All Chapters of Ramalan Buku Merah: Chapter 91 - Chapter 100
108 Chapters
- 90 -
Lingkaran-lingkaran asap putih kembali mengepul di udara. Entah berapa batang rokok yang telah habis diisap Hardian. Tingkahnya seakan sudah tidak peduli lagi dengan paru-parunya. Yang penting ia merasa tenang dan nyaman di tengah lantunan musik klasik era delapan puluhan. Sesekali ia juga meneguk vodka dari gelas kecil bermotif belimbing yang terletak di meja. Kemudian mengisinya lagi dan meminum kembali sampai isi botol kaca itu habis.Semenjak Airen lolos dari cengkeraman dan dirinya menjadi buronan, Hardian hanya menghabiskan waktu di sebuah rumah yang terletak di pinggir kota. Ia juga melakukan aktifitas di luar rumah hanya pada saat malam hari saja. Selain itu, orang-orang yang tinggal di sekitar rumahnya terbilang cukup apatis dengan lingkungan. Mereka lebih sibuk dengan urusan pribadi dan pekerjaan. Oleh karena itu, sementara ini Hardian merasa cukup aman untuk bersembunyi di rumah itu."Kau terlihat buruk dan menyedihkan sekali," ujar seseorang berjalan menghampiri Hardian la
Read more
- 91 -
Waktu telah menunjukkan pukul satu dini hari. Sebagian orang menganggap ini adalah waktu beristirahat atau mempersiapkan energi untuk kegiatan di pagi harinya. Namun, sebagian lagi merasa ini adalah waktu yang paling pas untuk memulai aktifitas dan mencari hiburan yang memanjakan diri, termasuklah Hardian. Menggunakan kemeja putih dengan dua kancing atas yang dibiarkan terbuka, lalu dibalut lagi dengan jaket hitam membuat Hardian tampak lebih menarik. Belum lagi kumis tipis dan daerah dagu hingga ke pipi yang ditumbuhi oleh bulu halus, itu akan membuatnya semakin menggairahkan bagi kaum hawa. Tampilannya benar-benar necis bak duda tampan dengan harta melimpah. Ia pun memutuskan untuk mencari hiburan di sebuah kelab malam yang cukup ternama di kota itu. Saat kakinya sudah menapaki pintu masuk, suara dentuman musik langsung menerjang gendang telinganya. Puluhan wanita seksi menggeliat dengan pakaian ketat di lantai dansa. Tepat di bawah naungan kerlipan lampu warna-warni, lekuk tubuh
Read more
- 92 -
Pagi-pagi buta Inspektur Yoga telah menelepon Alfie untuk meminta si Kembar agar bisa datang ke kantornya. Katanya ada perkembangan terbaru mengenai kasus yang mereka hadapi. Sesampainya di ruangan kerja Inspektur bujangan itu, ada hal yang tidak sesuai dengan prediksi si Kembar. Mereka diminta menunggu sebentar karena tiba-tiba Inspektur Yoga harus memberikan pengarahan untuk beberapa kasus yang baru saja masuk ke kepolisian. "Setelah kupikir-pikir apa tidak sebaiknya kita ceritakan saja mengenai buku merah pada Inspektur Yoga?" ujar Airen memulai pembicaraan sembari menunggu Inspektur Yoga. "Karena?" timpal Airel yang penasaran dengan alasan Airen mengusulkan hal tersebut. Padahal sebelumnya mereka telah sepakat untuk tidak memberitahukan pada pihak kepolisian. "Jika asumsi kita kemarin benar, maka kasus yang dibuat si pengecut Hardian ini akan melebar dan semakin besar. Itu artinya kita bukan hanya melawan dia seorang, bisa jadi dua atau lebih.""Aku mengerti dengan kegelisahanm
Read more
- 93 -
Airel langsung menyandarkan tubuhnya di kursi kemudi mobil. Sejak keluar dari ruangan kerja Inspektur Yoga, ia belum lagi bersuara. Kepalanya sedang diisi rasa penasaran terhadap Juno dan Ethereal. Jika lelaki itu memang hebat dan mantan anggota organisasi tersebut, maka organisasi seperti apakah yang juga pernah diikuti oleh ibunya itu? Dalam ingatan masa kecil, ia tahu sang ibu hanyalah perempuan biasa yang mengurusi keluarga kecilnya. Lantas bagaimana seorang yang biasa saja bisa bergabung dengan Ethereal? Atau memang benar ibunya adalah perempuan hebat—seperti yang pernah Alfie katakan—dan menjadi pionir di Ethereal. Hal itu masih saja setia menggantung di pikirannya. Selain tentang Ethereal, Airel yakin Juno mengenali sang ibu karena lelaki itu sangat membenci Yofi. Alasannya sederhana, jika seseorang tidak menyukai orang lain maka biasanya ia juga akan tidak menyukai lingkup orang yang dibenci. Itu juga bisa menjadi alasan kenapa Juno ingin bermain-main dengan dirinya dan Airen
Read more
- 94 -
"Sepertinya ini memang Dokter Hardian," imbuh Airel. "Ia hanya mengubah gaya rambut serta menambahkan rambut-rambut halus pada area dagu dan pipi. Di sini tidak terlihat ia sedang menyamar karena bagi orang yang sudah pernah melihatnya pasti akan mudah mengenalinya.""Ya, kau benar. Saat pertama kali melihat foto ini, aku merasa pernah melihatnya, tetapi aku lupa di mana. Namun setelah kuingat-ingat lagi, barulah tadi pagi aku sadar itu adalah foto yang pernah kalian tunjukkan di hotel keluarga Mira. Aku pun langsung mengonfirmasikan hal ini pada Mira sembari berharap dugaanku salah. Ternyata Mira pun setuju bahwa orang yang ada di foto itu memanglah Dokter Hardian," terang Sukma. "Dari mana kau mendapatkan foto ini?""Aku meminta seseorang membuntuti adikku tadi malam.""Kau biasa melakukan itu?""Tidak juga. Tadi malam aku bertengkar dengan Anya dan dia meninggalkan rumah dalam keadaan marah. Mau bagaimanapun ia adalah adikku dan aku khawatir. Jadi aku meminta temanku untuk mengiku
Read more
- 95 -
Si Kembar melanjutkan perjalanan dari rumah Mira ke alamat yang diberikan Sukma. Alamat yang diduga sebagai tempat penyekapan Anya atau persembunyian Dokter Hardian. Di lain sisi, Inspektur Yoga juga mengirimkan beberapa anggota kepolisian termasuk Bripka Adi menuju lokasi tersebut. Mereka berharap bisa meringkus Dokter Hardian dan segera menyelesaikan kasusnya. Tempat yang akan mereka tuju cukuplah jauh. Bisa memakan waktu satu jam perjalanan. Si Kembar tidak menyangka tempat yang akan mereka datangi ini bukanlah kota yang sebelumnya mereka kunjungi. Itu artinya Juno memang berusaha memburamkan keberadaan Dokter Hardian dengan kemampuan menyamar dan berada di kota itu. "Apa sebenarnya rencana kalian?" tanya Airen penasaran pada Airel. Sejak perbincangan melalui telepon dengan Inspektur Yoga, ia belum menceritakan apa pun. "Kau tahu kan Dokter Hardian sangat menginginkan kita. Jadi aku pikir kenapa kita tidak bertamu saja ke tempat persembunyiannya?" jawab Airel enteng. "Kau sudah
Read more
- 96 -
"Sepertinya ada tamu yang tak diundang," kata Hardian lantang. Ia yakin dugaannya benar karena melihat pintu pagar yang bergeser dari posisi semula. Sementara itu Airel yang masih bersembunyi sadar bahwa Dokter Hardian sudah mencurigai keberadaannya. "Sepertinya aku sudah ketahuan," bisik Airel di panggilan grup telepon. "Kita akan lakukan rencana B, sebentar lagi aku akan keluar dari persembunyian.""Kau harus berhati-hati! Jangan beri kesempatan dia menyakitimu," kata Bripka Adi dari seberang telepon. "Sebaiknya kau keluar saja, tempat ini terlalu kecil untukmu bersembunyi," ujar Dokter Hardian pongah. Setelah merasa siap, Airel langsung keluar dari persembunyiannya. "Bagaimana kabar Anda, Dokter Hardian? Sudah lama kita tidak bersua."Lelaki itu menyeringai saat mendengar suara yang datang dari arah belakang—terasa sangat familier. Ia pun membalikkan tubuhnya ke arah sumber suara. Netranya mendapati gadis kecil yang memasang wajah penuh percaya diri. "Oh, ternyata tamu yang sa
Read more
- 97 -
Hardian berjalan tertatih menyusuri sisi jalan. Kakinya terkilir karena meloncat dari tembok. Setidaknya ia masih bersyukur masih bisa berjalan meski harus terseok-seok daripada kakinya harus tertembak. Sembari memaksa dirinya harus bergerak, ia mengedar pandangan ke sekeliling untuk memastikan tidak ada yang mengejarnya. Namun, ia juga sadar tidak mungkin terus menyusuri jalan. Itu akan membuatnya mudah terlihat. Ia harus segera menemukan tempat bersembunyi sementara, setidaknya sampai rasa sakit di kakinya mereda. Seingatnya sekitar dua ratus meter dari tempatnya berdiri, ada sebuah jalan kecil yang di dalamnya terdapat sebuah kios bekas yang sudah lama tidak dipakai. Ia rasa bisa bersembunyi di sana untuk beberapa saat. Ternyata ingatannya tidak meleset, bangunan itu memang ada. Tanpa menunggu lagi ia langsung bersembunyi di balik dinding kayu yang sudah lapuk. Ia duduk dengan kedua kaki terjulur untuk mengurangi rasa ngilu di sekitar mata kaki. "Sialan, bagaimana polisi bisa tah
Read more
- 98 -
Pistol yang tadinya dalam genggaman Hardian terlempar begitu saja ke tanah. Ia tarik tangannya yang berdarah ke dada dan mendekapnya erat. Sambil menahan rasa sakit, ia melihat ke arah asal tembakan. Tampak Bripka Adi masih berdiri menyamping—posisi menembak—dan menatapnya lekat. "Sialan," Umpat Hardian. Setelah merasa sudah melumpuhkan lawannya, Bripka Adi datang menghampiri Hardian dengan langkah yang lebar dan tangan kanannya masih memegang pistol. Meski begitu, Hardian tidak merasa takut. Ia pikir masih bisa memberikan perlawanan. Sejurus kemudian ia berupaya untuk mengambil pistolnya yang telah terjatuh. Namun, dengan sigap Airel sadar niat lelaki itu. Ia langsung menendang Hardian tepat di bagian dada sehingga membuat lelaki itu jatuh telentang. Bripka Adi yang baru saja tiba di dekat Hardian langsung menarik lengan buronan itu ke belakang, lalu memborgolnya. Hardian hanya bisa meronta kesal karena kalah serta menahan rasa sakit tangannya yang terus berdarah. "Kita akan ke k
Read more
- 99 -
Waktu telah menunjukkan pukul sembilan lewat lima belas menit saat mobil Alfie dan Airel memasuki halaman rumah. Seharusnya mereka bisa tiba lebih cepat kalau saja Alfie tidak mengajak Airel mampir ke sebuah kedai kopi. Katanya ingin bertemu dengan teman lama. Airel tentu saja tidak punya pilihan lain selain menurutinya. Di kedai itu, mereka duduk di meja yang terpisah. Alfie dan temannya duduk di pinggir, sedangkan Airel duduk di sudut ruangan. Airel bisa memaklumi itu, mungkin saja ada pembicaraan yang tidak seharusnya ia boleh dengar. Saat berdiri di depan rumah, mereka bisa melihat ruangan tamu dan lantai atas tampak terang. Itu artinya Airen sudah tiba duluan. Biasanya kalau rumah itu kosong, mereka hanya menyalakan lampu teras saja. Setelah masuk ke rumah. Ternyata Airen sudah menunggu di ruang tamu. Wajahnya sedikit cemberut. "Kemana saja kalian?" tanyanya dengan tatapan tajam. "Inspektur Yoga bilang kalian sudah pulang sore tadi, harusnya kalian sudah sampai di rumah tidak s
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status