Share

Inikah kamu?

"Ira, uangku tidak akan habis kalau untuk biaya anak-anak!" ucap Mas Banu. 

Aku tahu, suamiku kini telah mendapat posisi penting di kantornya. Bahkan jika dia mau, dia bisa memiliki empat orang istri sekaligus. Dia menjamin semuanya tidak akan kekurangan dalam hal ekonomi. Tapi dia tidak melakukannya karena menjaga perasaanku. Aku tahu, dia menikah dengan Lidya karena hutang budi pada Rizal, temannya. 

Karena kecukupan dalam ekonomilah Mas Banu melarangku bekerja. Takut aku kelelahan ataupun khawatir kalau aku disukai teman kerja. Ada saja alasan darinya. Aku bisa maklum, dia memang sangat mencintaiku. 

Namun, bagaimanapun juga, aku harus bekerja. Dulu waktu aku masih sekolah menengah, aku sekolah sambil bekerja. Aku yakin kalau aku bisa kuat kerja. Dan aku tidak akan mengatakan alasan yang sebenarnya aku ingin bekerja. Takut jika dia semakin merasa bersalah. 

"Bukan begitu Mas, aku sering kesepian kalau di rumah. Anak kita sibuk semua dengan sekolah dan kegiatan masjid. Aku butuh kegiatan Mas," ucapku berbohong. 

Mas Banu terdiam entah apa yang sedang dia pikirkan. Aku berharap dia mengijinkanku bekerja supaya aku tidak larut dalam kesedihan. Dia memandangku cukup dekat. Tak sekalipun dia berkedip ketika menatapku. Aku sedikit risih dengan tatapan Mas Banu. Akan tetapi, aku diam saja. 

Aku masih menunggu jawaban dari Mas Banu. Waktu terus berjalan, tapi dia belum juga membuka bicara. Ada rasa khawatir jika suamiku tidak mengizinkan aku kerja. 

"Aku izinkan kamu kerja. Tapi dengan satu syarat. Kamu tidak boleh terlalu lelah," icap Mas Banu sambil membelai kepalaku. 

"Alhamdulillah, makasih ya Mas. Iya, aku janji. Kalau aku ngelakuinnya dengan senang hati, pasti nggak capek," ucapku girang. Kedua tanganku meraih tubuh suami. Aku sangat senang dengan ucapannya barusan. Tak henti-hentinya aku memeluk tubuh suamiku. Sesekali aku juga mencium pipinya. Aku bahagia, sangat bahagia. 

Seolah diberikan emas ratusan gram. Aku bersyukur Mas Banu mengizinkan aku bekerja. Dengan begitu, perlahan aku bisa melupakan sakit hatiku ini. Aku melepas rangkulan itu dan beralih memegang jemari suamiku. "Mas, udah malam. Tidur yuk!" ajakku pada Mas Banu. 

"Iya, Ra. Kamu duluan aja. Malam ini aku tidur dengan Lidya ya?" jawabnya. 

Aku terkejut dengan ucapan Mas Banu. Kenapa tiba-tiba dia ingin bersama Lidya? Padahal biasanya dia tidak mau kalau di dekat Lidya. Tapi sekarang malah mau sekamar sama dia. Aneh. 

Aku lihat Mas Banu asyik dengan ponselnya, sesekali dia tersenyum di depan layar ponsel. Seperti sedang bertukar pesan dengan seseorang. Aku mengerutkan dahi. Siapa yang sedang dia hubungi malam-malam begini? Apakah dengan Lidya? Tapi bukankah dia tidak menyukainya? Untuk apa juga dia mengirimkan pesan padanya, padahal dalam satu rumah. 'Mungkin itu rekan kerjanya, mana mungkin dia chattingan sama nenek lampir itu,' batinku. 

Aku selalu mengingatkan diriku sendiri kalau Mas Banu menikah dengan Lidya itu terpaksa. Jadi dia tidak mungkin menyukainya. Tapi jika itu betul terjadi bagaimana? "Ya sudah Mas, aku ke kamar dulu."Pamitku lalu berjalan menjauhi Mas Banu. 

Dia tidak menjawabku, malah tertawa di hadapan layar ponselnya. Sebenarnya siapa yang sedang dihubungi hingga tidak mendengar ucapanku. "Mas!" bentakku. 

"I-iya? Ada apa Ra?" tanya Mas Banu. Dia tampak kaget dengan panggilanku. Ponselnya tiba-tiba diletakkan di atas sofa dengan keadaan terbalik ketika menyadari aku berjalan kearahnya. 

"Chatting dengan siapa?" tanyaku penasaran. 

"Bu-bukan siapa-siapa, udah kamu tidur sana!" ucap Mas Banu sedikit gugup. Dia memalingkan badan dan kembali mengambil ponselnya. Aku semakin curiga dengan sikapnya. Tapi aku tidak boleh gegabah. Bisa saja yang dihubungi itu atasannya atau rekan kerjanya. 

"Iya Mas," ucapku lalu berjalan menjauhi tempat duduk Mas Banu. 

Aku meraih ponsel yang ada di saku baju. Mencari nomor yang aku dapatkan tadi sore. Siapa lagi kalau bukan Rendi. Tadi aku sudah bilang kalau aku mau kerja sama dia, kerja apa aja yang aku bisa. Aku tidak mau terus-terusan bergantung pada Mas Banu. Setidaknya ijazah sarjana ku berguna. 

[Ren, aku jadi kerja sama kamu. Kapan kamu buka cabang di dekat rumahku?] Kukirim pesan untuk sahabat SMAku. 

Aku mengamati layar ponsel yang masih membuka aplikasi berwarna hijau itu. Tampilannya masih belum centang biru dan statusnya terakhir dilihat. 'Masa iya, si Rendi jam segini udah tidur?' batinku. Mataku masih menatap layar ponsel. 

Sepuluh menit berlalu, tidak ada balasan  dari Rendi. Aku masukkan ponselku ke saku lagi dan beranjak dari dapur. Tadi aku tidak langsung ke kamar karena tenggorokanku terasa kering, jadi aku memutuskan untuk ke dapur dulu. 

"Mas, pokoknya aku ngga mau tau ya. Kamu harus cepet-cepet ceraikan Ira. Aku udah mu*k lihat muka dia!" seru Lidya dengan keras. 

"Sayang kamu jangan keras-keras dong ngomongnya, nanti kalau yang lain dengar gimana?" sahut Mas Banu dengan suara seraknya. 

Kakiku semakin mendekat ke arah kamar Lidya. Hati ini tidak percaya dengan panggilan Mas Banu pada Lidya. Apa tadi, 'sayang?' Bukankah Mas Banu sangat membenci Lidya? Tapi kenapa di belakangku mereka sayang-sayangan? Apa Suamiku memiliki kepribadian ganda yang tidak aku ketahui sebelumnya? 

"Rumah ini dan semua asetnya masih atas nama Ira, nanti kalau aku ceraikan dia. Yang ada kita malah jadi gelandangan," kata Mas Banu. 

"Kita harus cari cara, kamu udah janji 'kan. Kalau kita udah berhasil bun*h Rizal, aku akan jadi istri kamu satu-satunya," seru Lidya. 

Apa? Jadi merekalah yang membunuh Rizal? Dan ternyata Rizal meninggal bukan karena kecelakaan! Sungguh, mereka tidak memiliki hati nurani!

"Ternyata inilah sifat aslimu Mas! Demi harta kamu menghalalkan segala cara. Kamu juga mengorbankan rumah tangga kita. Lihat saja apa yang akan aku lakukan padamu dan Lidya," batinku. 

Aku membalikkan badan dan segera meninggalkan kamar Lidya. Tanpa sengaja aku menyenggol vas bunga dan akhirnya pecah. Menimbulkan suara yang mengejutkan. 

"Siapa itu?" teriak Lidya. 

Hentakan kaki Lidya dan Mas Banu terdengar semakin dekat. Keringatku mulai bercucuran. Bingung apa yang harus aku lakukan. Tangan dan kakiku tiba-tiba terasa dingin. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status