All Chapters of Red Shoes Murderer: Chapter 21 - Chapter 30
33 Chapters
Bab 20, Hasrat Menyimpang
Inwood Hill Park terletak di punggung bukit sekis di ketinggian dua ratus kaki di atas Sungai Hudson, diujung utara pulau Manhattan. Penampakan Inwood Hill Park sendiri jauh berbeda dengan Central Park dan Sakura Park, karena merupakan hutan tua yang dikenal sebagai cagar alam Shorakapok. Kondisinya masih alami, sebagian besar terdiri dari bukit-bukit yang tidak memiliki landskap.Makanya Kent merasa heran dengan pemilihan tempat pembuangan mayat korban oleh pelaku kali ini."Mengapa pelaku mau bersusah payah membuang mayat korban ke Inwood Hill Park yang tidak hanya jauh, tapi juga sulit untuk diakses?" tanya Kent dalam hati."Mengingat lokasi pembuangan korban kali ini, aku yakin pelaku tidak beraksi sendiri, Pak," ujar Angela memecah kesunyian."Inwood Hill Park jelas berbeda dengan taman-taman kota sebelumnya. Taman ini lebih condong ke cagar alam. Hutan tua yang masih alami. Rasanya mustahil jika dia melakukannya sendiri. Pasti ada kaki tangan," lanj
Read more
Bab 21, Tiga Pilihan
"Namun, hasil pemeriksaan menunjukkan tidak ada aktivitas seksual baru pada gadis-gadis ini. Bahkan Naomi, yang merupakan korban pertama, masih dalam keadaan virgin.""Pertanyaannya, mengapa pelaku tidak melakukannya?"Pertanyaan Kent menggantung di udara. Untuk beberapa saat anggota tim gugus tugas itu kembali terdiam, larut dalam pikiran mereka masing-masing."Tiga kemungkinan, Pak," jawab David, memecah kesunyian."Pertama, pelaku memiliki orientasi seksual yang menyimpang. Kedua, pelaku mengalami disfungsi seksual. Ketiga, pelaku adalah seorang wanita," lanjutnya kemudian."Untuk opsi yang terakhir sepertinya tidak mungkin," Mac menyela. "Dibutuhkan energi yang besar untuk melakukan kejahatan sebesar ini, wanita tidak mungkin sanggup melakukannya," tambah Mac.Angela pun menyahut dengan semangat."Aku setuju dengan Mac. Sebagai seorang petarung MMA, kalian pasti tahu aku memiliki kekuatan di atas wanita pada umumnya. Namun, kekuat
Read more
Bab 22, Malam Eksekusi
Bagi sebagian orang masa lalu hanyalah suatu masa yang telah berlalu dalam hidupnya. Mereka bisa memanggil kenangan indahnya dengan mudah, dan bisa juga mengubur kenangan buruknya tanpa masalah. Lalu hidup damai dengan semua yang ada di hadapannya saat ini. Mereka bisa tertawa tanpa beban. Menikmati indahnya rasa jatuh cinta, bercumbu hingga napas tersengal, lalu menikmati malam-malam panas penuh gairah.Namun, bagiku. Masa lalu adalah neraka yang tidak pernah bisa lepas dari ingatan. Bahkan di saat tidur pun bayangannya semakin jelas terlihat. Itu bukan mimpi buruk, melainkan kenyataan yang kejadiannya terasa nyata berulang setiap kali aku memejamkan mata.Derap langkah sepatu berwarna merah itu selalu berhasil membuka semua kunci ruang kenangan yang susah payah aku tutup. Pintu-pintu kenangan itu terbuka, menghamburkan semua serpihan kisah sadis, menggerus hatiku untuk kembali berontak memberi perlawanan.Jiwaku berteriak dalam s
Read more
Bab 23, Fakta yang Menyakitkan
Lionel Garcia sedang serius mengamati berkas-berkas di tangannya ketika David masuk ke ruangan itu. "Selamat sore, Dokter Garcia," sapa David. Dokter berwajah tampan itu menoleh, sedikit menyipitkan matanya, berusaha mengenali pria bertubuh tegap yang berjalan mendekatinya. "Detektif Kent Bigael meminta saya untuk menggantikannya," ucap David saat jarak mereka semakin dekat. "Oh ... Detektif David? Yah, Bigael sudah memberitahuku tentang kedatanganmu. Hanya saja dalam bayanganku kau orang yang berbeda," sahutnya, sambil tertawa. "Apakah aku terlalu menyeramkan?" tanya David sambil mengelus pipinya yang sudah dipenuhi rambut. Lionel tertawa. "Aku yakin, setelah bercukur kau akan kembali ke usia 20-an," kelakarnya. David turut tertawa mendengar kata-kata Lionel Garcia. "Baiklah, sesampai di rumah nanti aku akan segera bercukur," jawabnya. "Jadi, apa yang kita dapat kali ini, Dok?" tanyanya, mengalihkan top
Read more
Bab 24, Muslihat Keji
Jam di dinding baru saja menunjukkan pukul enam pagi, tapi David sudah berada di ruang rapat kantor Unit Pembunuhan NYPD. Wajahnya yang tampan terlihat pucat, ia duduk gelisah dengan jari yang tidak berhenti mengetuk meja. Sesekali helaan napas panjang disertai hembusan yang kuat terdengar dari mulutnya. Suara langkah kaki di luar ruangan terdengar semakin jelas. David menoleh, memindai lewat dinding kaca untuk melihat pemilik langkah kaki itu, tapi belum sempat ia melihat sosok itu dengan jelas, Kent Bigael muncul dari pintu. "Ada apa sampai kau memintaku datang sepagi ini?" tanyanya langsung, begitu melangkah masuk, lalu bergabung bersama David, duduk berhadapan di depan meja rapat. David tidak langsung menjawab, ia mengeluarkan amplop besar dari tas, lalu memberikannya kepada pimpinan gugus tugas itu. "Ini laporan forensik dari dokter Garcia, Pak," ujarnya. Kent menerima amplop itu, tanpa melepaskan pandangan dari wajah David. Pengalaman se
Read more
Bab 25, Kesaksian
Alan Parkhust berperawakan sedang. Kulitnya putih pucat, dengan beberapa tatto di lengan kanan dan kirinya. Dilihat dari sudut mana pun, tidak ada hal yang menarik dari pria itu. Sorot matanya licik, dan dia juga sering menunjukkan senyum sinis. Satu-satunya pesona pria itu hanyalah suaranya yang merdu. Saat ia berbicara, nadanya tenang, kata-kata yang keluar dari mulutnya terdengar manis dan hangat. Mungkin itu yang membuat para gadis dengan mudah termakan rayuannya.Saat ini, dia terpaksa menunda semua hasrat gombalnya itu, karena sekarang dia harus berurusan dengan para penyidik. Terkait atau tidak, keterangannya dibutuhkan untuk mengungkap kematian Charlotte."Haruskah kau berbuat sejauh ini?" serangnya pada David yang baru saja memasuki ruangan itu."Ini masih kurang, Bung. Seharusnya aku mematahkan kakimu sejak lama," jawab David dingin.Bukannya diam, Alan justru mengeluarkan suara tawa yang penuh dengan ejekan."Lalu apa yang kau tunggu? La
Read more
Bab 26, Ledakan di Tengah Malam
"Sebelumnya saya minta maaf. Apakah sesuatu terjadi pada Charlotte?"Wanita itu akhirnya mengajukan pertanyaan yang sejak awal mengusik pikirannya. Selama tinggal di komplek perumahan itu, ia belum pernah sekalipun melihat ataupun mendengar petugas kepolisian datang mengunjungi dan menanyai warga. Apalagi polisi dari unit pembunuhan. Wanita itu yakin, sesuatu hal yang tidak wajar pasti telah terjadi.Suasana hening sejenak, karena Kent tidak langsung menjawab. Namun Angela yang tidak sabaran, langsung menjawab pertanyaan itu dengan cepat."Ya, kemarin sore, dia ditemukan tewas di Inwood Hill Park."Wanita itu kaget dan spontan membentuk salib dengan jari di dadanya."Ya, Tuhan. Berarti itukah alasan mereka bertanya-tanya tentang Charlotte sebelum pindah?" tanyanya pada diri sendiri dengan suara samar, nyaris berbisik.Namun, ternyata masih cukup nyaring di telinga Kent Bigael. Pria bertubuh besar itu pun langsung balik bertanya dengan cepat.
Read more
Bab 27, Tanpa Jeda
Jam sudah menunjukkan waktu pukul 3 dini hari ketika Kent Bigael menapakkan kaki di halaman rumah sakit. Sepasang kakinya yang panjang bergerak cepat menuju instalasi gawat darurat tempat dimana Angela sedang dirawat saat ini.Beberapa menit yang lalu ia mendapat kabar, Angela kritis karena ledakan di apartemennya. Kent yang baru saja hendak memejamkan mata langsung melompat dari tempat tidur, kemudian melarikan mobilnya dalam kecepatan penuh menuju rumah sakit.Rasa cemas dan was-was terpancar jelas di wajahnya."Joey!"Kent berseru dengan suara kuat begitu dirinya telah berada di dalam ruang IGD. Ia terus meneriakkan nama belakang Angela sambil menyibak satu persatu gorden yang menutupi ranjang."Maaf, Pak. Anda mencari siapa? Biar saya bantu," tawar seorang paramedis.Tangannya membentang di hadapan Kent, menghalangi pria bertubuh besar itu untuk menyibak gorden lebih banyak. Ia mengerti pria itu dalam keadaan panik, tapi sikapnya telah m
Read more
Bab 28, Darah Kering di Gantungan Kunci
Kilatan cahaya dari mobil polisi menyilaukan mata dini hari itu. Seorang tunawisma memberitahu patroli tentang penemuannya di taman kecil yang selalu gelap tanpa ada lampu taman seperti taman kota pada umumnya.Saat ditelusuri, benar kata tunawisma itu. Mayat gadis itu di letakkan begitu saja tepat di jalan masuk menuju taman. Seperti korban-korban sebelumnya, korban kali ini juga memiliki ciri-ciri yang sama.Sambil berkacak pinggang, Kent menghela napas panjang."Pelaku semakin percaya diri," komentar Lionel. Ternyata dokter forensik itu sudah berdiri di sampingnya sejak beberapa saat lalu."Benar. Seolah menantang dan mengejek kita karena masih belum mampu menangkapnya," sahut Kent.Seorang petugas mendekat."Seperti korban sebelumnya, tidak ada tanda pengenal, Pak. Tapi, bisa dipastikan dia adalah jemaat gereja X," lapor petugas bernama Jimmy itu."Bagaimana kau tahu? Apakah dari pakaiannya?" tanya Kent."Benar. Setiap ming
Read more
Bab 29, Petunjuk Penting
Sementara David pergi, Kent lanjut memimpin rapat tim gugus tugas."Pak, bagaimana kondisi Angela? Apakah ... dia baik-baik saja?" tanya Endrico khawatir."Luka bakarnya cukup parah, tetapi secara keseluruhan dia baik-baik saja. Dia bisa mengenaliku meski kesulitan untuk bicara," jawab Kent.Pria bertubuh besar itu sebenarnya jarang menunjukkan ekspresi atas apa pun yang terjadi di hadapannya, tetapi kali ini berbeda. Musibah yang dialami Angela cukup telak mengenai hatinya. Saat ini dia dalam keadaan sangat marah sebenarnya. Akan tetapi, dirinya juga seorang profesional yang harus bisa memisahkan masalah pribadi dengan perkerjaan. Meski jantungnya terasa ingin meledak, Kent berusaha untuk tampak tenang agar bisa menyelidiki kasus pembakaran apartemen Angela dengan baik. Di samping itu, kasus pembunuhan berantai ini juga tetap harus jadi prioritas agar tidak ada lagi korban berjatuhan."Sial! Siapa pelaku ini sebenarnya? Berani sekali menyerang rumah petu
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status