Semua Bab My Boyfriend : Bab 61 - Bab 70
88 Bab
Part 61
Zelen sudah menceritakan Dion yang awal mulanya sesak nafas hingga tak sadarkan diri. Pesan singkatnya itu, langsung dibaca oleh teman-temannya yang mencaci Dion tanpa tau asalnya.“Mampus lu!” Gerutu Zelen sambil menunggu balasan dari temannya. Ternyata pesan singkat darinya berhasil membuat teman-temannya bungkam, dan berujung meminta maaf. Mereka segera tag Dion agar memaafkan sikap mereka yang menghujat tanpa cari tau kebenarannya. Setelah melihat kembali balasan teman-temannya, Zelen pun tersenyum. Lalu ia memohon segera dihapus perkataan mereka yang sangat menyakitkan. Agar Dion yang memang belum merespons, takut nantinya ia melihat menjadi sakit hati atas perilaku temannya. Jari tangan Zelen beralih menuju kontak pria berdarah Tiongkok, ia menekannya agar terhubung oleh pesan singkat. Zelen mulai mengetik di keyboard ponselnya, mengirimkan kata-kata penyemangat untuk sang mantan. “Semua baik-baik saj
Baca selengkapnya
Part 62
Semua telah kembali ke dalam ruangan masing-masing. Kini Dion dan Max sudah terbaring di atas kasur, mereka sibuk dengan ponselnya. Dion sedang mengecek aplikasi chatting yang diserbu banyak pengirim. Tentunya ucapan selamat atas kelulusannya, membalas pesan saja tidak. Apalagi membaca, ia hanya melihat di tampilan layar depan aplikasi. Lalu ia membuang kasar ponselnya ke bawah, untung saja lantai kamar Dion terdapat kasur lantai. Kalo tidak, ponselnya sudah hancur. Hari makin larut, Dion sudah memejamkan matanya terlebih dulu. Lalu disusul oleh Max, esok paginya mereka akan menuju sekolah SMP, untuk mengurus data-data sebagai penunjang  masuk ke sekolah lain menjadi murid baru.  ***Felicia yang kini sudah naik kelas menjadi kelas 3 SMP. Ia terbagi dalam kelas C, hampir dalam 3 tahun ini Felicia belum begitu kenal dengan seluruh teman angkatannya. Dulu waktu ia menduduki kelas 1 SMP, dirinya juga tak mempu
Baca selengkapnya
Part 63
Jam weker sudah berbunyi dari beberapa menit yang lalu. Tetapi, kedua anak lelaki ini masih terbaring di ranjang mereka. Tidurnya sangat lah pulas, hingga membuat saluran telinganya mendadak rusak tidak bisa mendengar suara sekeras apapun. Jika sudah begini, Bu Sisi lah yang turun tangan. Ia mengetuk pintu kamar putra pertamanya. Seperti biasa tidak ada jawaban, kejadian mengetuk pintu kamar Dion berulang hingga 5 kali. Sampai pada akhirnya sosok manusia muncul di hadapan Bu Sisi. Ia adalah Max, menguap selebar-lebarnya dan mempersilahkan Bu Sisi masuk. “Halo Tante, Bas masih tidur.” Ucap Max dengan muka bantalnya. “Cuci muka Max, tante yang urus Dion.” Sahut Bu Sisi sembari berjalan menuju ranjang. Max hanya mengangguk, ia telah memasuki toilet. Kini giliran Bu Sisi yang sedang menggoyang-goyangkan badan Dion, serta menepuk pipi anaknya dengan sedikit tekanan. Dion menggeliat, ia p
Baca selengkapnya
Part 64
Setelah selesai mengurus semua pembayaran dan berkas-berkas, mereka berdua segera menuju area parkir. Ketika mereka sedang memakai helm, tiba-tiba kedatangan tamu tak diundang. Ialah Robert. “Eitss, buru-buru banget. Mau kemana sih kalian?” Ujar Robert bak jelangkung. “Eh Kak Robert,” Sahut Max dan Dion bersamaan sembari bertaut tangan dengan Robert. “Main futsal gas? Senggang kan?” “Aduh Kak, sorry banget nih kita berdua lagi sibuk. Lu sendiri udah daftar sekolah mana?” Sahut Dion kepada Robert.“Gua masih bingung, oke kalo kalian ga bisa. Next time yah, gua tunggu. Duluan” Ucap Robert sambil menepuk pundak Dion dan meninggalkannya pergi. Dion dan Max sudah menghidupkan mesin motornya, mereka segera melaju menuju Sekolah Ksatria. Yang jaraknya tidak cukup jauh dari Sekolah Menengah Pertama mereka.  ***Sesampainya disan
Baca selengkapnya
Part 65
“Dion, komputer kamu sudah dimatikan ya.” Ucap Bu Sisi sembari beranjak dari kursi. Ketika ia membalikkan badan, ternyata putra pertamanya sudah tertidur pulas. Gaya tidur favoritnya sembari memeluk guling. Bu Sisi beralih duduk di tepi ranjang Dion, melihat wajah polos putranya sejenak. Lalu lamunannya buyar ketika mendengar bunyi suara ketukan pintu. Ia cepat-cepat menuruni anak tangga, menyempatkan mengintip siapakah gerangan tamu yang datang. Ternyata ialah suaminya dan juga Maxel. Pak Johan segera mengistirahatkan tubuhnya di sofa ruang tamu, sedangkan Maxel ia sudah menuju kamarnya di lantai 2.“Langsung mau makan siang?” Celetuk Bu Sisi tiba-tiba kepada Pak Johan.“Iya, bareng bersama Maxel.” “Ya sudah, di meja makan lengkap dengan nasi dan lauk pauk. Silahkan ambil saja ya.” Bu Sisi beranjak pergi menuju ruang keluarga, dirinya ingin menonton televis
Baca selengkapnya
Part 66
Makan malam mereka sudah berakhir dari 10 menit yang lalu. Tetapi piring-piring sisa makanan masih tertumpuk rapi di tepi meja. Pak Johan sudah memasang raut wajah yang cukup serius, ia mulai melipatkan tangannya di atas meja.“Gini, papah pikir sepertinya kita harus pindah rumah lagi.” Ucapnya.Semua terkejut mendengar perkataan dari Pak Johan. Bagaimana bisa, mereka pindah rumah baru sebentar. Mungkin belum ada 1 bulan, tetapi Ayahnya meminta mereka untuk pindah rumah lagi. “Kenapa? Bukan kah rumah ini cukup nyaman?” Tanya Dion. “Papah kenapa mendadak memutuskan untuk pindah rumah?” Tanya Bu Sisi.Hanya Maxel lah, yang diam tidak tau harus menanyakan apa. Ia terlalu bingung kenapa harus pindah satu ke rumah lainnya. Pak Johan menghela nafasnya, lalu ia mulai menjelaskan apa yang ia bicarakan. “Kita pindah saja ke rumah Ibumu sayang, memulai usaha baru disan
Baca selengkapnya
Part 67
Pagi harinya Felicia sudah bersiap-siap dengan seragam putih birunya. Memakai hijab di kepala, mempercantik penampilannya dengan menutup aurat. Suara klakson motor sudah berbunyi nyaring sedari tadi, memang seperti itu kebiasaan kakeknya. Tidak mau sabar dalam urusan waktu. Membuat gerakan Felicia dalam memakai sepatu menjadi grasak-grusuk. “Iyaaa! Sabar ih, masih pakai sepatu.” Gerutu Cia kesal.Begitu menaiki sepeda motornya, ia langsung melambaikan tangan kepada Bu Elsie yang terkadang mengantarkan dirinya untuk berangkat sekolah sampai di depan pintu. Jarak dari rumahnya menuju Sekolah Menengah Pertamanya hanya 4 menit saja. Lokasi yang cukup dekat dengan rumah.  ***Kakinya sudah menapak di halaman depan sekolah. Lalu ia segera masuk, yang kebetulan suasana masih sepi. Felicia berjalan sangat leluasa, karena baru sedikit teman seluruh angkatannya yang berangkat. Ketika ia sud
Baca selengkapnya
Part 68
“Gais, kalo Farah benci sama gua gimana?” Ucap Felicia di tengah mengunyah makaroninya.“Bodo amat aja! Fel, Arden dan Farah itu masa lalu.” Jawab Eva yakin.Felicia hanya mengangguk, kini pembelajaran seperti biasa di mulai. Dion sedang bermain dengan laptopnya, membuka situs sekolah barunya dan melihat foto-foto bangunan secara keseluruhan. Tetapi semakin lama, dirinya juga mulai bosan. Akhirnya ia iseng mengetik di dalam situs google, ‘kursus menjadi Dj.’ Ia membaca artikelnya dan mulai bertanya kepada orang-orang yang Dion kenal seputar tentang Dj. Ada dari orang club yang sering ia datangi, memberi tau untuk mencoba bermain turntable. Sebuah alat wajib bagi seorang Dj. “Datang aja langsung kesini, nanti malam ya sebelum club buka.”  Ucap seorang pria di seberang sana. “Oke baik, thanks ya. Gua makin semangat!” Jawab Dion sambil mematikan teleponnya.&n
Baca selengkapnya
Part 69
Hari sudah berganti menjadi malam. Saat-saat Dion bersiap-siap menuju club. Kali ini Dion tidak mengajak siapa pun, ia pergi seorang diri. Niatnya malam ini akan kursus seperti seorang DJ saja. Tidak ada minum-minuman.Dirinya sudah berdiri di depan cermin, bersolek layaknya seorang perempuan. Bersolek versi cool ala Dion. Menggunakan pomade untuk membentuk rambutnya, tak lupa memakai parfum, dan sepatu convers andalannya. Dion menuruni tangga dengan langkah kaki yang gesit, outfitnya yang selalu hitam membuat siapa saja yang melihatnya tidak heran. Memakai helm full face yang juga berwarna hitam pekat. “Mau kemana?” Celetuk Bu Sisi tiba-tiba di depan pintu.“Biasa Mah, kumpul sama teman.” Jawabnya sambil bertaut tangan.Bunyi klakson Dion pertanda izin pergi yang kedua kalinya.  ***Sesampainya disana, Dion segera mematikan mesin motornya. Melepas helm, dan menata rambutnya yang
Baca selengkapnya
Part 70
Menunggu berjam-jam suaminya yang tak kunjung pulang. Matanya sudah berat, rasa kantuk telah menjalar ke seluruh tubuhnya. Akhirnya tanpa sadar, Bu Sisi terlelap dalam keadaan duduk tegak di  sofa ruang tamu. Lalu 10 menit kemudian, deru motor Pak Johan terdengar. Sempat membuat Bu Sisi terkejut, dan membuka matanya dengan raut wajah bingung. Setelah sadar jika ada seseorang yang datang, Bu Sisi langsung mengira jika itu suaminya. Dan ternyata memang benar, Pak Johan disambut lembut oleh istri tercinta. Kini Pak Johan sedang duduk sembari menunduk di sofa ruang tamu, dirinya akan melepas sepatu kerjanya.  “ Dimana anak-anak Mah?” Ucapnya di sela melepas ikatan tali sepatu. “Sudah tidur semua Pah.” Jawab Bu Sisi.  Lalu suaminya meminta dibuatkan makan malam, perutnya sangat lapar, katanya. Dan segelas teh manis hangat, sedangkan dirinya akan membersihkan diri di toilet. Dengan senang hati Bu Sisi buatkan, meskip
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status