All Chapters of BUKAN KISAH SEMPURNA: Chapter 21 - Chapter 30
54 Chapters
21. PERUBAHAN SIKAP ALVIN
Pagi-pagi sekali Alvin dan Adinda sudah berangkat dengan menggunakan mobil yang Alvin kendarai. Kepergian dua orang itu tentu saja diiringi oleh senyum bahagia yang tidak juga luntur dari bibir Marlina. Wanita itu berharap, perjalanan tiga hari ini akan membuahkan hasil yang bagus. Sehingga saat pulang nanti, semuanya terlihat semakin membaik, dan tidak ada hal yang perlu ia khawatirkan. Marlina mengingat jelas isi perjanjian yang ia buat dengan Adinda. Jika wanita itu hanya terikat pada pernikahan dengan Alvin sampai anak laki-lakinya itu terlepas dari delusi yang selama ini menghantui. Dan termyata, semuanya berjalan begitu baik dan kini Alvin bisa sembuh meski belum secara penuh. Namun, setidaknya itu bisa Adinda gunakan sebagai alasan untuk menyudahi perjanjian yang telah disepakati. Dan Marlina sungguh tidak ingin semua ini berakhir. Mencari wanita lain untuk menggantikan posisi Sofia tidak lah mudah. Adinda adalah satu-satunya wanita yang tepat untuk Alvin
Read more
22. ENGGAN MELEPAS
“Udah siap?” tanya Alvin pada Adinda yang baru saja keluar dari kamar mandi untuk sekadar mengganti baju. Adinda hanya menjawab dengan anggukan kepala, lalu segera mengambil tas kecil sebelum mengikuti Alvin yang terlebih dulu berjalan ke arah pintu.   “Nanti kita jalan setelah acara meeting-nya selesai. Kamu ada tempat yang pengin dikunjungi?” Alvin menanyakan itu sembari menutup dan mengunci pintu hotel.   Adinda yang mendapat pertanyaan seperti itu tentu saja kebingungan. Apalagi saat tiba-tiba saja kepala Alvin memutar ke arahnya dengan gerakan cepat. Hingga memergoki dirinya yang tengah mengamati wajah Alvin secara diam-diam. Ini tentang kejadian tadi siang yang masih membekas di memori Adinda. Dan entah hanya perasaannya saja, atau memang sikap Alvin mulai berubah sejak itu.   Alvin terasa begitu perhatian terhadap dirinya. Banyak hal kecil yang berubah, dan semuanya membuat Adinda kewalahan. Adinda benar-
Read more
23. MEMBUKA HATI
Suasana terasa canggung saat pagi harinya kedua manusia itu harus berinteraksi. Alvin yang baru kembali entah dari mana tepat saat azan subuh berkumandang, memilih langsung masuk ke dalam kamar mandi. Sementara Adinda memilih untuk melakukan salat seorang diri, padahal biasanya ada Alvin yang menjadi imam. Jika bisa, sebenarnya keduanya ingin untuk tidak bertemu karena masing-masing merasa bersalah. Alvin keluar dari kamar mandi tepat saat Adinda baru saja melipat mukena serta sajadah yang ia pakai untuk salat. Alvin yang melihat itu seperti terkejut, dan merasa semakin bersalah kepada Adinda yang mungkin saja risi dengan keberadaannya sekarang. “Kamu udah selesai?” tanya Alvin basa-basi, merasa tidak nyaman dengan keheningan yang merajai. Adinda menjawab dengan anggukan, bahkan wanita itu seperti enggan menatap wajah Alvin yang kini tengah menatap penuh ke arahnya. “Aku, mau keluar sebentar,” bis
Read more
24. KEPUTUSAN
“Selamat pagi,” bisik Alvin pada wanita yang kini tampak terkejut karena bangun di dalam dekapannya.  Laki-laki itu malah tersenyum, seolah tengah menikmati wajah terkejut yang kini Adinda tunjukkan.   “Mas, bisa lepas?” Adinda sedikit gusar karena kini mereka tidur berhadapan dengan Alvin yang mendekapnya.   “Baru jam empat,” bisik laki-laki itu, lalu kembali memejamkan mata. Meski merasa tidak nyaman, Adinda tidak bisa berbuat banyak karena Alvinn seperti enggan melepasnya.   Wanita dengan lesung pipi di sebelah kanan itu mencoba mengingat yang terjadi. Tentang apa yang Alvin utarakan semalam, dan juga ia yang pura-pura tertidur. Namun, pada akhirnya Adinda benar-benar jatuh tertidur dan berakhir dengan pelukan hangat yang Alvin berikan. Jujur, ada kenyamanan yang menelusup masuk ke dalam hatinya. Dan kini, diam-diam wanita dengan wajah manis itu tengah mengamati wajah Alvin yang tepat berada di depan matanya.
Read more
25. KE MANA ADINDA
“Mas Alvin mandi di kamar aja, biar aku mandi di kamar mandi dapur,” ujar Adinda ketika keduanya sampai di rumah. Ada kecanggungan yang terjadi, tetapi kali ini hanya condong ke Adinda. Wanita itu seperti menghindari setiap gerakan Alvin yang seperti ingin mendekatinya. “Kamu mandi di kamar aja, aku bisa pakai kamar mandi di kamarku.” Setelah mengatakan itu, Alvin segera mengambil handuk serta baju dan keluar dari kamar Adinda. Selepas kepergian Alvin dengan pintu kamar yang tertutup, Adinda hanya bisa termenung di tempatnya. Wanita itu memilih duduk, lalu menerawang jauh ke arah cermin yang kini memantulkan wajahnya. Andai saja—dua kata itu terus menginterupsi kerja otaknya. Adinda merasa berada pada posisi terjepit, di mana ia tidak bisa melakukan apa pun. Alvin terlihat begitu tulus dengan niatnya untuk mempertahankan pernikahan ini. Namun, kondisinya sungguh tidak memungkinkan untuk melanjutkan semuanya.
Read more
26. ALVARO SADAR
BAB BERULANG, LANGSUNG BACA CHAPTER SELANJUTNYA.   Adinda berjalan mendekat, dan menangkup kedua sisi wajah kekasihnya. Ini benar-benar seperti mimpi. Di saat ia hampir menyerah pada takdir, dan mengira Alvaro tidak akan pernah bangun, ternyata Tuhan memberinya keajaiban. Tuhan tidak membiarkannya hidup dalam kubangan penyesalan.   “Va, ka-kamu.” Bisikan itu tersendat karena tangis lagi-lagi meluncur dari pelupuk mata Adinda. Wanita itu sungguh tidak bisa menahan rasa harunya.   “Makasih, makasih karena kamu mau bertahan dan membuka mata kembali.” Diiringi isak, Adinda memeluk tubuh Alvaro yang setengah terbaring. Namun, saat merasa ada yang janggal, ia menarik tubuhnya untuk menatap lekat wajah kekasihnya yang tampak lain. Mata itu, yang biasanya menatapnya penuh cinta, kali ini menyorotkan kebingungan.   “Sus.” Adinda menoleh ke arah perawat yang sejak tadi ada di sana.   “Anda
Read more
27. MELEPAS
Alvin meremas rambutnya dengan kesal saat bayangan isi perjanjian antara Adinda dan ibunya kembali terngiang. Bukan lagi masalah nilai uang, tetapi pada masa perjanjian yang akan berakhir setelah dirinya pulih dari delusi yang ia alami selama ini. Di sana mengatakan jika Marlina memberi Adinda waktu satu tahun, dan jika dalam kurun waktu itu Adinda tidak berhasil maka wanita itu harus membayar denda dengan nilai cukup fantastis. Pantas saja wanita itu tahan banting dan tidak berniat mundur sekalipun ia sudah bersikap begitu kasar. Alvin tidak tahu harus bersikap seperti apa. Marah? Pada siapa? Benci? Siapa yang harus ia benci? Nyatanya Adinda mampu membantunya lepas dari hal konyol yang selama ini terus ia lakukan. Menghidupkan kembali istri yang sudah lama meninggal dalam imajinasinya. Melupakan perasaan orang lain di sekitarnya yang ternyata sangat terluka dengan sikap yang selama ini ia tunjukkan. Apa pun yang menjadi alasan Adinda bisa m
Read more
28. SUDAH BERAKHIR
“Saya akan segera urus perceraian kita. Saya akan pastikan semuanya berjalan cepat agar kamu bisa bebas.” Setelah mengatakan itu, Alvin yang sudah berdiri di ambang pintu, pergi dengan suara mobil yang menderu keras. Seolah tengah menunnjuikkan rasa yang sebenarnya laki-laki itu rasakan.     Sementara Adinda, wanita itu hanya diam di tempatnya. Mencoba merenungi apa yang kini tengah terjadi. Jauh-jauh hari ia mencoba untuk menyiapkan hati untuk menghadapi perpisahan seperti ini. Kemarin-kemarin ia yakin semuanya akan baik-baik saja. Namun, nyatanya perpisahan yang sudah ia ketahui akan datang ini terasa begitu menyedihkan. Ia ingin menangis, tetapi tidak satu tetes pun air mata yang mau keluar.     Mungkin semuanya tidak akan terasa berat andai saja Alvin masih bersikap kasar. Atau setidaknya bersikap wajar tanpa ada perlakuan manis. Dan semuanya pasti akan berjalan sesuai rencana yang ada di kepalanya, andai saja A
Read more
29. BERUSAHA TEGAR
Alvin merebahkan tubuhnya sembari menatap langit-langit kamarnya yang sudah selesai direnovasi. Tidak lagi ada gambar awan melainkan terganti dengan langit gelap yang yang bertaburkan bintang dan juga bulan. Saat memikirkan desain ini ia membayangkan akan melihatnya dengan Adinda. Ia sengaja menelepon saudaranya untuk menambahkan ini saat masih berada di Bandung. Alvin pikir semuanya akan berjalan sesuai rencana. Ia akan meminta Adinda untuk pindah ke kamar ini dan mereka akan memulai dengan kehidupan pernikaham baru dengan cara yang benar. Laki-laki dengan tubuh jangkung itu menghela napas. Tidak pernah membayangkan kehidupannya akan berubah sekacau ini. Setelah mengalami delusi yang begitu parah ia pikir akan merasa nyaman terus berkubang dalam dunia yang ia buat sendiri. Namun, Adinda berhasil membuka matanya untuk melihat kesakitan yang orang-orang di sekitarnya alami karena apa yang ia perbuat. Alvin merasa bodoh dan juga bersalah pada semua pihak. Tidak ha
Read more
30. TIDAK INGIN BERPISAH
“Kamu kenapa? Kayak lagi banyak pikiran gitu?” Alvaro menyentuh wajah Adinda yang sejak tadi terlihat melamun. Bahkan tangan wanita itu yang tengah mengupas apel terhenti beberapa saat. Adinda yang mendapat pertanyaan semacam itu tentu saja langsung tersentak. Mencoba memberikan senyuman terbaik, wanita itu menggeleng. Tidak seharusnya ia memikirkan Alvin, di saat ada Alvaro di hadapannya. Adinda sungguh merasa bersalah karena secara tidak sengaja telah menduakan laki-laki di depannya ini. Bahkan mungkin Alvaro akan sangat marah dan kecewa jika tahu apa yang terjadi saat laki-laki itu dalam keadaan koma. “Tuh, kan, ngelamun lagi,” bisik Alvaro. Kali ini tangan itu mengusap lembut pipi wanita yang sangat dicintainya itu. Adinda tersenyum, mengggenggam jemari Alvaro yang tengah mengusap pipinya. “Aku nggak papa, cuman lagi kepikiran soal kerjaan aja,” kilahnya terpaksa berbohong. Mengata
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status