All Chapters of Suamiku Terpaksa Mendua: Chapter 1 - Chapter 5
5 Chapters
Madu atau cerai
1. Madu atau Cerai?"Mas, mau kemana?" Aku bertanya pada suamiku, Mas Banu. Dia tampak sibuk memasukkan beberapa bajunya kedalam tas besar.  Dia tidak menggubrisku. Memilih sibuk dengan tumpukan baju yang akan dipindahkan dalam tas besar. Sesekali dia mengecek barang yang sudah dimasukkan ke dalam tas itu untuk memastikan tidak ada baju yang tertinggal.  Sikap Mas Banu aneh, untuk apa dia membawa baju sebanyak itu? Apakah ada urusan kantor yang mengharuskan dia menginap disuatu tempat? Akan tetapi, kenapa dia tidak memberitahuku dulu?  Pandanganku ke sana ke mari melihat tingkah Mas Banu yang belum berhenti. Dia masih saja sibuk dengan kegiatannya. Setelah dirasa cukup, kemudian Mas Banu duduk untuk mengambil napas panjang lalu menghembuskannya dengan kasar.  "Mas, ada apa? Ada masalah di kantor?" tanyaku seraya meraih pergelangan tangan suamiku.  
Read more
Madu Pahit
"Ya ampun Sari, kamu kenapa? Mata kamu jadi merah  sayang." Aku meniup kedua mata putri bungsuku. Dia belum berhenti menangis. "Bunda, tadi makanan Adek masuk mata," ucap Frendi, anak sulungku."Astaga sayang, sini Bunda kasih air biar ngga sakit lagi." Aku mengambil air di telapak tanganku, lalu mengusapkan pada Sari. Aku kembali meniup mata anakku, semoga bisa segera reda sakitnya. Sari itu agak manja. Kena apa sedikit bawaannya langsung menangis. Mungkin karena dia anak yang paling akhir dan merasa diperhatikan oleh kakak-kakaknya. Akan tetapi, dia juga tahu batasannya, walau usianya masih terbilang kecil. "Kamu gimana sih ngurus anak! Gitu aja ngga becus!" teriak wanita yang sekarang menjadi maduku. Kenapa tiba-tiba Lidya ada di ruang tengah? Bukannya tadi dia makan sama Mas Banu. Perlu apa dia ke sini? Ah bodo amat, apa urusannya denganku. Tangis Sari sudah tidak terdengar lagi. Dia kembali makan seper
Read more
Rumah Mertua
 Aku berlari kecil mendatangi Lidya. "Apa sih, teriak-teriak?" tanyaku pada Lidya. "Makanan mana makanan?" tanya Lidya. Kedua tangannya disodorkan padaku seperti anak kecil yang merengek meminta permen. "Kamu pikir aku pembantu kamu? Kalo lapar, masak aja sendiri!" ucapku dengan nada kesal. Bukannya pergi untuk masak atau cari makanan, Lidya malah tetap berdiri di tempat. Dia terus memandangiku. "Kenapa?" tanyaku. "Gimana mau masak? Goreng telor aja gosong," ucap Lidya dengan santai. "Ka-kamu ngga bisa masak?" tanyaku. Sedikit terkekeh karena wanita cantik yang di depanku tidak bisa masak. Padahal kalau dilihat dengan saksama dia terlihat seperti wanita sempurna yang tidak memiliki kekurangan apa pun. "Jangan ngeledek! Cepetan bikinin makanan!" perintah Lidya padaku. Aku menatap wajah Lidya. Tidak mungkin aku menuruti ucapan madu tidak tahu diri. Bisa-bisanya dia menyuruh aku untuk masak. "Ngg
Read more
Awal Yang Baru
"Ira?" ucap seorang pria itu. Aku menatap dengan saksama wajah laki-laki itu. Seperti kenal, tetapi siapa aku tidak ingat. Mencoba mengingat-ingat siapa orang yang ada di hadapanku ini. "Oh, Rendi!" tebakku. Aku melihat bekas luka di dekat lesung pipinya. Dulu dia pernah aku pukul dengan kayu hingga mengenai pipinya. Ya, aku yakin dia Rendi. "Yaps, aku Rendi," jawabnya.Rendi adalah teman SMAku. Dulu kami sangat dekat hingga guru kami  mengatakan kalau kami cocok menjadi pasangan suami istri. Aku tahu itu hanya sebuah candaan. Usia kami masih terbilang muda untuk memikirkan hal itu. Setelah lulus dari sekolah menengah atas, aku memutuskan untuk melanjutkan kuliah di luar kota. Saat kuliahlah aku bertemu dengan laki-laki yang sekarang menjadi suamiku. Sedangkan Rendi, dia mendapatkan beasiswa full di Kairo. Semenjak saat itu, aku tidak mendengar kabar tentangnya. "Sudah lama kita nggak ketemu, kamu apa kabar?" tanya Rendi
Read more
Inikah kamu?
"Ira, uangku tidak akan habis kalau untuk biaya anak-anak!" ucap Mas Banu. Aku tahu, suamiku kini telah mendapat posisi penting di kantornya. Bahkan jika dia mau, dia bisa memiliki empat orang istri sekaligus. Dia menjamin semuanya tidak akan kekurangan dalam hal ekonomi. Tapi dia tidak melakukannya karena menjaga perasaanku. Aku tahu, dia menikah dengan Lidya karena hutang budi pada Rizal, temannya. Karena kecukupan dalam ekonomilah Mas Banu melarangku bekerja. Takut aku kelelahan ataupun khawatir kalau aku disukai teman kerja. Ada saja alasan darinya. Aku bisa maklum, dia memang sangat mencintaiku. Namun, bagaimanapun juga, aku harus bekerja. Dulu waktu aku masih sekolah menengah, aku sekolah sambil bekerja. Aku yakin kalau aku bisa kuat kerja. Dan aku tidak akan mengatakan alasan yang sebenarnya aku ingin bekerja. Takut jika dia semakin merasa bersalah. "Bukan begitu Mas, aku sering kesepian kalau di rumah. Anak kita sibuk semua dengan
Read more
DMCA.com Protection Status