Semua Bab A Wish: Bab 41 - Bab 50
61 Bab
BAB XL
"Dia adalah iblis dan dia harus dimusnahkan."  Kalimat itu terus terulang-ulang bagai kaset rusak di telinga Violet. Gadis itu mengacak rambutnya frustasi. Bukannya menemukan titik terang setelah berbicara dengan Lucy, yang ada dia malah semakin stres.  Entah untuk ke berapa kalinya dia menghembuskan nafas panjang. Rasanya beban di punggung semakin berat untuk dia pikul sendirian. Apa suatu saat dia akan benar-benar menjadi gila karena masalah ini? Tolong jangan. "Kenapa semuanya jadi rumit kayak gini, sih?" monolognya sambil memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang dari balik kaca jendela kaca yang transparan. Violet memutuskan untuk membolos sekolah lagi. Alasan pertama, dia takut kalau-kalau ayah dan ibunya dapat menemukan dirinya dengan mudah di sekolah. Lalu alasan kedua adalah El, dia... hanya tidak tahu harus berbuat apa bila bertemu dengannya.  Iblis?
Baca selengkapnya
BAB XLI
Telinga sudah Violet tutup rapat menggunakan tangan, inginnya tidak mendengar suara gaduh yang orang tuanya ciptakan dari arah lantai bawah. Tapi tidak bisa, suara pertengkaran itu masih memaksa masuk telinganya, memaksa dia untuk mendengarkan tentang akibat perbuatannya itu. Apa pilihannya buruk karena dia pulang ke rumah?  Sekarang Violet benar-benar takut untuk mengambil sebuah keputusan. Dia merasa semua pilihan yang ia anggap benar, nyatanya selalu salah. Seperti pilihannya untuk pulang hari ini. Ditengah kegundahan hatinya, hujan turun dari langit. Awalnya hanya rintik kecil tapi lama-kelamaan menjadi lumayan lebat. Hujan itu membuat Violet sedikit kaget. Baru saja tadi pagi dia mengetahui fakta masa lalunya dan sekarang dia sudah disuguhi sesuatu yang paling berkesan di kehidupannya yang dulu.  Menari di bawah guyuran hujan bersama tuannya yang masih bertahan hidup bahkan di kehidupannya yang kali ini.&n
Baca selengkapnya
BAB XLII
Violet memejamkan matanya saat dia menabrak bibir El dengan bibirnya. Dia tidak melakukan apapun, hanya menempelkannya di sana. Tapi setelah itu, El lah yang mengambil alih. Dan jujur, Violet tidak menyangka. Dia kira El akan mendorongnya menjauh. Tapi apa yang pria itu lakukan padanya membuat dia kaget sekaligus berdebar. Pria itu dengan rakus meraup bibir Violet. Mendorong gadis itu secara kasar ke dinding. Tanpa memberi jeda, dia terus menerus melumat bibir itu. Awalnya lembut, tapi lama kelamaan dia menjadi kasar.  Mulai merasa bibirnya sakit, Violet pun memberontak. Tapi sulit untuknya menang melawan tenaga El yang begitu besar. Dia kehabisan nafas. Tangannya terus memukuli dada El, tapi tangan El yang besar mampu menangkap tangan Violet hanya menggunakan tangan kanannya.  "Ini yang kamu mau, kan?" nafas El satu-satu saat berbicara, namun dapat Violet dengar bahwa pria itu sedang kesal. "Maka saya akan men
Baca selengkapnya
BAB XLIII
"Apa yang dokter lakuin di sini?" tanya Violet saat mereka sudah duduk berhadapan di ruangan BK ini. Bunga tersenyum lembut saat mendengar nada tak bersahabat itu. "Kamu nggak pernah datang lagi semenjak kamu keluar dari rumah sakit. Dan orang tua kamu khawatir soal itu." Violet mengernyitkan dahinya heran. Heran dengan perkataan yang Bunga lontarkan padanya. Di keadaan seperti ini orang tuanya masih memperdulikan kesehatan mentalnya? Bahkan sampai menyuruh dokter ini ke sekolah?  "Kalau begitu kita akan mulai sesi konselingnya." Bunga mulai mengacak isi tasnya. Mengeluarkan beberapa dokumen yang sekiranya perlu. Selama proses konseling berjalan, Violet benar-benar terlihat tidak niat dalam menjawab pertanyaan Bunga. Bahkan beberapa ada yang berbohong. Lagipula tidak penting bukan? "Obatnya kamu minum, kan?" tanya Bunga tiba-tiba. Dengan santainya Violet
Baca selengkapnya
BAB XLIV
Lagi dan lagi. Entah bagaimana Violet dapat memijakkan kakinya di tanah gersang dan langit berwarna merah ini. Kalau Amon bilang ini adalah tanahnya, dan kalau Amon itu iblis. Berarti Violet berada di neraka? Jadi kesimpulannya apa Violet sudah mati?  "Kau belum mati."  Violet menoleh ke sumber suara. Antara lega tidak lega sih mendapati seseorang yang dia kenal di sini. "Amon." panggil Violet pelan. "Ya." jawab Amon dingin. "Apa lo yang bawa gue ke sini?" Violet menatap Amon tak suka.  "Tentu saja." jawab Amon sombong.  Mendengar itu Violet semakin menatap Amon tak suka. Violet benar-benar membenci tempat ini. Dia tidak menyukainya. Selain hawa tempat ini yang negatif, dia juga selalu merasa ada banyak mata yang mengawasi dirinya. Dan itu membuat bulu kuduknya selalu merinding kalau membayangkan ada yang benar-benar mengawasi gerak gerikn
Baca selengkapnya
BAB XLV
Terlalu banyak hal yang terjadi di hari ini. Hari yang singkat, namun memiliki banyak cerita untuk Violet ingat. Ada yang baik, mendebarkan, dan juga menyeramkan. Semuanya terlalu tiba-tiba untuknya. Tapi tak dapat pula dihindari. Violet kini semakin takut untuk keluar. Fakta kalau banyak yang mengincar nyawanya saja sudah membuatnya takut bukan main. Bagaimana kalau kejadian tadi akan terulang di masa depan?  Soal Bunga. Pantas saja Violet tidak menyukainya. Ternyata firasatnya tidak salah dalam menilai wanita itu. Lalu, bagaimana cara Violet memberitahu orang tuanya soal Bunga? Dokter gadungan yang jahat itu. Belum lagi soal El. Apa pria itu benar-benar marah? Violet ingin menghubunginya, namun gengsi sudah mendominasi pikirannya. Kalau dipikir-pikir, pria itu tidak perlu marah. Memangnya apa yang dia marahkan? Gadis itu mengacak rambutnya kesal, "Ah, nggak tahu lah! Pusing gue. Banyak banget
Baca selengkapnya
BAB XLVI
"Murahan banget, ih!" "Pantes aja kemaren lehernya..." "Gila! Masa mainnya sama guru, sih?!"  Dan masih banyak lagi bisik-bisik yang Violet dengar dari titiknya berdiri sekarang. Gadis itu sudah kepalang malu. Padahal bukan itu yang sebenarnya terjadi.  Bobi menepuk pelan bahu Violet yang sibuk mendengarkan gunjingan tentang dirinya, "Nanti jelasin sama gue. Sekarang mending kita ke kelas. Gue temenin." ucap Bobi pelan. Jujur dia kasihan pada Violet. Gadis yang dulunya idola satu sekolah kini berubah menjadi bahan tertawaan dan cemoohan. Violet menatap Bobi lama. Dia sedikit lega karena kakak sepupunya akhirnya bisa membelanya di sini. Setidaknya dia tidak sendirian di sini. "Ayo." ajak Bobi sambil menggenggam tangan Violet.  Mereka berjalan dengan tatapan dan bisikan yang menghujam mereka tiada henti. Violet sih lebih tepa
Baca selengkapnya
BAB XLVII
Tangan Violet baru saja mendorong daun pintu kelasnya dan dia sudah dilempari balon yang berisi susu tepat sasaran di tubuhnya.  Diulangi, dilempari balon berisi susu. Violet yang masih mematung di ambang pintu itu memejamkan matanya erat kala beberapa balon kecil yang berisi susu kembali dilempari padanya. Dia tidak dapat menghindar karena terlalu kaget.  "Lihat siapa yang masih berani ke sini?" Anya berteriak sambil melempar balon ke arah Violet yang masih mematung. "Nggak tahu malu!"  "Ganjen banget jadi cewek! Nyosor sana sini, guru pun diembat!" Anak-anak di dalam kelas itu ikut mencibir, mengejek, bahkan mentertawakan Violet yang kini tampak kacau dengan tetesan-tetesan air susu yang jatuh dari ujung rok dan rambutnya. "Apa-apaan?!" teriak Violet akhirnya setelah terdiam cukup lama. Gadis itu seperti sedang menahan sesuatu yang akan melua
Baca selengkapnya
BAB XLVIII
Violet berjalan diiringi tatapan jijik dan menghina. Dia berusaha mengabaikan tatapan-tatapan mengerikan itu dengan berjalan secepat yang ia bisa. Emosinya masih belum mereda 100% tapi tidak mungkin kan dia mengamuk di koridor sekolah dan melawan puluhan anak-anak ini?  "Ih lihat! Masih berani aja dia jalan!"  "Nggak tahu malu banget, sih!"  "Gila ni cewek."  Dan masih banyak hinaan-hinaan yang Violet dengar dengan jelas. Yang bisa dia lakukan hanya memasang muka setebal mungkin dan berjalan dengan cepat, secepat yang ia bisa agar dapat meninggalkan sekolah terkutuk ini.  Tiba-tiba Violet teringat sesuatu. Dua tahun lalu, tepat disaat dia sedang ujian nasional dia sudah mewanti-wanti agar tidak memasuki SMA ini. Seharusnya dia bersikeras agar tidak masuk SMA ini, bahkan kalau perlu seharusnya dia merengek seperti bayi saja. Ternyata firasatnya benar, seko
Baca selengkapnya
BAB XLIX
"Ini..." Vina menggantung ucapannya, dia menarik nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Ini tentang keluarga kita."    Jantung Violet langsung berdegup kencang mendengarnya. Apa ini? Apa lagi masalah yang datang menghampirinya?    "K-kenapa, Ma?" Violet menggigit bibirnya, ah, suaranya jelas sekali terdengar bergetar.    Dapat Violet dengar suara isakan tertahan dari ponselnya. Firasat Violet semakin tidak enak, "Aku bakalan pulang sekarang. Mama tunggu aku, ya." ucap Violet akhirnya dan mengakhiri sambungan secara sepihak.    Jujur, setelah ponsel sudah menjauh dari telinga, Violet menjadi bingung. Bingung sekali. Apa...apa yang harus dia lakukan? Violet tidak tahu. Firasat Violet mengatakan semuanya sedang tidak baik-baik saja. Violet takut untuk pulang dan menghadapi kenyataannya.    Tangannya bergetar meraih gelas minuman dan meminumnya hingga tandas
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status