All Chapters of BISA TANPAMU: Chapter 31 - Chapter 40
74 Chapters
HAMIL
"Mbak Santi sakit, Mas?" Dinda menatap kakak iparnya dengan serius. "Masuk angin mungkin, Din. Semalam muntah-muntah. Tapi tadi aku sudah minta ibu untuk jagain dia dulu. Rencananya nanti sore aku mau periksakan ke dokter kalau belum baikan," jelas Hanif. "Kamu sendiri kenapa udah masuk, Din? Lihat tuh wajah kamu masih lebam gitu," ujar Hanif. "Udah nggak sakit kok, Mas. Lagipula hari ini kan ada meeting pagi. Nggak enak kalau ijin keterusan," ucap wanita itu sambil merapikan barang-barang di atas meja kerjanya. "Iya makanya itu, aku juga nggak bisa ngantar Santi ke dokter pagi ini. Oya, kemarin sudah ditelpon sama pakdhe kan, Din?" tanya Hanif. "Sudah, Mas." "Sudah diberitahu rencana untuk bulan depan?" "Sudah juga. Makanya itu aku nggak bisa ijin terus, Mas. Takut mengecewakan pakdhe nanti kalau kerjaanku nggak beres." "Aku juga gitu, Din. Aku merasa kok ini terlalu cepat ya. Aku takut nggak bisa menjalankan kantor ini sesuai harapan pakdhe. Masih kurang yakin aku sama kema
Read more
MARAH
(SUATU SORE SEBELUM JAM KANTOR USAI) Dira yang sedang duduk di kursi ruang pantry terlihat manyun sambil mengamati ponselnya. Berkali-kali dia mendesah sambil membenarkan letak duduknya. Ada satu pesan di aplikasi hijaunya untuk seseorang yang membuatnya sangat resah dari semalam. Pesan itu sudah dikirimnya lebih dari dari 20 jam, namun tak kunjung dibaca oleh pemilik akun tersebut. Padahal, Dira melihat lelaki itu berulang kali online di aplikasi perpesanannya. 'Sombong banget,' gerutu Dira kesal. Tak berapa lama kemudian, di tengah rasa gundahnya, Dira dikagetkan dengan sebuah telepon masuk ke ponselnya dari kakak lelakinya. "Ya, Mas, ada apa?" sapanya menyambut sang kakak dengan tak bersemangat. "Nanti kamu pulang jam berapa, Dir?" tanya Bram dari seberang sana. "Seperti biasa, paling sebelum maghrib udah di rumah. Kenapa, Mas?" "Oooh, ya udah. Nggak apa-apa sih. Langsung pulang saja jangan kemana-mana ya? Oya, kamu hubungi teman kamu suruh ke rumah. Mas udah dapet uangnya
Read more
PURA-PURA
Rifat baru saja menurunkan Dinda di depan rumah Ema saat ponselnya tiba-tiba berdering. Sambil melajukan mobilnya pelan meninggalkan jalan depan rumah Ema, Rifat memasang headset ditelinganya setelah menjawab panggilan masuk dari nomer yang belum disimpannya itu. "Ya?" sapanya. "Mas Rifat ya?" tanya suara seorang wanita dari seberang sana. "Iya, dengan siapa?" tanya Rifat sambil pikirannya refleks mencoba menebak siapa wanita yang menelponnya itu. "Ini Dira, Mas. Adiknya mas Bram. Mas Rifat lagi dimana? Aku mau minta tolong," kata Dira dengan suara parau. "Dira? Ada apa, Dir?" "Mas, aku habis kecopetan. Aku nggak bisa pulang." Lalu mulai terdengar isakan halus Dira di telepon. "Kecopetan? Kok bisa? Dimana? Kamu dimana sekarang?" "Di deket mall Melati, Mas. Aku bingung gimana caranya pulang, Mas." "Ya udah kamu di situ dulu aja. Jangan kemana-mana. Tunggu sebentar lagi aku ke situ," kata Rifat. Lalu lelaki itu pun segera mematikan sambungan teleponnya dan fokus pada kem
Read more
TUKANG ADU DOMBA
"Kamu yakin itu Rifat, Dir?" Bu Lis, Bram, Dira, dan Lina masih duduk di kursinya masing-masing di ruang makan saat Dira kemudian bercerita tentang kedatangan Rifat hari ini ke kantornya. "Ya yakin lah, Mas. Mata Dira juga masih awas meskipun lihatnya dari jarak yang agak jauh," jelas Dira tambah bersemangat melihat kakaknya yang begitu kaget mendengar informasi itu. "Dari kapan dia mulai datang ke kantor kamu?" tanya Bram penasaran. "Dira sih nggak tau, Mas. Dira baru lihat hari ini tadi. Kayaknya temen mas itu juga akrab banget lho sama si Hanif," jelas Dira dengan nada penuh hasutan. "Aneh ya," gumam Bram sambil menempelkam jari-jarinya ke bibir. Nampak ada sesuatu yang coba dia ingat-ingat tentang Dinda dan Rifat. "Setauku Dinda itu nggak pernah kenal sama Rifat, sebelum kejadian malam itu," kata lelaki itu seperti sedang bergumam pada diri sendiri. "Maksud kamu kejadian waktu kamu hajar si Dinda di depan rumah itu, Bram?" tanya bu Lis ikut mengingat. "Iya, Bu. Sebelumny
Read more
UPAYA MENDAPATKAN HAK ASUH
Persidangan pertama hari itu benar-benar membuatku tak percaya. Dengan apa yang telah menimpaku waktu itu, harusnya aku tak punya hambatan yang berarti dengan sidangku perceraian ini. Meskipun pada kenyataannya, aku dan Ema sedikit keheranan saat melihat mas Bram ternyata datang untuk hadir dalam sidang cerai kami. Namun bukan kehadiran mas Bram yang membuatku begitu shock hari ini. Bukti-bukti yang dia bawa membuatku seketika terduduk lemas di kursi persidangan. Ema yang menemani di kursi belakangku pun sempat memegangi pundakku sesaat setelah aku mendudukkan diri lemas. Mas Bram rupanya tidak main-main dengan niatnya untuk tidak membiarkan Icha jatuh ke tanganku, hingga dia nekat melakukan hal-hal di luar nalar. Selain membawa foto-foto rekayasa Dira tentang kedekatanku dan mas Hanif waktu itu, ternyata mas Bram juga telah memiliki foto-fotoku dengan Rifat. Entah bagaimana dia bisa mendapatkan semua itu. Meskipun aku tau itu semua foto omong kosong belaka, namun tak ada yang bisa
Read more
SEHARUSNYA BAHAGIA
"Aku mau cerai, Mas!" Wanita itu mendudukkan dirinya di kursi makan dengan kasar. Hanif tertegun, melepaskan sendok yang sejak tadi dipegangnya hingga terdengar bunyi berisik dari piringnya. Bu Ranti yang sedang berada di dapur dan tak sengaja mendengar perkataan anak sulungnya itu segera menghentikan aktifitasnya. Lalu perlahan beranjak menuju ruang makan. "San, istirahatlah di kamar. Kamu capek, Nak," kata wanita tua itu prihatin. "Enggak, Bu. Aku baik-baik saja. Seharian aku sudah tidur. Aku nggak capek kok," kata wanita itu sekilas menatap ibunya. Lalu beralih ke arah suaminya yang masih terdiam di kursinya dan sedang balik menatapnya dengan sorot tak percaya. "Kamu kenapa, Dek?" Hanif mencoba berlembut kata pada sang istri. Mungkin saja yang diucapkan ibu mertuanya tadi benar, bahwa istrinya saat ini sedang kecapekan hingga bicaranya jadi ngelantur seperti itu. "Aku mau kita cerai, Mas. Aku dan kamu," ulang Santi, menegaskan ucapannya. "Iyaa, tapi kenapa? Masalah foto-f
Read more
KETERLIBATAN RIFAT
Ema mengalihkan perhatian dari ponselnya saat dilihatnya mobil sport hitam memasuki halaman restoran tempatnya melakukan janji bertemu dengan Rifat. Tak berapa lama, lelaki itu pun terlihat berjalan masuk dan menghampirinya. Tubuh gagah lelaki itu langsung mengingatkan Ema betapa sangat beruntungnya sahabatnya. Belum juga lepas dari suaminya, Bram, lelaki seganteng Rifat sudah mengantri untuk mendapatkan perhatiannya. "Hai, Ema. Sudah lama? Maaf ya, tadi mendadak ada tamu penting di kantor. Jadi nggak bisa cepat-cepat keluar," ucap lelaki itu dengan nada penyesalan saat mencapai meja yang sudah dipesan Ema sebelumnya. "It's okay. Aku belum lama kok. Silakan duduk, Pak. Mau pesan sesuatu?" tanya Ema. "Rifat saja. Tidak perlu pakai 'Pak'," kata lelaki itu sambil tertawa kecil. "Baiklah, Rifat. Mau pesan sendiri atau ...?" "Kopi saja. Aku sudah makan tadi di kantor." "Ooh okay, baiklah." Lalu Ema pun melambaikan tangannya pada seorang pelayan yang kebetulan sedang berdiri tak
Read more
BENAR-BENAR SHOCK
"Diraaaaaa!" teriakan khas Bertha mengejutkan semua orang yang berada di pantry. Dira yang baru saja masuk ke ruangan berlari tergopoh-gopoh menghampiri kepala OB itu. "Ya, Bu," jawabnya sambil menunduk takut-takut. "Kamu liat nggak ini jam berapa? Sudah berapa kali aku bilang sama kalian kemarin kalau hari ini nggak boleh ada yang telat. Ngerti nggak sih kamuuu?" ucap Bertha dengan nafas naik turun. "Tapi ini cuma terlambat 5 menit, Bu," protes Dira. "Lima menit itu namanya juga terlambat. Pengen dipecat kamu? Hah?" "Enggak Bu, enggak." Dira menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu tau nggak sih kalau hari ini ada acara penting di kantor ini, Dir? Bisa-bisanya ya kamu malah dateng telat?" "Maaf saya nggak tau, Bu. Acara apa ya?" tanya Dira yang sontak membuat Bertha semakin naik pitam. "Ya ampun, Diraaaaa! Kamu itu bener-bener ya. Udah telat, nggak tahu lagi kalau mau ada acara di kantor," dengus Bertha kesal. "Dah, ayo semua cepet! Yang kemarin sudah ditunjuk untuk ke ruan
Read more
TAKUT KEHILANGAN PEKERJAAN
Tak berapa lama kemudian, acara pelantikan pun berlangsung. Pak Arno Renggo Atmojo akhirnya mengumumkan Hanif sebagai pimpinan untuk kantor terbarunya dan Dinda sebagai wakil kepala cabang. Semua staf, karyawan, bahkan security menyambut baik berita gembira itu. Hanya ada satu orang saja yang terlihat sangat tidak bahagia di dalam ruangan yang mulai riuh rendah dengan senyum dan tepuk tangan meriah pagi itu, dialah Dira. Sejak MC membuka acara hingga akhirnya menutupnya dengan doa bersama, gadis itu terlihat pucat dan hanya tertunduk dengan pikiran tak karuan. Jika dia sampai kehilangan pekerjaannya sekarang, itu artinya dia bukan hanya akan menjadi gadis pengangguran lagi, namun dia juga akan berhadapan dengan sang kakak, Bram, yang pasti akan sangat marah besar padanya. Lalu bagaimana cara dia membayar hutang jika dia kehilangan pekerjaaannya? Setelah acara ditutup, satu per satu yang hadir segera mengikuti sang direktur utama perusahaan itu untuk meninggalkan ruangan. Senyum p
Read more
INGIN DINDA KEMBALI
"Bu, mba Dira kenapa sih?" Lina bergegas lari menuju bu Lis dan Bram yang baru saja keluar dari mobil malam itu. Bu Lis dan Bram saling berpandangan. Seingat wanita tua itu, tadi sebelum dia meminta Bram untuk mengantarnya belanja ke supermarket, Dira belum pulang dari kantornya. "Memangnya kenapa kakakmu?" tanya Bu Lis. "Nggak tau. Pulang kerja tiba-tiba ngamuk-ngamuk di kamar trus nangis," jelas Lina, sang anak bungsu. Karena khawatir, bu Lis pun segera masuk ke dalam rumah di ikuti Bram dan Lina di belakangnya. Saat sampai di kamar sang anak gadis, betapa kagetnya orang tua itu karena kamar Dira sudah berantakan sekali. Sementara itu Dira sendiri terduduk di lantai menangis terisak sambil membantingi benda apa saja yang ada di dekatnya. "Diraaa, kamu kenapa?" bu Lis segera menghambur memeluk anaknya. "Kenapa kamu, Nak?" Melihat kondisi anaknya yang memprihatinkan, wanita tua itu pun ikut meneteskan air mata. Dira yang baru menyadari ibunya datang, buru-buru mengusap
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status