Gak jadi," balas Heera singkat.Kening Jessi mengernyit, ia berjalan mendekati Heera lalu me
Magbasa pa
113. Gara-gara Nobar Bola
"Ada baiknya kalian membicarakan masalah ini berdua." Anjani mendengus, melengoskan wajahnya tak ingin menatap Langit yang baru saja datang bersama Sean. "Jan, ayo kita omongin bersama." Langit memohon, mencoba menggapai tangan sang istri, namun langsung Anjani hindari. "Gak mau, aku gak mau denger alasan apapun dari mas Langit! Kali ini mas udah keterlaluan!" balas Anjani dengan suara yang lantang. Tak ada lagi keteduhan di sorot mata kecil itu, yang ada sorot penuh benci yang tertuju ke Langit. Sean melipat kedua tangannya di depan dada, merasa sedikit frustrasi, untung saja Heera segera mendekat dan mengusap punggung berusaha menenangkannya. "Jan, coba bicarakan dulu dengan Langit. Kamu hanya salah paham." ujar Sean lagi. Anjani merapatkan bibirnya. Sepertinya ucapan Sean membuatnya sedikit tenang dan percaya hingga membuat sepasang suami istri itu akhirnya pergi ke taman belakang
Magbasa pa
114. Luka Masa Lalu
"Aku gak mau ketemu Ayah, mas!"Sean menghela napas panjang. Saat ini ia tengah membujuk Heera untuk bertemu dengan Ayah kandung gadis itu. Sean tidak tahu apa yang terjadi di masa lalu dengan Heera dan Ayahnya, tapi bagaimana pun, Heera harus menemui Ayahnya dan meminta lelaki itu untuk menjadi wali nikahnya."Kamu tidak mau menikah dengan mas, Ra?" Sean bersimpuh di depan Heera yang duduk di atas sofa. Sudah hampir satu minggu Sean membujuk calon istrinya, tapi bukan Heera namanya kalau tidak keras kepala."Kenapa mas ngomong gitu?!" nada suara Heera meninggi. Tampak tidak senang mendengar ucapan Sean barusan."Habisnya kamu tidak mau ke rumah Ayahmu. Kalau kamu beneran mau menikah sama mas, turuti apa kata mas."Heera mengalihkan pandangannya, mata gadis itu berlinang, dapat Sean lihat Heera yang sedang mengigit bibir bawahnya, gadis itu sedang menahan isaknya aga
Magbasa pa
115. Parno
Sean berdiri di depan pagar hitam yang menjulang tinggi. Sean ingin menepati janjinya kepada Prima kemarin, tapi secara bersamaan Sean juga mengingkari janji yang ia buat kepada Heera. Pria yang saat ini memakai setelan kasual itu menundukan kembali pandangannya, membaca ulang alamat yang kemarin Prima berikan. Benar, ia tidak salah alamat. Tapi, mengingat selama ini Heera banting tulang sendirian sementara Ayahnya tinggal di rumah mewah berlantai dua membuat Sean sedikit tidak percaya kalau ada seorang Ayah yang setega itu membiarkan putrinya bekerja keras sendiri.Tak ingin membuang banyak waktu, Sean segera memencet bel. Tak lama kemudian keluar seorang pria memakai seragam hitam, ia menatap Sean dari atas sampai bawah lebih dulu sebelum membuka suaranya. "Nyari siapa, mas?" "Benar ini rumahnya Pak Juni?" Sean berbalik tanya. "Iya, benar." Mendengar jawaban pria itu, Sean terkekeh, ia menggelengkan kepalanya
Magbasa pa
116. Pernikahan Terakhir [Ending]
  Sean tidak dapat mengedipkan matanya melihat Heera memakai kebaya putih lengkap dengan aksesoris pengantin lainnya sedang berjalan ke arahnya sambil di gandeng Rahel dan Keenan di tangan kanan dan kiri. Dapat Sean lihat dari wajah full make-up itu Heera menahan senyumnya, gadis itu menunduk malu ketika mendengar bisik-bisik para tamu undangan yang memujinya cantik.   Sean saja sampai pangling melihatnya.   Ijab kobul dan doa sudah di panjatkan, beberapa menit lalu mereka sudah sah menjadi sepasang suami istri di mata agama dan hukum. Rasa senang di hati Sean saat ini tidak ada yang bisa menandingi. Pria itu bahkan sampai menitikkan air mata bahagianya memandang Keenan yang tersenyum lebar saat menuntun Heera berjalan menuju ke arahnya.   Meski sebelumnya ia pernah menikah dua kali, tapi Sean hanya merasakan benar-benar menikah di sini. Hatinya merasa bahagia karena m
Magbasa pa
Ekstra part 1
"Mas, kalau aku jadi ibu rumah tangga aja gimana?" Heera yang sedang menyenderkan kepalanya di bahu kokoh Sean tiba-tiba berkata, membuat Sean yang semula fokus pada layar televisi di depannya praktis menoleh. "Mas tidak keberatan sama sekali, Ra." jawab Sean dengan segaris senyum yang perlahan terlukis di wajah tampannya. Sudah satu bulan sejak kelulusan Heera, dan sampai saat ini Heera masih mempertimbangkan kemana gelar yang ia dapatkan itu akan dibawa. Sean sudah menawarkan Heera untuk bekerja di perusahaan milik keluarganya. Bekerja di perusahaan besar milik keluarga Rangadi adalah impian Heera sejak dulu, tapi sekarang situasinya berbeda. Heera sudah menjadi seorang istri dan ibu untuk Keenan, hal itu membuat Heera dilema. Mengingat bagaimana perjuangannya untuk mendapatkan gelar sarjana yang tidak mudah menghasut pikiran Heera untuk menerima tawaran dari Sean, setidaknya ia harus mencicipi kursi perusahaan besar sebagai hadiah atas dirinya sendiri karena s
Magbasa pa
Ekstra part 2
"Pintar anak bunda dapat peringkat dua!" Heera mengacak penuh bangga puncak kepala Keenan. Membuat Keenan yang semula murung karena gagal menempati peringkat pertama kini tersenyum. Keenan kira Heera akan kecewa padanya karena peringkatnya turun satu tingkat. "Aku hebatkan, Bun?" tanya Keenan yang segera Heera angguki. "Hebat dong, kan anaknya bunda." senyum Keenan semakin terbentang lebar mendengarnya. "Nanti kita kasih tau ke Ayah ya, ayah pasti seneng kalau tau kamu dapat peringkat dua." lanjut Heera membuat senyum cerah Keenan perlahan menyurut. "Nanti kalau ayah marah bagaimana? Ayah pasti marah karena aku turun peringkat." lirih Keenan, raut wajahnya langsung berubah drastis. Hal itu membuat Heera langsung mengusap pundak Keenan dan melempar senyum terbaiknya. "Gak kok, ayah gak akan marah." Sebenarnya, Heera tahu kalau Sean akan marah setelah mengetahui kalau peringkat anaknya itu menurun. Tapi bagaimana pun, usaha Keenan harus diberi a
Magbasa pa
Ekstra Part 3
"Cantik ya istrinya Sean," Heera tersenyum malu, lantas menunduk sopan kepada Mira -Teman Lucia- yang baru saja memujinya. "Kalau kata Keenan, Ayahnya cuma suka sama cewek cantik. Cantik hati dan parasnya, seperti Heera." timpal Lucia menambahi, semakin membuat Heera menunduk dalam."Sudah isi belum?" tanya Mira tiba-tiba. Lucia menatap Heera dengan wajah tak enak hati. Ia tahu pertanyaan Mira mungkin mengganggu anak menantunya itu. "Belum. Masih mau fokus mengurus Keenan dulu, Tan." jawab Heera tersenyum kalem. Mira manggut-manggut, "Anak saya dulu belum sebulan nikah sudah hamil. Sekarang anaknya udah tiga, jaraknya cuma beda satu tahun." curhat Mira. "Memang sih kalau anaknya banyak istrinya jadi lebih repot, tapi keluarga mereka tambah seru lho karena banyak anggotanya." imbuhnya diakhiri tawa renyah.Tangan Lucia terulur dan jatuh dipunggung sempit Heera, mengusap lembut di sana. "Maklum bu, Heera masih muda. M
Magbasa pa
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status