All Chapters of A Wish: Chapter 11 - Chapter 20
61 Chapters
BAB X
Bulan berganti matahari, tanda hari buruk kemarin sudah berlalu. Tapi bukan berarti kejadian kemarin terlupakan begitu saja oleh Violet. Gadis itu masih sangat ketakutan setiap melihat cermin, seolah kejadian semalam menimbulkan trauma baru untuknya.  Hari baru pukul 6 pagi, saat matahari baru muncul dengan malu-malu. Namun, mata indah milik Violet seakan enggan menutup lebih lama.  Dihelanya nafas pelan, kesal karena tidak dapat tidur kembali di hari libur nasional yang seharusnya dia nikmati dengan bersantai seperti biasanya. Merasa haus, gadis itu pun terpaksa beranjak dari tempat tidur menuju dapur. Melongok kan kepalanya ke seluruh penjuru rumah berharap mendapati sang ibu yang biasanya sudah sibuk membersihkan rumah atau merawat taman belakang, tapi tidak ada. Mungkin tidur, pikirnya. Mengedikkan bahu, dia berjalan ke arah dispenser. Menekan tombol dispenser dan menampung air dengan g
Read more
BAB XI
Violet menatap pintu hitam di hadapannya. Rasa takut menghampiri hati, membuatnya ragu untuk memencet bel. Gadis itu menggigit bibirnya, haruskah dia pulang saja? Tapi sisi lain hatinya berkata, dia sudah datang jauh-jauh kemari, setidaknya dia harus membunyikan bel, bukan? Tangan gadis itu meraih bel, namun dia turunkan lagi. Naikkan, lalu turunkan, naik, turun, begitu terus. Akhirnya gadis itu frustasi sendiri bahkan sampai menjambak rambutnya.  "Gue gini amat, sih." Keluhnya pada diri sendiri.  "Gini amat?"  Violet mendongak. Menatap sepasang iris gelap dari seseorang yang sedari tadi ingin dia temui. Mata pria itu begitu gelap, berbeda dari 'hari itu'.  Sesaat, Violet tenggelam oleh iris gelap itu.  "Kamu bukannya ingin menemui saya?" Violet mengerjap kaget. Refleks gadis itu menyisir rambutnya ke belakang. Me
Read more
BAB XII
Setelah memastikan Violet sudah benar-benar hilang dari pandangan, El pulang ke apartemennya. Dan sesaat setelah sampai di dalam apartemennya, pria itu langsung masuk ke dalam kamar miliknya yang bernuansa gelap dan membanting tubuh atletisnya di atas kasur.  Dimana letak kesalahan yang dia lakukan? Dia tidak pernah melakukan kesalahan sebelumnya. Pikirnya terus saja melayang pada kejadian Violet tadi, walau kelihatannya dia menatap langit-langit kamar.  El terduduk kala mengingat sesuatu.  "Apa karena hari itu?" Bisiknya pada angin.  Pria itu berjalan ke arah laci dan mengambil sesuatu dari dalam sana. Raut wajah yang biasanya dingin dan datar berubah menjadi sendu saat melihat foto berwarna hitam putih yang sedang dia pegang. Tanda tanya yang sejak tadi muncul, mengapa dia menolong Violet pun belum hilang, apa benar karena gadis itu terlihat mirip dengan seseorang yang ada di fo
Read more
BAB XIII
Violet berjalan pulang. Sengaja dia melangkahkan kakinya dengan lambat, dia ingin menikmati udara sore.  Suara tawa anak-anak terdengar kala Violet melewati taman bermain. Gadis itu berhenti, lalu melangkahkan kakinya ke ayunan dan duduk di sana. Matanya mengamati anak-anak yang bermain dengan bahagia. Berlari ke sana kemari dengan tawa yang terdengar lucu di telinga Violet.  Ingin rasanya kembali menjadi anak kecil seperti mereka. Bermain tanpa mengenal sulitnya hidup di dunia, pasti menyenangkan. Seperti itulah pikiran Violet kini saat menatap anak-anak itu.  Sebuah tepukan kecil menyadarkan Violet dari lamunannya, membuatnya menunduk melihat seorang gadis kecil berambut panjang yang rambutnya diikat dua sedang menatapnya dengan mata bulat yang polos.  "Nama kakak siapa? Kok sendirian?" Tanyanya dengan nada yang menggemaskan.  Aduh, Violet ingin menggig
Read more
BAB XIV
Violet menatap ke sekelilingnya. Perasaan takut memeluk erat dirinya tiap kakinya melangkah.  Dia tidak tahu dimana dirinya berada. Saat Violet membuka mata, tahu-tahu dirinya sudah berada di sebuah tempat yang terlihat aneh sekaligus menyeramkan.  Entah apa sebutan yang tepat untuk tempat ini. Sejauh mata memandang, hanya ada tanaman hitam setinggi pinggangnya, seolah-olah tumbuhan itu dapat mengikat tubuhnya kalau Violet tidak menginjakkan kaki dengan hati-hati. Belum lagi dengan warna aneh langit tempat ini, oranye kemerahan seperti sedang dibakar oleh bara api.  "Sebenarnya gue dimana, sih?" Gumam gadis itu, entah untuk ke berapa kalinya. Kedua tangan yang memeluk diri serta jantung yang terus berdegup, menandakan betapa ketakutannya gadis itu.  Matanya berkaca-kaca, "Mau pulang..." cicitnya. "Pulang?"  Mata Violet membulat kaget,
Read more
BAB XV
Angin malam yang menyejukkan. Bukan hanya tubuhnya yang sejuk tetapi hati dan pikiran yang akhir-akhir ini kusut pun ikut merasakan angin malam yang begitu menenangkan. Gadis yang mengenakan pakaian pasien itu berdiri di dinding pembatas atap rumah sakit. Ingin menikmati indahnya malam karena tidak bisa tidur.  Atap rumah sakit ini dibuat seperti taman. Sangat indah, membuat Violet sering menjadikan taman ini tempat bersantai dan menghilangkan bosan serta rasa kesepian yang menghampiri. Dan malam ini, hanya ada dirinya sendirian di taman atap rumah sakit. Ya, Violet kembali merasa kesepian karena kesibukan kedua orang tuanya. Ayahnya yang gila kerja, ditambah ibunya yang biasanya selalu berada di sisinya semenjak kejadian pengasuh itu pun terpaksa harus mengurus perusahaan peninggalan sang kakek yang sedang dalam keadaan kacau balau karena ada beberapa pegawai tak bertanggung jawab menggelapkan dana yang jumlahnya tidak sedikit. 
Read more
BAB XVI
"Kenapa kamu terus aja nyabut infus kamu Violet? Keadaan kamu belum baik-baik aja. Tolong jangan bikin Mama sama Papa khawatir disaat kami enggak ada!"    Violet yang sedang bersender di punggung tempat tidur rumah sakitnya acuh tak acuh mendengarkan ibunya yang kini sedang berada di puncak emosinya. Yang gadis itu lakukan hanya menatap ke luar jendela, melamun.    "Lihat Mama!" Bentak wanita itu sekali lagi membuat Violet terpaksa menatap matanya dengan malas.    Gadis itu menghela nafasnya pelan, "Ma, kepala aku pusing. Udah dong ngomelnya." Ujarnya beralasan, padahal dia tidak merasakan sakit sama sekali. Dia hanya ingin beristirahat.    Vina memijit pelipisnya tanda kalau dia lelah, "Tolong Mama kali ini aja, Violet. Mama tahu seharusnya sekarang Mama temenin kamu di sini. Tapi keadaan perusahaan sedang benar-benar enggak bisa ditinggal. Mama minta pengertian dari kamu." 
Read more
BAB XVII
Ruangan Violet begitu gelap. Gadis itu sulit melihat, hanya dapat melihat samar-samar karena cahaya bulan purnama yang masuk melalui celah-celah gorden jendela yang tidak tertutup rapat.  Gadis itu yakin kalau dia tidak berada di kamar inapnya yang tadi siang dia tempati. Tapi brankar kasur ini yang membuatnya masih yakin kalau dia tetap berasa di rumah sakit. Tapi itu tetap tidak mengurangi rasa takutnya. Selain tidak dapat melihat dengan jelas, Violet juga tidak dapat bergerak. Saat bangun, tahu-tahu tangan dan kakinya sudah diikat kencang dengan tali. Suaranya bahkan sudah serak karena daritadi terus berteriak memanggil seseorang, tapi tetap tidak ada yang datang. Violet takut, sebenarnya dia ada di ruangan apa, sih? "Lo tahu ini ruangan apa?" Suara itu lagi. Kali ini Violet tidak akan menjawab suara aneh itu.  "Lo dibawa ke bagian kejiwaan. Mereka semua ngira kalau
Read more
BAB XVIII
Suara air yang jatuh dari langit beradu dengan tanah itu sangat berisik. Tapi El menyukai udara sejuk akibat hujan ini. Pria itu berdiri dengan segelas wine ditangan, menghadap jendela yang terbuka lebar. Baju bagian depannya sudah lembab akibat hujan yang memaksa masuk dari jendelanya. Tapi dia tidak peduli, dia hanya ingin menikmati ketenangan yang sudah lama tidak ia rasakan ini.   Pria itu meminum wine nya. Ah, benar. Rasanya sudah lama sekali dia tidak sesantai ini. Dia selalu pusing memikirkan takdir macam apa yang terikat antara dirinya dan Violet. Tapi beberapa hari ini sungguh menenangkan tanpa rasa sakit yang menderanya seperti seminggu yang lalu.   "Benar, Violet. Kamu tidak seharusnya banyak tingkah." Gumamnya pada angin yang membawa hujan.    Tangan kekar itu mengangkat gelas wine ke atas, lalu dia menggerakkan tangan dan kakinya. Pria itu menari. Seperti menari dengan seseorang, tapi nyatanya dia hanya
Read more
BAB XIX
"Bobi!"  Bobi yang merasa terpanggil pun menoleh. Ternyata si aneh El yang memanggilnya. "Kenapa?" "Kamu saja yang ajak dia keliling sekolah." Suruh El sambil menunjuk Lucy dengan dagunya. Lucy pun merengut masam. "Kan lo yang disuruh anterin gue keliling sekolah." Rengek gadis itu. Bobi malah tersenyum senang. Pria itu menaik-turunkan alisnya saat menatap Lucy, "Eneng Lucy sama akang Bobi aja. Si El itu anaknya aneh." El tampak tak peduli. Dia malah pergi ke kantin ingin membeli sesuatu untuk dijadikan cemilan. Kalau dia mengantar gadis itu berkeliling yang ada dia tidak dapat bersantai. Tapi langkahnya terhenti begitu saja karena Lucy menarik tangannya. "Lo engga ingat, ya? Gue yang lo tabrak kemarin di rumah sakit." Gadis itu menunduk, memperhatikan sepatunya. "Sebagai permintaan maaf, kenapa ngga lo aja yang ajak gue keliling sekolah?" &
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status