Semua Bab Uang Belanja Istriku dirampas Ibuku: Bab 31 - Bab 40
47 Bab
Bagian 31
"Ada apa ini?" Tiba-tiba Ayah muncul di belakangku."Eh, Ayah sudah datang?Ini Yah, Ibu sedang sakit maag dan tipes, tetapi saat ini malah makan makanan yang pedas."Ibu menengok ke arah kami dengan perasaan tidak suka, wajahnya terlihat kesal dan ia mencebik."Iya Ratih, kamu seharusnya dengar kata anakmu. Ini demi kesembuhanmu juga," imbuh Ayah."Siapa kamu tiba-tiba berani melarang aku?""Dia mantan suami ibu, atau mungkin di atas kertas kalian belum bercerai. Namun karena tidak bertemu selama bertahun-tahun itulah yang menjadikan kalian bercerai," jawabku."Hahaha ... Aku sudah bercerai dengannya sejak aku pergi dari rumahnya. Itu berarti kami sudah berpisah.""Ya, Ratih. Aku terima semuanya, kita memang sudah berpisah.""Makanya jangan sok-sokan mengingatkanku tentang hal ini," kata Ibu."Ya, maaf, ini aku lakukan kan untuk kebaikanmu juga.""Ya sudah, kamu pergi saja dari sini. Aku tidak mau melihatmu!" 
Baca selengkapnya
Bagian 32
Jenazah Ibu dibawa ke rumah duka. Sebelumnya sudah dimandikan dulu di rumah sakit. Jadi, ketika datang ke rumah, sudah bersih.Para tetangga berdatangan untuk takziah ke sini. Semua menyampaikan rasa duka cita.Tak henti-hentinya kami menerima tamu. Termasuk teman-teman arisan Ibu, yang membuat Ibu ter-black list dari.Bu Rita, koordinator arisan menyapaku."Oh ini Deni yang tak mau ngasih uang lagi sama Ibunya? Bagaimana sekarang, kamu nyesel nggak, Den?"Aku geram, bisa-bisanya membicarakan masalah yang mereka tidak tau duduk perkaranya."Maaf, hal itu telah berlalu, Bu. Kami pun sudah berhubungan baik," kataku.Bu Rita memperlihatkan tingkah pongah khas Ibu sosialita. Padahal aku tau di komplek sekitar sini, tak ada kaum sosialita. Kami hidup biasa saja."Oh begitu. Aku sangat kasihan dengan Bu Ratih punya anak sepertimu. Sehingga dengan terpaksa kami mengeluarkannya dari grup arisan kami.""Mohon tidak bicara untuk s
Baca selengkapnya
Bagian 33
Jenazah Ibu dibawa ke rumah duka. Sebelumnya sudah dimandikan dulu di rumah sakit. Jadi, ketika datang ke rumah, sudah bersih.Para tetangga berdatangan untuk takziah ke sini. Semua menyampaikan rasa duka cita.Tak henti-hentinya kami menerima tamu. Termasuk teman-teman arisan Ibu, yang membuat Ibu ter-black list dari.Bu Rita, koordinator arisan menyapaku."Oh ini Deni yang tak mau ngasih uang lagi sama Ibunya? Bagaimana sekarang, kamu nyesel nggak, Den?"Aku geram, bisa-bisanya membicarakan masalah yang mereka tidak tau duduk perkaranya."Maaf, hal itu telah berlalu, Bu. Kami pun sudah berhubungan baik," kataku.Bu Rita memperlihatkan tingkah pongah khas Ibu sosialita. Padahal aku tau di komplek sekitar sini, tak ada kaum sosialita. Kami hidup biasa saja."Oh begitu. Aku sangat kasihan dengan Bu Ratih punya anak sepertimu. Sehingga dengan terpaksa kami mengeluarkannya dari grup arisan kami.""Mohon tidak bicara untuk s
Baca selengkapnya
Bagian 34
Sebelum pulang, aku mengajak Niar untuk membeli kue untuk perayaan kesembuhan Niar. Aku ingin menumpahkan kebahagiaan Istriku ini dengan Ayah, saudara, anak dan keponakanku. Insya Allah kami akan berkumpul kembali di rumahku setelah ini.Aku pun sudah punya hadiah untuk Niar. "Dek, kamu pilih kuenya mau yang mana?" tanyaku pada Niar."Yang bulat itu aja, Bang!" Niar memilih black forest berukuran sedang dengan beberapa hiasan di topingnya."Oke." Aku meminta pada pelayan untuk membungkus black forest yang dipilih Niar.Niar tersenyum ke arahku. Dia mengucapkan terima kasih. Aku mengangguk pelan dan membalas senyumnya, tanda aku tulus padanya.Bungkusan diserahkan kasir pada Niar, ia mengambilnya, lalu kami beranjak pulang."Ayo dek, kita pulang!"Kami pulang bersama, lalu sepanjang jalan Niar memperhatikan wajahku dari samping. Aku merasa tersanjung diperhatikan seperti itu."Kenapa, Dek?" tanyaku semb
Baca selengkapnya
Bagian 35
Kak Ayu mengabarkan kalau Icha dan Farrel jatuh saat naik sepeda. Icha nangis terus sampai-sampai manggil Mamanya terus."Ma, kapan pulang. Kaki Icha sakit nih!" Icha mengeluh pada Mamanya."Iya, Cha. Nanti ya. Bentar lagi juga kita pulang," jawab Niar."Iya, Ma. Ditunggu, ya! Icha kangen!"Kemudian gawainya diberikan padaku, aku berpesan pada Kak Ayu agar Icha dibawa ke tukang urut, begitupun Farrel karena takut ada salah urat."Iya, siap, Den. Maaf ya mengganggu bulan madu kalian!""Nggak apa-apa, Kak. Udah biasa kok!" jawabku sambil terkekeh."Hehe, iya, Den."Selepas itu, kami siap-siap pulang. Tak lupa mandi besar dulu, karena sebentar lagi Dzuhur. "Dek, sudah selesai beres-beresnya?""Sudah, Bang. Maaf ya, Bang, jadi tidak sesuai rencana," ucap Niar."Nggak apa-apa, Dek. Kita agendakan lagi nanti, ya! Ya sudah, kita pulang sekarang, ya!" Aku menggenggam tangannya, lalu mengajaknya keluar dari ka
Baca selengkapnya
Bagian 36
Gimana Kak Ayu?" Aku menoleh pada kakakku, bertanya padanya.Namun, tiba-tiba Kak Ayu malah goyah, dan ia pun pingsan di hadapan kami."Ayu!" Bang Aldo mendekati kakakku, lalu menidurkannya di sofa. Aku segera mencari minyak kayu putih atau apapun yang bisa dihirupkan pada hidungnya. Biasanya orang yang pingsan selalu cepat sadar dengan menghirupnya."Ini, Bang. Pake ini coba." Aku memberikan minyak kayu putih pada Bang Aldo.Ia mengambilnya, lalu minyak kayu putih itu dihirup-hirupkan di hidung Kak Ayu.Aku sengaja memijat-mijat telapak tangannya dengan memberikan sedikit minyak kayu putih. Lalu telapak kakinya, terutama ibu jari kakinya, ditekan-tekan.Tak lama Kak Ayu sadar, ia langsung menangis. Air mata tak henti keluar membasahi kelopak matanya, yang berlanjut membasahi pipinya."Gimana, Kak? Sudah baikan? Apa harus kita tunda saja sampai kakak merasa baik?" tanyaku."Nggak, Den. Kakak mau selesaikan sekarang
Baca selengkapnya
Bagian 37
"Dek, uang belanjanya mulai sekarang dipegang Adek. Gimana? Adek sudah bisa, mengatur keuangan kita kembali?" Walau Niar sudah sembuh dari depresi, kadang jika emosi mulai tak stabil, Niar berusaha untuk menahannya, kadang emosi negatif Niar buang melalui mengerjakan kerjaan rumah seperti mencuci piring atau mencuci baju."Baik, Bang. Aku coba, ya! Mudah-mudahan sesuai keinginanmu nanti," kata Niar."Nah, gitu dong. Mau mencoba sesuatu yang sudah tak kita lakukan lagi. Terima kasih, ya, Sayang. Semoga kamu semakin pintar mengaturnya," ucapku."Aamiiin, Insya Allah. Semoga, ya, Bang. Aku butuh dukunganmu, Bang!" kata Niar. "Insya Allah didukung. Sebentar ya, Abang transfer ke rekeningmu," kataku pada Niar.Aku menyalakan gawai, membuka aplikasi M-banking, lalu mengirimkan sejumlah uang pada Niar."Untuk tabungan, aku saja yang urus ya, Sayang. Kamu atur uang yang kuberi untuk belanja dan kebutuhanmu saja."Wajah Niar
Baca selengkapnya
Bagian 38
Dua bulan kemudian Genap dua bulan usia kehamilan istriku. Kami sangat senang dengan kehamilan ketiga ini. Semua berjalan lancar, walau sesekali Niar harus mengatur emosinya. Sembuh dari depresi bukan berarti tak ada yang dirasakan selanjutnya. Kalau terpacu oleh suatu hal, emosi bisa naik turun. Perlu penguasaan diri agar tetap stabil.Pernikahan Kak Ayu dan Bang Aldo sudah berakhir di pengadilan tepat di bulan ini juga. Aku dan Niar berusaha menghibur Kak Ayu dan anak-anaknya. Terkadang kami yang ke rumahnya, atau mereka yang ke sini.Tak jarang kami berkumpul di rumah Ayah. Ia hanya tinggal bertiga dengan sopir dan asisten rumah tangganya.Selain itu, saat ini dunia sedang diguncang datangnya sebuah virus yang banyak mematikan manusia. Telah banyak yang menjadi korban.Di Indonesia pun sudah ada, tapi belum banyak. Makanya saat ini, kami diharuskan melakukan adaptasi kebiasaan baru.Selain itu,
Baca selengkapnya
Bagian 39
"Assalamualaikum. Deni!" Bang Aldo mengetuk pintu."Waalaikumsalam." Aku mempersilahkan masuk.Saat Bang Aldo masuk, tiba-tiba dia kaget ada Kak Ayu di sana."Loh kenapa kamu di sini?" tanya Bang Aldo."Aku sedang mengunjungi adikku, memang nggak boleh?" Kak Ayu membulatkan matanya.Bang Aldo malah menyeringai."Jangan-jangan kamu mau pinjem uang sama Deni?" Bang Aldo tetap menyeringai dan menoleh pada Kak Ayu.Kak Ayu akhirnya diam, mungkin tak mau cari ribut dengan Bang Aldo."Ada apa ya, Bang?"Bang Aldo melihat ke arah Kak Ayu. "Aku mau minta tolong padamu, Deni.""Ada apa, Bang?""Bujuklah perempuan di sebelahku ini untuk membolehkan aku bertemu Farrel dan Ayesa. Sejak perceraian kemarin, aku tak boleh bertemu mereka lagi," kata Bang Aldo."Kata siapa nggak boleh? Boleh kok, asal di rumahku. Kamu tak boleh membawa mereka pergi. Apalagi ke rumah perempuan itu!" Kak Ayu bicara sangat
Baca selengkapnya
Bagian 40
"Kamu simpan parac*tamol nggak?" tanyaku pada Niar."Ada, tapi udah beberapa bulan. Setauku nggak boleh disimpan lama, Bang. Abang tolong belikan lagi saja di apotek," usulku."Iya, Dek. Aku pergi sekarang, ya! Sementara aku pergi, tolong kompres dahinya!" Aku meminta pada Niar."Ya, Bang. Aku mau ambil airnya dulu."Kami sama-sama keluar dari kamar Icha. Lalu aku langsung menyalakan mesin mobil, tak lama mobil meluncur.Aku mencari apotek yang masih buka. Karena covid, pemerintah membatasi jam operasional toko. Jam di tanganku sudah menunjukkan pukul sembilan malam. 'Ya Allah, mudahkanlah aku mencari apotek yang masih buka, obatnya pun ada,' gumamku.Sepanjang jalan, toko dan apotek tutup. Lalu aku mengingat kalau di rumah sakit ada apotek juga.Aku mendatanginya dan langsung menanyakan obat penurun panas."Mbak, ada penurun panas anak?""Ada. Yang ini, ya?""Iya, berapa Mbak?""L
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status