All Chapters of Crazy Woman: Chapter 61 - Chapter 70
124 Chapters
59 : Memori
"Kenapa Kakek melakukan itu?"  Wira menghembuskan napas dengan keras. "Bukan saya yang membunuhnya," ungkap Wira melakukan pembelaan.  "Bohong!" sentak Ria tidak mempercayai perkataan orang tua di hadapannya.  "Terakhir kali kamu menyangkal pengakuan jujur dari seseorang, sesaat kemudian orang tersebut meninggal tepat di hadapan kamu." Ingatkan Ria bahwa yang dihadapinya saat ini Wira, orang yang tahu segalanya apa yang dialami Ria.  Jelas perkataan Wira barusan merujuk pada kejadian berpulangnya Anton di ruang tahanan sana dan pada saat kejadian Wira tidak berada di tempat yang sama dengan Ria.  "Kakek yang memperkeruh keadaan ini semua," tuduh Ria dan tidak disangkal oleh Wira.  "Kalau saja Kakek gak ikut campur dan membiarkan aku menyelesaikan semuanya secara damai, aku yakin gak akan makan korban sebanyak ini!" lanjut Ria dengan intonasi yang mulai meninggi.  "Bagaimana caranya saya bisa d
Read more
60 : Rumah Sakit
Ria duduk termenung memandangi rumput di hadapannya. Ia masih terbayang raut terkejut diiringi kecewa tatkala mengatakan kalimat terakhirnya di hadapan Wira. Ria tidak berniat menyakiti, sungguh. Ia hanya, apa? Tidak tahu. Ria menutup wajahnya dengan kedua tangan. Perasaan bersalahnya kian membuncah ketika mengingat ekspresi Wira terakhir kali. Fikri menginterupsi lamunan Ria dengan mengatakan, "Ayo ke rumah sakit. Sudah saya buatkan janji temu dengan dokter spesialis kulit." Ria melihat kedua tangannya yang selalu diperban. Belum benar-benar pulih dari luka sebelumnya, sudah mendapat luka yang baru lagi. Tidak pernah sembuh. Entah sampai kapan harus menanggung luka tersebut. Ria menuju rumah sakit ditemani keheningan. Tidak ada yang berani mengajak Ria berbincang. Mereka seolah tahu bahwa nonanya sedang tidak baik-baik saja. Sesuai instruksi dari Fikri, Ria memasuki ruang praktik spesialis penyakit kulit yang tidak begitu ramai. M
Read more
61 : Tenang
"Antara, pulang!" "Gak bisa, Pa. Reno belum membaik dan aku belum bisa meninggalkan perusahaan," ungkap Antara dengan putus asa. Ia juga sudah ingin sekali kembali ke tanah air. "Anak kamu-" Belum sempat Wira menyelesaikan perkataannya, terdengar suara seseorang dengan keras. "Pasien henti napas lagi." Jantung Antara seolah tertiban godam. Berbagai spekulasi memenuhi pikirannya saat ini. "Pa, itu siapa?" tanya Antara memastikan bahwa pasien tersebut bukan anaknya. "Anak kamu. Pulanglah Antara. Ria kesakitan menahan semuanya. Ia seperti menunggu sesuatu. Datanglah untuk terakhir kalinya. Lepas kepergiannya dengan damai," kata Wira seolah kondisi anaknya benar-benar tinggal menunggu ajal. "Jangan lagi kehilangan orang terkasih hanya karena mengejar harta. Saya tidak tahu Ria dapat bertahan sampai kapan." Antara kalut. Putrinya yang tidak pernah terdengar kabar buruk apapun, dalam kondisi kritis. Yang benar s
Read more
62 : Di Luar Dugaan
"Jimmy!" panggil Ria dengan riang melalui sambungan video call. Lelaki di seberang sana juga tidak kalah antusias ketika call sign Ria terpampang di layar ponselnya. "Ria!" balas Jimmy dengan semangat. "Puji Tuhan, lo selamat. Terakhir kali telepon gue lo pamitan udah kek orang mau meninggal," ucap Jimmy dengan sedikit kesal di akhir. Ria menampilkan senyum satu garisnya yang mampu mencairkan suasana kembali. "Lo lagi kerja, ya? Bisa disambung nanti lagi, Jim. Sorry." Ria melihat Jimmy yang sedang di styling oleh hair stylist yang merasa tidak terganggu dengan kegiatan Jimmy yang meneleponnya. "Iya, Ri. Gue mau pemotretan. Gue kasih ke Tian dulu, ya. Dia beneran jadi harimau garang tau gak! Semenjak kabar lo operasi dan gak bisa dihubungi, tiap hari kerjaannya dia ngomel terus." Jimmy menyampaikan kelakuan Tian dengan penuh emosi. "Okay." Ria memasang wajah tidak enak. Ia juga tidak kepikiran untuk menghubungi Tian kala itu, malah
Read more
63 : Pindah
Suara langkah kaki terdengar dengan jelas dari dalam kamar inap Ria. Suara tersebut membuat Ria menyiapkan telinganya untuk mendengarkan omelan dari orang tersebut. Knop pintu dibuka dan sosok Nia bersama suster memasuki kamarnya. Tatapan mata tajam dan aura permusuhan sudah terpancar jelas dari raut Nia. Nia mengangkat lengan kiri Ria yang terluka dan memperhatikan dengan seksama. "Bersihkan, Sus!" Suster tersebut mengambil alih lengan Ria dan mulai membersihkan sesuai arahan Nia. Memasukkan kedua tangannya ke kantong snelli dan memberikan tatapan penghakiman. "Kan udah gue bilang. Dapat luka baru kan? Untung cuman luka kecil. Kalau sampai collapse seperti kemarin lagi gimana, Ri?" Ria hanya berani memandang ke arah lantai. Ia tahu ia salah, tidak mengikuti perkataan Nia selaku dokter yang ditunjuk oleh Wira untuk merawatnya."Lo gak kapok bolak-balik rumah sakit karena terluka?" tanya Nia dengan berusaha menekan emosinya.&
Read more
64 : Hunian Baru
John F. Kennedy International Airport. Tidak pernah berubah semenjak terakhir Ria menginjakkan kakinya di sini lima tahun silam. Ia menghirup dalam-dalam udara di New York ini. Kota yang sempat menjadi tempat tinggalnya selama beberapa tahun dan menciptakan beberapa kenangan yang tidak pernah Ria lupakan.  Ria tiba di terminal 4 JFK setelah mengudara selama 15 jam setelah transit dari Dubai. Ia merasakan sensasi jetlag yang dikhawatirkan para pengawalnya. Kepalanya sangat pusing dan berjalan pun rasanya bumi berputar. Belum lagi perutnya mual dan ingin mengeluarkan sesuatu, tapi Ria tidak mengkonsumsi apapun selama di pesawat.  Fikri menuntun langkah kaki sang nona agar dapat berjalan lebih stabil. Ia sudah menawarkan untuk menggendongnya tapi ditolak oleh Ria. Mereka sedang menunggu Damar mengurus bagasi sementara matanya terus mencari keberadaan seseorang yang sekiranya membawa papan nama sang nona.  “Kita dijemput siapa?” tanya Ria yang juga
Read more
65 : Sensitif
“Ria kemana, ya?” tanya Tian dengan cemas. Sudah lebih dari 24 jam dan ponsel Ria belum juga aktif. Seharusnya ia sudah tiba siang tadi. Hingga malam hari belum juga ada kabar.  “Kenapa? Hilang lagi si Ria?” tanya Julio dengan sinis. Ia sering melihat kondisi Tian ketika kehilangan kabar dari Ria, chaos.  “Sinis banget sih.”  Julio mengedikkan bahunya dan pergi menjauh dari Tian. Daripada mereka terlibat pertengkaran yang sebenarnya tidak perlu terjadi.  “Dia ada masalah apa sih? Keknya gak senang banget kalau gue mikirin Ria,” ujar Tian dengan bersungut-sungut. Ia sudah memperhatikan semenjak kedatangan Ria di sekitar GMC. Memang respon Julio dan Samuel tidak ramah. Mereka seolah menjaga jarak jika GMC lainnya sedang berkumpul dengan Ria.  “Dia lagi capek aja kali, Yan.” Jawaban Septa tidak membuatnya puas. Ia bangkit dari sofa berniat menanyakan hal yang mengganjal di antara mereka.  Niatnya tersebut ter
Read more
66 : Dijambret
"Monitor, kondisi aman?" tanya seseorang melalui walkie talkie.  "Aman. Sudah bisa masuk. Jangan menimbulkan keributan ya," balas seseorang lagi yang standby di venue.  Julio, Jimmy, Tian dan Elang memasuki venue VIP yang telah mereka pesan untuk menikmati konser salah satu penyanyi yang mendunia, Harry Styles.  Mereka sudah merencanakan agenda ini dari jauh-jauh hari dan mereka juga penikmat karya Harry. Sebenarnya ada ketakutan sebelum mengikuti konser ini. Takut reaksi penggemarnya di luar batas normal dan malah mengganggu aktivitas mereka ketika menikmati acara ini.  Meskipun sudah membawa pengawal pribadi yang sangat kompeten, tetap saja jika menimbulkan keributan akan membuat suasana menjadi tidak nyaman. Risiko artis yang sedang mendunia dengan penggemar banyak.  "Wow, gini rasanya nonton konser," ungkap Elang dengan berbinar melihat ke arah panggung yang sudah diatur sedemikian elok.  "Ini yang dir
Read more
67 : Antisosial
Suasana di ruangan sangat mencekam. Tidak ada yang berani bersuara. Bahkan hembusan napas seolah tidak diizinkan untuk terdengar di sini.  Dua orang berbeda generasi tenggelam dalam pikiran yang berkecamuk. Yang satu berusaha meredam emosi, yang satu berusaha melapangkan hati, siap menerima makian dari lelaki di hadapannya.  "Kok bisa, ck." Decakan dari lelaki tersebut semakin membuat Ria kalut.  "Kamu tahu, gak-"  "Nggak."  "Dengar dulu Papah bicara!" sentak Antara yang membuat Ria semakin menenggelamkan tubuhnya di sofa. Ia refleks menjawab pertanyaan tersebut.  "Gak ada yang namanya seseorang gak bisa operasi hanya karena terhalang administrasi di sini, Ria. Jaminan kesehatan diberikan oleh pemerintah bagi mereka yang tidak memiliki uang. Peraturan di rumah sakit juga melarang segala bentuk penundaan tindakan gawat darurat hanya karena masalah biaya," ujar Antara tanpa jeda.  "Seberapa bany
Read more
68 : Cedera
“Latihannya santai saja, ya. Kita harus menjaga kondisi untuk tetap sehat dan fit sampai hari H,” ujar Januar memberi instruksi pada GMC yang lain.  Mendekati hari H mereka memang masih latihan untuk memantapkan koreografi dan suara agar tidak terjadi kesalahan saat tampil di atas panggung. Padahal seharusnya tidak perlu seperti itu karena mereka sudah latihan rutin beberapa bulan sebelumnya. Hanya tinggal memantapkan dan menunggu hari H konser.  Entah kebijakan dari mana yang membuat mereka tetap latihan meskipun sudah sampai di negara tempat diadakannya konser. Orang seperti Januar bisa menahan diri untuk tidak berlebihan saat latihan, lain halnya dengan Jimmy, Tian dan Elang yang memiliki semangat dan energi yang tak pernah luntur.  Mereka jika tidak diingatkan dan ditegaskan akan terus latihan dengan keras. Mereka yang paling tidak ingin mengecewakan para penggemar ketika di atas panggung. Di pikiran mereka adalah penampilan sempurna tanpa
Read more
PREV
1
...
56789
...
13
DMCA.com Protection Status