All Chapters of Sketsa Cinta Arina: Chapter 51 - Chapter 60
80 Chapters
51. Salah Paham
[Andre POV]   Aku galau. Hatiku gelisah. Rasa bersalah mulai menghantuiku. Mungkin aku berhak marah pada Arin, tapi bukan berarti aku bisa berbicara secara emosional dan tanpa dipikir. Aku sadar sikap dan kata-kataku telah menyakiti hati Arin. "Bodoh kamu, Andre," geramku memarahi diriku sendiri.   Setelah aku meninggalkan Arin yang berupaya mengejarku, pikiranku kacau. Aku harusnya langsung kembali padanya, menemuinya, dan berbicara baik-baik. Namun egoku terlalu tinggi, hingga aku mengeraskan hati dan tetap berlalu.   Karena tak jua menemukan ketenangan, aku memilih untuk menghentikan mobilku di depan sebuah mini market. Aku membeli air mineral serta kopi panas, lalu memutuskan untuk duduk di kursi yang disediakan di depan mini market. Kebetulan ada beberapa penjual makanan dengan gerobak di dekat situ, sekalian saja aku beli, siapa tahu makanan bisa membantu memperbaiki mood-ku.   Aku membeli keba
Read more
52. Menangis Semalam
[Arina POV]   "Tumben Ibu bikinin aku coklat panas, bukan teh."   "Katanya coklat bisa bantu memperbaiki mood, jadi ibumu yang pengertian ini berinisiatif untuk membuatkannya untukmu, anakku yang paling cantik."   Aku sudah duduk manis di depan meja makan dengan semangkuk bihun rebus buatan Ibu. Ibu bilang tidak baik terlalu sering makan mie instant, makanya Ibu memilih untuk memasak bihun, lengkap dengan sayuran, telur, dan daging ayam. Padahal mie instant kan enak, michinnya berasa banget.   "Tumben kamu mandi lama sekali, Rin? Jadi anak kecil lagi ya?" tanya ibu yang sudah mulai menyuapkan bihun hangat ke mulutnya. Memang di kala aku masih kecil, zaman SD gitu, aku punya kebiasaan mandi lama. Bukan karena harus menyabuni seluruh badan hingga bersih, apalagi luluran, melainkan karena aku suka main air, atau melamun.   "Enak kali, Bu, jadi anak kecil lagi. Jadi orang dewasa keba
Read more
53. Pengamen Cinta
"Everybody needs a little time away, I heard her say, from each other. Even lovers need a holiday far away from each other."   Suara gitar dan orang bernyanyi itu benar-benar berasal dari luar rumahku. Pagi-pagi buta begini sudah ada pengamen datang ke rumah. Aku melihat ponselku, belum genap jam setengah enam pagi.   "After all that we've been through I will make it up to you, I promise you." Pengamen go internasional, ngamennya pakai lagu barat.   Aku mengintip dari celah gorden. Kamarku memang ada di depan, di dekat kamar tamu, jadi aku bisa melihat halaman depan rumah dengan jelas. Aku melihat ada pengamen paling ganteng sekaligus paling kurang ajar yang pernah aku lihat, sedang berdiri persis dua meter dari depan jendela kamarku.   Tadi dia sudah sempat bernyanyi satu lagu, 'Back for Good' dari Take That. Tapi karena tidak ada respons dia kembali bernyanyi, kali ini membawakan lagu 'Hard
Read more
54. Menjaga Kebahagiaanmu
[Andre POV]   Aku memandang wanita yang aku cintai berlalu dari hadapanku. Sejujurnya aku masih ingin melihatnya, masih ingin bicara dengannya, tapi baiklah, biarkan dia beristirahat. Aku sadar dia pasti lelah secara fisik maupun emosi, karena ulahku juga.   "Hhhhh...," tanpa sadar aku menghela napas berat.   "Sepertinya bebannya masih tertinggal di bahu Nak Andre ya, belum terangkat," ujar Ibu yang mendatangi aku lagi sambil tersenyum. Ia duduk di kursi di seberangku.   Aku hanya mampu menjawab dengan senyuman kecut. "Setidaknya sudah baikan, Bu," ucapku datar.   Bu Reni mengangguk dan tersenyum penuh pengertian. "Nak Andre, dari kecil Arin itu sudah cerewet, tidak bisa diam, kadang suka cari perhatian dan ngajak ribut. Itu karena Arin mirip Ibu," papar Ibu sedikit terkekeh dan geleng-geleng kepala. Aku tersenyum mendengarnya.   "Di pihak lain, Arin juga mir
Read more
55. Balada Cinta Santi
[Arina POV]   "Santiii...." Dengan senyum ceria aku menghampiri teman kerja sekaligus sahabatku yang tumben-tumbenan hari ini sudah di kantor pagi-pagi sekali.   "Hai, Rin." Jawabannya terdengar lesu.   "Belum sarapan, San? Nggak ada semangat gitu."   "Hmmm, lagi banyak kerjaan aja, pusing." Dia berfokus pada pekerjaan di tabletnya, sama sekali tidak menengok ke arahku.   "Minta tolong Abang dong," saranku, sedikit menggodanya.   "Lagi nggak ngantor, ikut seminar. Aku jadi nambah kerjaan juga." Walah, jadi ini rupanya penyebab kelesuan Santi? Ditinggal pergi gebetan, ditambahin kerjaan, dobel sebel ini namanya.   "Ya udah, dikerjain pelan-pelan." Aku mencoba membesarkan hati Santi. "Eh, mana tahu habis pulang dari seminar kalian jadian, macam aku sama pacarku dulu. Hihi." Aku melirik Andre yang sedang sibuk dengan kameranya. Tampan sekali
Read more
56. Akhir Penantian
[Arina POV]   Siapa sangka sore itu menjadi saat yang bersejarah bagi sahabatku, akhir dari penantiannya, sekaligus awal hubungan cinta yang serius dengan sang gebetan.   Andre mengajakku pergi duluan, meninggalkan Bang Ucok di rumah Santi supaya mereka bisa menyelesaikan konflik hati masing-masing. Ternyata hasilnya lebih dari yang kami harapkan.   Setelah berminggu-minggu, yang rasanya berabad-abad, Bang Ucok membuat pertimbangan, ia memutuskan untuk menembak Santi sore itu. Kelinglungannya seolah terlupakan, karena dia dengan gentleman memberanikan diri meminta Santi untuk jadi kekasihnya.   Apalagi Bang Ucok sempat dipepet oleh Linda sewaktu seminar bareng, ia tidak ingin ambil resiko didekati wanita lain lagi. Kalau dia punya pacar, dia tidak akan merasa sungkan untuk menolak mereka secara langsung. Ditambah lagi dia tidak ingin melihat Santi cemburu dan sakit hati, Pak Profesor bisa ikutan sedi
Read more
57. Bidadari Aduhai
[Arina POV]   Saat kami tiba di kafe suasana tampak lebih ramai dari biasanya. Bahkan pihak pengelola kafe menambahkan beberapa kursi untuk pengunjung. Maklumlah, seperti kata Andre akan ada penampilan khusus dari seorang penyanyi ibu kota.   "Jadi mana nih kejutannya?" tagih Bang Ucok. Andre terkekeh mendapati ketidaksabaran Pak Profesor. "Sabar, bosku. Ngopi napa ngopi? Nanti juga sampai sini, nggak akan lari. Santi, Bang, eh, santai, Bang," kekeh Andre, yang ditimpali dengan seringaian Bang Ucok.   Andre mengajak kami menuju meja yang sudah dia pesan. Enaknya pergi ke kafe ini bersama Andre tuh dijamin dapat tempat duduk walaupun kafe lagi ramai.   "Abang kok bisa sih nggak sabar gitu nungguin si penyanyi yang entah siapa, sedangkan dulu Abang sabaaar banget nggak nembak aku juga padahal udah naksir bertahun-tahun?" nyinyir Santi, yang hanya dibalas cengiran oleh Bang Ucok.  
Read more
58. Siapa Sebenarnya Andre?
[Arina POV]   Malam itu berlalu dengan cepat dan menyenangkan. Dengan bantuan dari Vina dan 'kekuasaan' Andre kami bahkan bisa berkenalan dengan Bang Toby. Orangnya sangat ramah dan tidak sombong. Bang Ucok yang paling bahagia, sampai-sampai dia meminta foto berdua dengan penyanyi top berusia empat puluhan itu.   Buat aku sendiri yang paling mengesankan adalah berkenalan dengan Ester. Saat berhadapan secara langsung aku semakin merasa aku tidak cantik. Dari dekat kecantikan Ester tambah memukau. Aku jadi merasa seperti Upik Abu ketika berdiri di dekat bidadari aduhai ini. Dia memang merawat diri. Nggak heran sih, kata Vina, Ester punya salon dan butik sendiri.   "Aku sudah penasaran lho, sejak pertama Martin bercerita kalau Andre sudah punya pacar. Pingin tahu seperti apa wanita yang bisa menaklukkan hati Andre. Ternyata Andre tidak salah pilih," ujar Ester dengan senyum yang tak lepas dari wajahnya. Meskipun secantik bi
Read more
59. Sunday di Rumah Andre
[Arina POV] Kami memasuki dapur yang sama luasnya dengan kamar tidurku, dikali enam. Luas banget pokoknya. Kalau selama ini aku cuma bisa lihat dapur mewah plus interior memukaunya di televisi atau majalah, kali ini aku bisa lihat secara langsung. Butuh upaya keras untuk tidak kelihatan ndeso dan terkagum-kagum. "Dapurnya bagus banget, Tante," ucapku tak bisa tertahan lagi. Dapurnya memang layak dikagumi sih. Seandainya aku punya dapur seindah ini, aku pasti pingin masak terus. "Aan yang minta dapurnya seperti ini," kata Tante Merlyn, membuatku menengok kepada Andre dalam sekejap. Wajahnya tampak santai, seolah-olah bisa punya dapur seelok ini tuh bukan hal yang besar. "Di rumah ini dia yang paling suka masak. Kami sudah punya pembantu di rumah, yang biasa masak untuk kami, tapi Aan masih suka masak sendiri, terus dia foto-foto gitu," Mama Andre menerangkan lagi. Aku perhatikan dalam keluarganya Andr
Read more
60. Lambe Turah Bertobat?
[Andre POV]   Mas Fajar adalah satu sosok yang aku kagumi di kantor ini. Dia karyawan yang sangat berdedikasi terhadap pekerjaannya, cekatan dan bisa diandalkan. Orangnya juga serba bisa. Dia menjadi panutanku di kantor ini, dalam urusan pekerjaan.   Kemampuannya dan kepercayaan bos terhadapnya menjadikan dia sosok 'bapak' di kantor ini. Kecuali ketika ada Pak Paino yang jelas-jelas lebih kebapakan, sosok Mas Fajar berubah. Dia jadi om-om, lebih tepatnya om-om bawel.   Arina sampai menjuluki Mas Fajar sebagai Lambe Turah-nya Famili Advertising. Pertama karena Mas Fajar itu cerewet, suka ngomong. Kedua, dia yang paling update gosip-gosip. Ketiga, sudah jelas itu karena mereka musuh bebuyutan, Arina dan Mas Fajar paling suka ribut, ejek-ejekan seperti anak kecil. Dan yang terakhir, Mas Fajar suka mencampuri urusan orang lain.   Nah, yang terakhir ini kami sedikit bingung. Niatnya mungkin baik, tapi pen
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status