All Chapters of Pendekar Pedang Tanpa Tanding: Chapter 21 - Chapter 30
119 Chapters
21. Warisan Sampah!
Tabib istana memeriksa denyut nadi Long Feng. Kerutan di dahinya perlahan menghilang, membuat Kasim Qiang merasa lebih lega. "Bagaimana keadaan Yang Mulia?" "Yang Mulia Kaisar baik-baik saja, tidak ada hal yang perlu dicemaskan. Sepertinya Yang Mulia kelelahan. Aku akan memberikan resep obatnya. Kasim Qiang harus memastikan Yang Mulia meminumnya dengan rutin, juga menjaga Kaisar agar tidak terlalu banyak beraktivitas. Akan sangat baik jika Yang Mulia beristirahat saja dulu di kamar selama dua atau tiga hari hingga badannya pulih kembali," jelas sang tabib. "Baik, Tabib Wu." Kasim Qiang memberi hormat pada sang tabib yang hendak meninggalkan tempat itu.  Dalam hatinya, Kasim Qiang membenarkan ucapan Tabib Wu. Kalau diingat-ingat, beberapa waktu ini sang kaisar memang telah melewati banyak hal yang sangat menguras fisik dan pikiran. Jadi, ia mengira hal itulah yang membuat kesehatan Long Feng menurun.  Kasim Qiang sama sekali tidak menaruh cur
Read more
22. Syarat Pertama
"Yang Mulia, Menteri Pertahanan datang untuk menjenguk," lapor Kasim Qiang dengan badan sedikit membungkuk. Wajahnya tampak lebih pucat karena kelelahan mendampingi sang kaisar. Sejak kemarin Long Feng hanya berdiam di kamar karena keadaannya tidak kunjung membaik. Alhasil, Kasim Qiang harus bekerja lebih lama dari biasanya. Bahkan, bisa dibilang lelaki itu nyaris tidak bisa tidur. Selama sakit, Long Feng selalu meminta minum. Baik di siang maupun malam hari, tenggorokannya seperti kering. Bahkan ketika waktu tidur malam tiba, Long Feng sering bangun untuk meminta minum. Itu sebabnya Kasim Qiang selalu terjaga untuk memastikan para pelayan bekerja dengan benar. Selain itu, Kasim Qiang tidak ingin hal buruk terjadi pada Long Feng karena kelalaiannya yang mementingkan tidur daripada bertugas.Sebetulnya, Kasim Qiang dan para pelayan yang ada di dalam kamar itu juga merasakan serangan pening dan lemas. Akan tetapi mereka menahan diri untuk mengeluh atau
Read more
23. Guru Selalu Benar
Dua pasang mata saling menatap tajam. Tidak ada suara yang terlontar dari keduanya. Masing-masing bergelayut dengan pikiran sendiri, merangkai kata untuk menjadi kalimat yang pas untuk diucapkan."Yang Mulia, apa sekiranya yang bisa aku lakukan untuk Yang Mulia?" kata Wang Weo lebih dulu menghentikan keheningan yang terjadi. Dari wajahnya terlihat sebuah senyum, tetapi ada sedikit kerutan di dahinya. Sorot matanya yang tenang tampak menyembunyikan setitik kecemasan akan sesuatu."Katakan padaku, kenapa kau memberikan bunga Persik Surga padaku?" tanya Long Feng tanpa senyum. Wajahnya begitu dingin dengan aura yang mencekam. Ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan Wang Weo darinya. Kalau diingat-ingat, dirinya mulai jatuh sakit setelah menghirup langsung bunga yang dihadiahkan Wang Weo padanya. Meski tabib istana mengatakan bahwa dirinya hanya kelelahan, rasanya itu terlalu berlebihan. Sebelumnya, sebagai seorang panglima kerajaan, Long Feng ha
Read more
24. Kesaksian Liu Xingshen
Zhouyang Hong meletakkan sebuah karung di atas meja. "Ambil dan tanam! Terserah padamu bagaimana caranya!" ucapnya tanpa mengatakan apa-apa lagi. Lelaki tua itu langsung beranjak keluar rumah tanpa menghiraukan suara Genjo Li yang terus memanggilnya."Apa ini?" Genjo Li memandangi karung di depannya. Wajahnya tampak kesal karena Zhouyang Hong tidak mengatakan dengan jelas apa tugas kedua untuknya.Genjo Li mengeluarkan pedangnya dari dalam sarung. Ia kemudian memotong sedikit salah satu bagian ujung karung. "Benih padi? Untuk apa Tuan Zhouyang memberiku benih padi? Tunggu, apa ini berarti syarat keduanya adalah menanam benih padi?" gumamnya menebak-nebak.Dahi Genjo Li mulai mengernyit. Ia yakin bahwa tadi Zhouyang Hong mengatakan padanya untuk mengambil dan menanam sesuatu di dalam karung itu. 'Apa lelaki tua itu sedang ingin mengajari seorang pendekar menjadi petani?' benaknya tidak habis pikir. Akan lebih masuk akal jika Zhouyang Hong memintanya untuk berlati
Read more
25. Biji Kacang Dewa
Ruangan itu menjadi begitu hening tanpa suara. Padahal di dalamnya masih ada orang-orang yang sama. Semuanya tampak kaget dengan aksi Liu Xingshen yang seolah sengaja 'menirukan' apa yang pernah dilakukan Long Feng sebelum sakit, tanpa ada ragu sedikitpun."Tu-tuan Liu, apa yang Tuan lakukan?" tanya Fangyuan lirih mewakili Long Feng dan Wang Weo.Liu Xingshen melepaskan bunga dari pegangannya, lalu tersenyum pada semua orang. Ia berjalan santai mendekati Long Feng. "Maafkan aku karena tidak langsung menjawab pertanyaan Yang Mulia dan malah membuat Yang Mulia menunggu lama. Aku hanya ingin menunjukkan pada Kaisar Long bahwa bunga Rubah Ungu sama sekali tidak beracun."Long Feng tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Kedua matanya terbelalak atas pernyataan Liu Xingshen. Beberapa detik lalu ia sangat yakin kalau ahli botani itu akan memberikan kesaksian yang memberatkan Wang Weo. Namun sekarang, Liu Xingshen justru mematahkan semua kecurigaannya.Long F
Read more
26. Hujan Anak Panah
Genjo Li membungkuk dengan kedua tangan bertumpu pada lutut. Napasnya terengah-engah dengan pandangan yang mulai kabur. Dalam kondisi menyedihkan itu Genjo Li bisa mendengar suara keroncongan dari perutnya.Benar, Genjo Li memang belum makan sejak tiba di Wufong. Entah Zhouyang Hong yang terlalu tak acuh atau terlalu pelit, Genjo Li bahkan seperti tidak punya waktu untuk lapar."Bagaimana? Apa kau akan mati sekarang?" teriak Zhouyang Hong dari bawah pohon. Padahal tidak demikian yang ada dalam benaknya. Sejujurnya ada kecemasan dalam hati Zhouyang Hong terhadap calon muridnya. Namun, pendekar sejati harus mampu mengendalikan kecemasan, kapan harus ditunjukkan dan disimpan!Genjo Li mencengkeram kedua lututnya. Rahangnya pun mengeras. Pemuda itu menegakkan tubuhnya dan melihat ke arah Zhouyang Hong. "Tidak semudah itu, Tuan!"Dalam kondisi amarah yang sedikit terpancing, mendadak kedua mata Genjo Li membulat, lalu disusul dengan sebuh senyum. "Aku tahu apa
Read more
27. Keistimewaan Kitab Naga Bertuah
Pria bertopi berdiri dengan santai di atas sebatang pohon. Ia tersenyum melihat pertarungan di bawahnya. "Kita lihat, seberapa kuat mereka!" desisnya.Pertarungan antara para pengawal Wang Weo melawan penyusup jelas tak seimbang. Dilihat dari jumlah saja, penyusup jauh lebih banyak. Selain itu, mereka tidak hanya membawa pedang, para penyusup itu bisa dibilang merupakan pasukan pemanah andal. Satu demi satu pengawal Wang Weo yang masih tersisa tumbang juga. Mereka pada akhirnya mengakui keunggulan lawan setelah kaki, lengan, tubuh, bahkan juga kepala mereka tertusuk panah. Tanpa terkecuali si pemimpin pengawal yang tewas terlentang dengan anak panah tertancap di tengah-tengah alisnya.Di dalam kereta, Wang Weo masih duduk bermenung, memikirkan siapa sebenarnya orang yang ingin menyingkirkannya. 'Apa ini semua ulah lelaki sekarat itu?'"Keluar! Cepat keluar!" bentak seseorang dari luar kereta diikuti suara pukulan pada pintu kereta.Walaupun s
Read more
28. Kalimat Paling Indah
"Apa kau tidak pernah makan?""Apa?!" tanya Genjo Li setengah berteriak. Ia sangat yakin kalau kelelahan mulai membuat pendengaran bermasalah. Oleh karena itu, bukannya menjawab pertanyaan aneh Zhouyang Hong, ia justru bertanya dengan suara seperti membentak. Sebetulnya, ia jelas tidak berniat demikian. Ia hanya ... tersentak kaget. Genjo Li lalu membungkuk dan berkata, "Maafkan aku, Tuan.""Aku lapar. Ayo pulang dan makan dulu!" Zhouyang Hong berjalan meninggalkan sawah.Genjo Li masih terpaku di tempatnya. Dari semua kemungkinan 'salah dengar' mengapa ia mendengar Zhouyang Hong mengatakan hal yang biasa dikatakan oleh para kaum dermawan? 'Ah, sepertinya aku terlalu lapar hingga mulai berhalusinasi. Tidak mungkin Tuan Zhouyang bermurah hati membagi makanannya padaku. Minum saja aku tidak boleh,' batin Genjo Li tidak mau kecewa karena terlalu berharap bisa makan gratis.Setelah memikirkan hal itu, Genjo Li pun memutuskan untuk kembali membajak tanah. Seti
Read more
29. Hidangan Pembuka, Umpatan!
“Apa kabar, Menteri Wang? Aku harap, aku tidak datang terlambat.”Wang Weo bergeming beberapa saat melihat lelaki yang terus menghunuskan pedang ke para penyusup yang menyerangnya. Segala pertanyaan yang sejak tadi menganggu benaknya bahkan belum terpecahkan. Kini lelaki yang masih menjadi misteri baginya telah muncul dan ‘menolongnya’. Lagi?Tepat sekali, lelaki yang telah menyelamatkan Wang Weo kali ini tidak lain adalah Liu Xingshen, si ahli botani. Terang saja jika Wang Weo menjadi sangat terkejut. Pengakuan Liu Xingshen sebagai ahli tanaman menyoal bunga Rubah Ungu di istana saja sudah cukup mengagetkan menteri pertahanan itu. Sekarang, lelaki itu juga datang untuk membantunya, bahkan menyelamatkannya dari serangan anak panah.“Tenang, Menteri Wang. Kita berada dalam satu kubu,” ucap Liu Xingshen tiba-tiba seperti mampu membaca pikiran Wang Weo.Meski Wang Weo masih belum begitu mengerti, pada akhirnya ia memutuska
Read more
30. Kewarasan Zhouyang Hong
Tidak ada yang bisa Genjo Li lakukan selain memejamkan mata beberapa saat atas reaksi yang diberikan Zhouyang Hong. Memangnya seberapa besar kesalahan yang ia lakukan sampai lelaki tua itu mengumpat padanya? Sejujurnya Genjo Li bahkan tidak tahu perkataannya yang mana yang salah!“Memangnya kau pikir kau itu siapa? Apa aku harus mempersilakanmu dengan ramah dan lembut untuk setiap hal? Aku bahkan tidak bersikap begitu kepada para pejabat!”“Ma-maaf, Tuan.”“Bodoh! Apa selain tidur kau hanya bisa minta maaf?!” bentak Zhouyang Hong dengan kedua mata nyaris keluar. Masih dengan nada yang sama ia kemudian berteriak, “Makan!”Genjo Li tidak tahu apakah kakek di hadapannya itu sebelumnya pernah kehilangan kewarasan atau tidak sehingga menjadi begitu ‘berbeda’. Ia mencoba mengabaikan kebingungannya dan mulai makan saja. Sampai kapan pun pikirannya tidak akan mampu mencerna segala tingkah aneh calon guru
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status