Semua Bab SULTAN DESA: Bab 61 - Bab 70
102 Bab
61. Hilang Tanpa Jejak
Abah sering pergi berhari-hari membawa uang banyak dan muncul di depan pintu dengan wajah berdosa. Malam itu dia pergi tidak membawa apa-apa dari rumah istri muda dan tidak pulang-pulang. Keanehan ini membuat Ambu jadi gelisah. Dia duduk menunggu di ruang tamu setiap malam. Lelaki yang diharapkan tidak muncul dan berdiri di muka pintu setiap kali dia mengintip lewat gorden depan. Suaminya selama ini sudah melakukan perbuatan yang melampaui batas, manakala tidak pulang-pulang, tak urung jadi beban pikiran. "Aku itu heran sama Ambu," kata Kartika. "Harusnya senang Abah tidak pulang-pulang, berarti rumah ini aman dan damai. Tidak ada minuman keras, tidak ada keributan, tidak ada kekerasan, dan tidak ada perbuatan keji yang membuat Ambu meninggalkan rumah ini." "Dia ayahmu." "Aku tidak tahu dia ayahku atau suamiku," sahut Kartika enteng. "Aku malah curiga dia setan gentayangan yang kabur dari neraka." "Kamu menikmati apa yang terjadi," sindir Ambu
Baca selengkapnya
62. Demi Mertua
Gilang dan Surya mengalami kesulitan mencari teman sekolah Abah. Ambu hanya memberi nama dan kampung dimana mereka tinggal tanpa tahu persis alamat rumahnya. Mereka terpaksa mesti bertanya ke kantor desa setempat, kemudian menelusuri alamat yang tercatat. Beberapa orang sudah pindah alamat. Entah ke mana pindahnya. "Begini pentingnya jadi warga negara yang baik," gerutu Surya kesal. Mereka sudah pusing tujuh keliling mencari alamat, tidak tahunya sudah pindah. "Atau teman Abah kriminal semua, jadi pindah rumah tidak lapor." Kebanyakan warga kampung tidak peduli untuk melaporkan data faktual ke kantor desa. Mereka baru mengurus domisili kalau ada keperluan. Data yang akurat sangat penting sehingga memudahkan pelayanan bila ada tamu butuh informasi. Mereka jadi kehilangan rejeki hari ini karena kelalaian sendiri. Gilang memberikan amplop kepada teman Abah yang dijumpai sekalipun tidak memberi informasi yang menggembirakan.
Baca selengkapnya
63. Menikah Diam-diam
"Kau tidak kasih tahu keluarga besok akan menikah?" tanya Dennis sambil duduk di sofa ruang tamu. "Tidak, Om," sahut Kartika. "Mereka juga tidak kasih tahu aku waktu Rara menikah." "Kok dendaman sih? Rara menikah diam-diam karena takut beritanya menyebar di kampung." "Aku juga menikah diam-diam takut beritanya menyebar di kampung. Masa hari ini keluar surat cerai, besok sudah nikah lagi? Terima kasih ya, Om atas bantuannya." "Tidak usah sungkan-sungkan menghubungi aku. Kalau bisa bantu, aku pasti bantu." "Ya, Om." "Ambu lagi ada di rumah, kan?" "Ya, Om." "Tidak kamu kasih tahu juga?" "Tidak." "Benar-benar." "Ambu setujunya aku menikah dengan Dodi tunanganku dulu. Kalau dikasih tahu, ribet nanti." Kartika sudah terbiasa dengan hidup mewah. Tentu saja dia tidak ingin hidup menderita karena menikah dengan Dodi. Dennis sulit untuk menyalahkan keponakannya karena setiap orang berhak hidup baha
Baca selengkapnya
64. Perpisahan
Surya bersama para penyelam melakukan penyisiran di sepanjang aliran sungai selama tiga hari dengan hasil nihil. Mereka berkeyakinan mayat Abah sudah terseret ke muara sehingga pencarian tidak mungkin dilanjutkan. Polisi menetapkan Abah dengan status orang hilang setelah melakukan berbagai upaya. Keputusan itu sudah final mengingat tidak ada bukti telah terjadi pembunuhan atau tewas karena faktor musibah. Rara sendiri sudah mengganggap Abah meninggal. Dia tidak mungkin dapat bertahan selama itu tanpa uang sepeser pun. Dia butuh minuman dan kehangatan wanita, sebuah kebiasaan yang tidak bisa ditinggalkan. Ambu mendukung keputusan polisi dengan harapan suatu saat suaminya akan pulang. Dia tidak percaya Abah hanyut terbawa arus sungai atau terbunuh karena mayatnya tidak ditemukan. Abah bisa saja pergi jauh bersama kawan lama dan belum berniat untuk kembali. Ambu seakan belum dapat menerima kepergian suaminya. Sebuah kenyataan yang membuat hati Rara sesak
Baca selengkapnya
65. Datuk dari Seberang
Datuk itu bernama Baharuddin Fadillah. Dia terkenal dengan sebutan Datuk Meninggi karena perawakannya yang kurus tinggi seperti belalang sembah. Dia sempat jadi orang terkaya di kabupaten ini sebelum tergeser oleh orang tua Gilang. Datuk Meninggi memiliki istri tiga. Jadi ada satu lagi kuota yang belum terisi. Dia taat pada perintah agama hanya untuk perkara yang menyenangkan, perkara berat apalagi menyengsarakan sedapat mungkin dihindari. Maka itu dia sampai usia kepala enam ini belum pergi haji dengan alasan belum mendapat hidayah. Datuk Meninggi sebenarnya mengincar Rara, teman kuliah puterinya di fakultas kedokteran. Kesempurnaan perempuan itu membuat dia rela menceraikan ketiga istrinya. Namun gadis itu kelihatan tidak silau oleh kilauan harta, maka pilihan bergeser pada kakaknya. Kartika tidak kalah elok tubuhnya. Datuk Meninggi semakin tergila-gila ketika Kartika menjadi instruktur senam erotis di desanya. Dia bukan lelaki hebat yang mampu memandang go
Baca selengkapnya
66. Detik-detik Menentukan
Rara duduk santai di beranda menikmati cahaya purnama yang singgah di kolam hias. Malam terasa sunyi. Padahal baru jam delapan. Malam Minggu pula. Warga perumahan ini sebagian besar karyawan perusahaan. Beristirahat hanya di tanggal merah. Kadang Sabtu Minggu lembur. Ada beberapa pegawai negeri sipil. Malam Minggu biasanya mereka membawa keluarga jalan-jalan ke mall atau makan malam di luar. Memanfaatkan waktu libur sebaik-baiknya. Sebagian kecil saja yang berkumpul bersama keluarga sambil nonton acara televisi. Penjual makanan tidak pernah lewat. Pedagang sayur juga. Entah tidak laku atau bagaimana. Padahal security di depan mengijinkan, berbeda dengan perumahan cluster sebelah. Penutupan akses secara ketat malah memancing pergesekan dengan warga pribumi dan mengundang kriminalitas terselubung. Ada yang berpura-pura ijin bertamu padahal hendak merampok, bahkan jadi sarang pengedar dan kaum radikal, itu terjadi di cluster sebelah. Rara memilih tinggal
Baca selengkapnya
67. Melahirkan
Tepat jam satu dini hari, Rara mendadak terjaga dari tidurnya. Perutnya terasa mulas sekali, melilit seperti diperas. Pikirannya langsung sadar gejala apa ini. Rara segera keluar dari dalam kamar. Dia tidak tega membangunkan Ambu atau Mimin untuk minta pertolongan ke tetangga. Mereka baru tidur satu jam lalu. Tentu sedang pulas-pulasnya. Mereka terlambat pulang karena jalan macet total akibat ada tawuran antar ormas. Rara terpaksa mencari pertolongan sendiri. Dia berusaha mencapai pintu rumah Pak Marto sambil menahan sakit yang semakin menjadi-jadi. Tangannya menggedor pintu rumah itu dengan tergesa sambil berteriak, "Pak! Pak Marto!" Lelaki separuh baya yang lagi lelap-lelapnya tidur itu terbangun dengan kaget. Siapa pula yang berani menggedor pintu tengah malam buta begini? Tidak mungkin rampok! Apa yang dicari di rumah ini? Perabotan butut mau digondol? Malas-malasan Pak Marto bangkit dari tempat tidur, kemudian berjalan ke pintu depan dan membuka
Baca selengkapnya
68. Gempar
Berita itu datang tepat pada saat orang tua Gilang tiba di rumah. Udara pagi yang dingin mendadak panas membara. Merobek fajar menyingsing. Sungguh berita yang menggemparkan! Rara punya bayi! Bayi itu anak Gilang! Putera orang terpandang! Dan baru pulang menunaikan ibadah haji! Kapan mereka menikah?  Gilang sendiri bagai dihantam petir di pagi buta! Bagaimana sampai Bradley datang memberi kabar? Dan dia yang menolong Rara! Apa yang terjadi dengan istrinya? Tapi semua sudah terlambat untuk bertanya! Dia harus menyaksikan kehebohan yang terjadi! Surya berusaha memadamkan api yang berkobar itu. "Mereka sudah menikah sepuluh bulan yang lalu. Aku tidak perlu menjelaskan kenapa mereka sampai berani menikah secara diam-diam. Yang jelas, lelaki yang datang tadi akan menikahi Rara kalau Gilang tidak segera mengambil jadi istrinya." "Jangan mentang-mentang teman terus kamu bela maksiatnya," tegur seorang bapak dalam kerumunan di sisi jalan. "Mereka nikah b
Baca selengkapnya
69. Menunggu
Dua bulir air mata jatuh membelah wajah Rara. Sia-sia dia menanti kedatangan Gilang. Lelaki itu tidak muncul sampai jam besuk berakhir, atau mungkin tidak akan pernah datang. Ambu yang menungguinya sudah tertidur di sofa, sementara Mimin pulang. Dia tidak ingin mereka jatuh sakit karena kurang tidur semalaman. Lebih baik gantian menemani. Rara menyesal tidak mendengarkan omongan suaminya. Jika Gilang tidak pulang, ketidakhadiran dalam penyambutan orang tuanya dari Tanah Suci beritanya pasti tidak sedahsyat kelahiran bayi ini! Tapi semua sudah terjadi! "Aku betul-betul heran," kata Bradley siang tadi. "Baru kali ini kulihat seorang ibu pingsan mendengar menantunya melahirkan. Ada apa, Ra? Mereka tidak merestui pernikahan kalian?" Rara yakin apa yang dilihat Bradley cuma sebagian kecil dari peristiwa yang terjadi. Dia heran rumahnya kosong saat pemuda itu datang. Entah pergi ke mana Kartika. Barangkali pergi bulan madu. Tapi bagus. Jika ada, dia pasti langsung
Baca selengkapnya
70. Kuda Pacu
Datuk Meninggi adalah pemegang rekor istri terbanyak di kabupaten ini. Tapi dia tidak melanggar kuota yang ada, empat istri. Kalau bosan, cerai dan ganti yang baru. Kecuali istri pertama, biar jemu dipertahankan. Dia memegang teguh paham ortodoks, jika mencapai puncak kejayaan bersama istri pertama, maka pantang bercerai kalau tidak ingin mengalami kebangkrutan. Benar tidaknya paham itu masih perlu dipertanyakan. Selama hidupnya Datuk Meninggi tidak pernah jajan sembarangan. Kalau menginginkan seorang perempuan, langsung dia nikahi. Maka itu dia menolak untuk selingkuh dengan Kartika, dan bersabar menunggu sampai bercerai dengan suaminya. Dari seratus lebih mantan istri, Kartika adalah perempuan yang sanggup melayani kebuasan cintanya. Dia menggeber kuda pacu baru itu sampai menjelang dini hari, dan begitu bersemangat menunggangi karena kuda ini sangat liar. "Kamu sungguh luar biasa," kata Datuk Meninggi setelah pacuan kelima berakhir, terkapar kepayahan di s
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
11
DMCA.com Protection Status