Semua Bab Deutragonis : Fighting Dreamer: Bab 11 - Bab 20
35 Bab
Bab 10 : Tokoh Utama
Shirin meraba jaket di punggungnya, lembut, dan hangat. Kemudian, suara dehaman seorang lelaki terdengar. Seorang lelaki berambut cokelat melangkah melewati dan memunggunginya. Tersadar akan sesuatu, Shirin berdiri dan segera menghapus air matanya. Ia meraih jaket di punggungnya dan menyodorkannya pada lelaki itu. "M-maaf, ini jatuh." Lelaki yang tak lain adalah Athalas Fernan itu menoleh seraya mengerutkan dahi. "Hah?" "Ini jatuh." Shirin mengulangi, sambil menggoyangkan tangannya yang memegang jaket hitam itu. Atha masih mengernyit dan tatapan bingungnya berubah menjadi aneh. Ia menuding Shirin. "Lo pikir gue gak sengaja jatuhin jaket itu tepat di punggung lo?" Shirin mengangguk.
Baca selengkapnya
Bab 11 : Patah Hati
"Jangan deket-deket!" Shirin mengingatkan dengan suara yang seharusnya lantang dan berani, tetapi ia benar tentang tenggorokan yang kering—tak ada suara yang keluar dari mulutnya. "Kenapa, Manis?" tanya lelaki itu, dan suara tawa liar menyusul. Shirin memasang kuda-kuda, kaki terbuka, dengan panik berusaha mengingat-ingat jurus beladiri yang ia tahu. Kepalan tangan siap dilayangkan, semoga bisa mematahkan hidung atau menghantam kepala dua lelaki itu. Namun, sebelum sempat menyerang, sekonyong-konyong lampu sorot muncul dari sudut jalan dan sebuah mobil nyaris menabrak si kekar dan melemparnya ke trotoar. Shirin berlari ke tengah jalan—mobil ini akan berhenti atau malah menabraknya? Mobil hitam itu tak disangka-sangka menukik, lalu berhenti dengan salah satu pintu terb
Baca selengkapnya
Bab 12 : Cokelat
Keesokan harinya, adalah hari kasih sayang. SMA Generasi Bangsa punya tradisi tersendiri untuk merayakannya. Yaitu semua warga sekolah wajib bertukar cokelat untuk orang yang disayanginya. Baik itu teman, sahabat, pacar, ataupun guru. Shirin merasa suasana sekolah lebih riuh dari biasanya. Pagi ini, Mia menemukan laci mejanya penuh dengan cokelat dan bunga. Stevany menolak mentah-mentah tiga orang lelaki yang menembaknya. Joy ikut bernyanyi dangdut di kantin bersama para jomlo. Abi yang diam-diam membuang cokelat dari para fans-nya. Serta Shirin. Shirin menatap cokelat bermerek di tangannya, kemudian menatap pintu kelas XII IPA 2 yang terbuka lebar seolah ingin memakannya hidup-hidup. Shirin meneguk ludah dan kakinya bergerak-gerak gelisah memerhatikan Aldiaz yang duduk di kursi paling belakang. Aldiaz masih asyik membaca buku seolah tidak menyadari Shirin. Beberapa gadis bergantian datang ke meja Al untuk sekedar menyod
Baca selengkapnya
Bab 13 : Padang Rumput
Mata Willa memicing menatap Athalas yang masih sibuk dengan ponselnya. Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak tadi. Namun, kedua orang itu seakan enggan beranjak."Lo gak pulang?" tanya Atha pada akhirnya.Willa berdecak. "Gue mau ngomong sama lo. Peka, kek.""Yaudah, ngomong aja," jawab Athalas tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponsel."Lo anak jurnal, 'kan?"kali ini Athalas meletakkan ponselnya dan menatap wajah cantik Willa. Tatapannya datar seolah menusuk. "Lo mau apa?"Willa tersenyum.***Mobil mulai memasuki kawasan yang asing. Jalan aspal tampak usang dan terlihat sedikit retak. Pohon tabebuya kuning terbentang di sisi-sisi jalan. Shirin tidak tahu sudah berapa lama mereka berkendara, pinggangnya terasa pegal, dan sepertinya, ini di luar kota Jakarta.Shirin mencoba merenggangkan tubuhnya dan bersenandung memandang sekitar."Kamu gak takut?" suara
Baca selengkapnya
Bab 14 : Terbunuh
"Kayak kamu bisa ngelawan aku aja." Shirin duduk tak bergerak dan merasa lebih takut pada Al daripada selama ini. Ia tak pernah melihat Al begitu bebas membuka topeng ketenangannya seperti ini. Tak tahu bagaimana caranya Al bisa sekuat dan secepat itu. Siapa dia sebenarnya? "Dia sakit." "Dia bisa bunuh perasaan maupun fisik lo kapan pun." Perkataan Athalas kembali terlintas di otak Shirin. Shirin kembali melirik ponsel, tetapi ia tak bisa bergerak untuk menyalakannya dan menghubungi Mia. Dengan wajah pucat dan mata membelalak, Shirin duduk bagai burung yang siap dimangsa ular. Mata Aldiaz yang indah seolah berkilat-kilat karena perasaan senang yang meluap-luap. Ketika detik demi detik berlalu, percikan itu memudar. Ekspresinya perlahan berganti menjadi kesedihan. "Jangan takut," gumamnya. Suara lembutnya tak disengaja terdengar menggoda. "Aku janji ... aku janji gak akan melukai kamu." Ia kelihatan lebih ingin meyakinkan diriny
Baca selengkapnya
Bab 15 : Memalukan
"Kak Atha." Shirin kembali bicara. "Sebenernya, Kak Al itu sakit apa?"Athalas diam dan menatap Shirin untuk waktu yang lumayan lama. Namun, saat ia hendak membuka mulut, pintu rooftop dibuka kencang. Aldiaz berdiri dengan sebelah telapak tangan menempel pada pintu, angin berembus menerbangkan helaian rambutnya.Athalas bangkit, mengambil hand bag yang dibawa Shirin, dan berjalan menuju pintu. "Bukan urusan lo," jawabnya. Sebelum pergi, ia sempat menabrakkan bahunya ke Al.Aldiaz masih diam, bahkan saat Athalas sudah menghilang di balik pintu. Cowok itu menunduk dalam.Shirin mengusap lengan, ekspresinya menyesal. "Maaf," bisiknya.Aldiaz menggeleng. Namun, tanpa mengucapkan apa pun, lelaki itu berbalik dan melenggang pergi.Bahu Shirin merosot dan tak habis pikir. Aldiaz bahkan tidak menatapnya sama sekali. Apa kali ini ... Al benar-benar marah padanya?***S
Baca selengkapnya
Bab 16 : Intermittent Explosive Disorder
"Gue gak bisa pura-pura lagi." suara Mia sedikit bergetar.Willa menepuk-nepuk bahunya. "Tenang aja, Mia. Lo cuma harus lakuin apa yang gue suruh. Habis itu, semua bakal baik-baik aja.""Lo mau gue ngelakuin apa?" tanya Mia, dan kali ini tatapannya datar. Senyum Willa kembali mengembang, ia mendekat dan berbisik tepat di telinga Mia."Soal film yang dibuat sama tim jurnalis sekolah ...."***Abi tersenyum puas melihat rekaman video yang dibuatnya. Matanya melirik Willa dan Mia yang sudah menghilang tertelan keramaian koridor. "Kena lo, Wil!" gumamnya. "Kalau Al tau, dia pasti mati."Valen geleng-geleng kepala. "Jangan kasih tau Al.""Lah, kok gitu, sih?" Abi memrotes. "Buat apa gue rekam kalau si Al gak boleh tau?""Al itu kalau marah gak main-main." Valen memukul kepala Abi dengan sendok bersih. Ia membuang muka dan memelankan suara. "Kalau beneran kejadian, langsung
Baca selengkapnya
Bab 17 : Lihat Aku
Shirin keluar dari kelasnya bersama Mia, tetapi mereka harus berpisah di gedung utama. Mia harus berbelok ke lorong untuk berkumpul dengan anggota klub jurnalis, sementara Shirin berjalan lurus ke luar gerbang. Ya, setidaknya itu yang direncanakan Shirin.Namun, begitu keluar dari gedung utama, seorang gadis menghalangi jalannya. Ia Willa, kelas XII IPA 2. Cewek jangkung itu menatapnya dingin, tetapi ekspresi ketusnya tak mengurangi kecantikannya sedikit pun.Shirin tersenyum kikuk, merasa insecure berhadapan dengannya."Jangan terlalu deket sama Aldiaz," ucap Willa to the point dan tanpa senyum, sukses membuat senyum Shirin sirna. "Gue gak akan cemburu sama cewek kaku kayak lo, tapi yang tadi itu kelewatan. Gue tau, banyak cewek yang nge-fans sama Al, tapi gak gitu juga. Pura-pura nangis supaya dipeluk terus ditemenin ke UKS? Lo masih punya harga diri, 'kan?"Perkataannya begitu dingin dan menusuk—membuat Shirin semakin tert
Baca selengkapnya
Bab 18 : Film Dokumenter
Tawa Athalas pecah melihat ekspresi Shirin di foto. Dengan susah payah ia duduk di samping Shirin dan memperlihatkan sebuah foto di layar ponselnya.Shirin menggeleng dan berusaha mengambil kesadaran. Menyadari apa yang terjadi membuat wajahnya panas."Lihat, nih, foto lo," ucap Atha di sela-sela tawa. "Tampang-tampang jones, ahahaha!"Shirin merebut ponsel itu. Di foto, Atha terlihat berpose dengan gaya salam dua jari. Di sampingnya, Shirin duduk dengan wajah tertekuk. Shirin menutup wajah dengan kedua tangan dan merasa malu.Atha kembali merebut ponselnya dengan sisa tawa. "Sip, gue kirim ke Al.""Eh, jangan!" Shirin menjawab cepat, membuat Atha kembali tertawa. Merasa dipermainkan, Shirin hanya meliriknya tajam dan kembali diam.Tawa Atha mereda, ia bersandar ke kursi taman dengan senyum yang mengembang. "Lo kenapa duduk sendirian sambil murung kayak jones?""Gak papa," jawab Shirin cuek. I
Baca selengkapnya
Bab 19 : Demi Aku
"Ada mata yang kerap menatapku, ada senyum yang menenangkanku, ada hal yang semua pikir itu untukku. Nyatanya, tak ada yang menetap demi aku."***Melihat Mia yang dengan kejam menjambak rambut Shirin dan menariknya keluar, Stevany dan Joy saling melirik, kemudian mengikutinya. Di koridor, mereka berdua berpapasan dengan bintang iklan SMA Generasi Bangsa—Willa."Mana si Mia?" tanya Willa dengan wajah dinginnya yang khas. Melihat Stevany yang menunjuk ujung koridor, Willa tersenyum. Ia melangkah perlahan, sementara dua adik kelasnya itu mengekorinya.Di ujung koridor yang sepi, langkah kaki Willa yang terdengar menggema membuat Mia menghentikan pergerakannya. Ia menoleh dan matanya langsung menatap lurus ke mata Willa."Gue gak nyangka lo bener-bener ngelakuin ini." Willa bertepuk tangan.Membuang muka, Mia mengulurkan tangan. "Mana janji lo?"Willa mengeluarkan amplop cokelat tebal dari
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status