Lahat ng Kabanata ng Janda Laila: Kabanata 71 - Kabanata 80
103 Kabanata
Sadewa Berlutut
“Kalau kamu takut aku tertular penyakit kelamin Haris, kamu boleh membatalkan rencana pernikahan kita, Mas.”Mungkin, memang aku ditakdirkan menyandang status Janda Laila, selamanya.“Kamu bicara apa, Laila? Periksa ke dokter pun belum? Bagaimana bisa kamu memvonis diri sendiri?” Nada suara Damar meninggi. Aku hanya mengembuskan napas. Saat ini pikiranku benar-benar kacau. Tidak tahu harus berpikir seperti apa. Sulit  sekali berpikir positif.“Mas---““Sudahlah, jangan kita bahas soal ini. Aku gak mau lihat kamu nangis, La. Selesai fitting baju, aku antar kamu ke rumah sakit.”“Mas, lebih baik fitting bajunya nanti saja.”“Ayolah, Laila ... aku mohon. Jangan membuatmu semakin bersedih. Denegr aku, bagaimana pun keadaan kamu, aku akan tetap menikahimu. Aku janji!” Setelahnya, perjalanan diselimuti keheningan. Beberapa kali Damar menghela napasnya. 
Magbasa pa
Haris Berpulang
“Calon suami?”“Iya. Lu mau tau siapa orangnya?” Sadewa mengangguk. Kayak burung gagak. Tanpa ragu, kugamit lengan Damar, sembari tersenyum, aku berucap;“Ini calon suami gue. Namanya Damar! Bulan depan kami akan menikah. Gue harap lu mau datang dan jangan pernah ganggu hidup gue lagi, ngerti??!”Kutarik lengan Damar masuk ke dalam gedung kantor, meninggalkan Sadewa yang masih melongo.Masuk ke dalam lift, aku menghela napas lega. Melepaskan gamitan pada lengan kekar Damar. “Makasih, La.” Menoleh, menatap Damar tak mengerti“Makasih udah mengakui aku sebagai calon suami kamu di depan dia.” Damar menyandarkan tubuh pada dinding lift, kedua tangannya masuk ke dalam saku.“Memang seharunya kan?”“Katamu, gak boleh ada orang kantor yang tahu soal hubungan kita kecuali Siska.”Aku terkekeh mengingat kembali ultimatum itu. Ultimatum yang aku
Magbasa pa
Hotel
Isak tangis masih terdengar di ujung telepon.“Kamu sekarang lagi di mana?”“Aku dan keluargaku masih di bandara. Penerbangan masih satu jam lagi. La, aku boleh minta tolong?”“Minta tolong apa?”“Tolong bantu urus jenazah Haris dulu. Di sana Cuma ada yang rawat Haris dan ketua RT setempat.”Sedikit ragu, aku mengiyakan permintaan Nafisa. Tapi tidak enak juga kalau menolaknya.“Ya sudah, aku akan ke sana. Kamu kirim saja alamatnya.”“Makasih ya, La. Maaf aku selalu ngerepotin kamu.”“Gak apa-apa. Kita kan saudara.”“Semoga kamu selalu bahagia, La.”“Aamiin.”Setelah mengucapkan salam, sambungan telepon terputus.“Ada apa?” Raut wajah Damar tampak cemas. Aku menghela napas.“Haris meninggal.”“Mantan suami kamu?” aku mengangguk. “I
Magbasa pa
Menikah
Tuduhan yang dilayangkan Sadewa membuat kami mengambil keputusan agar segera melangsungkan pernikahan. Aku dan Damar sudah mendatangi kantor Agama untuk mendaftarkan hari pernikahan. Setelahnya, kartu undangan, memesan gedung, cathering dan lain-lainnya. Alhamdulillah, meski terkesan mendadak tapi semuanya telah siap sedia.Aku berharap, acaranya juga berjalan lancar hingga hari H. “Kamu harus banyak istirahat setelah ini. Urusan kantor serahkan pada Adam dan lainnya. Siska juga masih bisa ngantor meski hamil,” ucap Damar saat mengantarku pulang. Kami berjalan beriringan sampai teras depan. “Memangnya gak apa-apa kalau aku gak ngantor?” Laki-laki berkumis tipis itu terkekeh. Kumanyunkan kedua bibir, merasa diejek olehnya. “Kamu kan yang punya perusahaannya, La. Suka-suka kamulah!” “Iya deh! Aku masuk dulu ya.” 
Magbasa pa
Berkali-kali
Alhamdulillah, rasa syukur tak henti aku ucapkan. Menikmati malam pertama bersama Damar, sungguh sangat berkesan. Sebelumnya tidak pernah merasakan percintaan seperti yang baru saja aku alami. Damar begitu perkasa dan ... Hm ... Sulit untuk diungkapkan!Aku menoleh, memandangi wajah lelaki yang kini telah resmi menjadi suamiku. Memiringkan tubuh, membelai bulu-buku halus di sekitar wajahnya. "Jam berapa, Sayang?" Mendengar pertanyaan Damar, aku tersentak, menarik tangan, namun Damar menggenggam tanganku. Sebelah tanganku menarik selimut hingga leher, menutupi tubuh yang belum mengenakan sehelai benang pun.Melirik jam dinding, pukul tiga dini hari."J-jam tiga," sahutku dengan gugup. Perlahan, Damar membuka kedua matanya. Bibir menyunggingkan senyum, telapak tanganku ia tempelkan pada pipinya."Udah lama bangun?" tanyanya lagi, menatap sendu padaku."Tidak, baru saja.""Kenapa? Mau lagi?" Damar mengerlingkan sebelah mata. Sumpah, aku semakin
Magbasa pa
Kedatangan Meyla
Setelah satu Minggu cuti dari pekerjaan kantor, aku dan Damar kembali bekerja.Pagi ini, seperti biasa menyiapkan sarapan, menyiapkan pakaian kerja untuk Damar dan juga menyiapkan berkas-berkas yang akan dibawa ke kantor. Mungkin kalau aku, hanya bekerja beberapa hari saja, merapikan laporan yang sempat tertunda, setelah itu akan menyerahkan perusahaan pada Damar dan Siska. Aku memilih jadi ibu rumah tangga saja, sebab di rumah tidak ada asisten rumah tangga. Sebenarnya Damar sudah menyarankan, tapi aku sendiri masih enggan. Sedang menikmati peranku sebagai ibu rumah tangga seutuhnya."Pagi, Sayang." Damar menyapa saat aku sedang menata roti panggang ke atas piring. Memelukku dari belakang."Pagi," sahutku singkat, menarik kedua tangannya, menyuruh duduk di bangku."Hari ini, tidak ada acara 'plus' setelah sarapan, oke? Kita harus secepatnya berangkat kerja, Sayang ...."Anggukkan kepala yang Damar berikan membuatku bernapas lega. Sebab seminggu full kami se
Magbasa pa
Keluar Dari RSJ
PoV Bu SarnihAkhirnya, aku bisa keluar dari tempat orang-orang yang tidak waras! Kini saatnya aku akan menuntut balas pada semua orang yang memasukkanku ke rumah sakit jiwa! Mereka harus menerima balasan yang setimpal! Kalau aku tidak bisa membuat mereka gila, maka aku akan melenyapkan nyawanya. Hahahahaha ....Orang-orang yang akan aku balas pertama adalah Haris! Si anak durhaka! Anak tidak tahu diri! Sudah aku besarkan dengan susah payah, dia justru tega meninggalkanku di rumah sakit jiwa seorang diri! Dasar anak panti asuhan!! Tidak tahu terima kasih! Sudah diajak hidup enak, sekarang dia malah tega padaku! Lihat saja pembalasan yang akan aku lakukan padamu Haris!Kedua adalah Susi! Menurut Penjaga rumah sakit, janda gatel itu yang selalu menemani Haris jika datang ke rumah sakit. Bisa jadi, si Haris kena hasutan Susi. Janda gatel itu memang selalu tidak suka padaku! Dari dulu, selalu saja menggagalkan segala rencana yang telah disusun.Pada saat aku ingin
Magbasa pa
Rencana Licik
PoV Bu SarnihHussain? Mirip nama belakang Laila. Tapi rasanya tidak mungkin kalau Nafisa punya hubungan darah dengan Laila. Setahuku, Laila tidak punya saudara lain. Dia anak tunggal."Nama ibu siapa?" Pertanyaan Nafisa membuyarkan lamunanku."Nama ibu ---" Aku tidak boleh menyebutkan nama asli, tidak boleh ada orang lain yang tahu kalau aku sudah keluar dari rumah sakit jiwa. Biar saja Laila, Haris dan Susi menyangka aku masih di rumah sakit jiwa."Nama ibu ... Ibu ... Ibu Iis." Ya, lebih baik aku menggunakan nama palsu. Biarlah, nama Sarnih alias Syahrini tertinggal di rumah sakit jiwa. Aku tidak mau mengenang lagi, kalau dulu aku pernah mengalami gangguan jiwa. Aduh, memalukan!!"Oh ibu Iis. Ya udah, Ibu makan dulu ya?" Nafisa melepaskan jabatan tangannya. "Iya." Aku menarik kursi, menyendok nasi dan beberapa lauk nasi yang beraneka ragam."Bu, saya tinggal dulu gak apa-apa?""Gak apa-apa."Nafisa meninggalkanku seorang diri r
Magbasa pa
Ke Rumah Susi
PoV Bu Sarnih Bagaimana bisa Halimah ada di sini? Dan menjadi ibu kandung Nafisa? Atau jangan-jangan Halimah hanya wanita tua yang dirawat oleh Nafisa? Setahuku, Halimah memang punya banyak anak. Dulu saja, alasan dia menitipkan Haris di panti asuhan karena anaknya banyak. Aku jadi teringat, awal pertemuan kami. Ketika itu, aku sedang bekerja di salah satu panti asuhan. Kedatangan Haris di panti asuhan bertepatan satu bulan aku tinggal di sana.Beberapa kali aku berbincang dengan Halimah. Ia mengatakan, terpaksa memasukkan Haris ke panti asuhan karena banyak anak. Aku sengaja bekerja di panti asuhan karena ada lelaki yang amat aku sayangi. Yakni Pak Abdullah, suami dari Khadijah. Tapi sial, cintaku pada lelaki itu tak kunjung terbalaskan. Meskipun aku telah merayunya dengan berbagai cara. Sampai akhirnya, Khadijah mengetahui rasa cintaku pada suaminya. Tanpa punya hati, Khadijah mengusirku dari panti asuhan. Pada saat itulah, aku
Magbasa pa
Bingung
PoV Laila Sepertinya untuk beberapa hari ke depan aku tidak dapat berhenti kerja dulu. Ternyata banyak pekerjaan yang belum selesai. Apalagi baru saja kami akan menangani proyek iklan dari Meyla. Damar pasti kewalahan kalau pekerjaanku sebelumnya dilimpahkan padanya."Mas, kayaknya aku gak bisa berhenti kerja dulu. Aku gak tega sama kamu, harus ngerjain banyak pekerjaan," ucapku saat Meyla sudah pergi dari ruangan. "Terserah kamu, Sayang ... Yang pnting kamu baik-baik aja," sahut Damar sembari mengecup punggungku. Posisi aku sekarang duduk kembali di atas pangkuannya. Damar yang meminta setelah Meyla pamit pulang."Oke kalau begitu. Tapi, kayaknya kita harus merekrut asisten rumah tangga lagi. Aku gak mungkin kan, kerja di kantor, mengurus rumah juga. Bagaimana?" Kalau untuk urusan memasak dan menyiapkan sarapan, aku masih bisa. Tapi kalau mencuci pakaian, menyetrika dan pekerjaan rumah tangga lainnya, aku tidak mungkin se
Magbasa pa
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status