All Chapters of Dunia Baru Sagara: Chapter 11 - Chapter 20
124 Chapters
11. Pertanda Baik
“Yang lurus Saga, yang lurus, arahkan bolanya tepat ke tengah ring!” Omen berteriak emosi sambil memungut bola yang memantul jauh meninggalkan area lapangan. “Coba sekali lagi, Ga, fokus ke ringnya. Posisi badan dan kaki juga mesti bener, nah tangan kiri kamu di bawah terus nanti dorong pakai tangan kanan. Pantulkan bolanya ke papan dulu dengan kecepatan yang pas biar bola bisa langsung mengarah ke ring,” tutur Tyana melatih dengan sabar, gadis tomboi ini pernah ikut klub bola basket saat di SMP dulu, sedikit banyak dia masih mengingat teknik dasarnya. Saga mencoba mendrible bola sekali lagi, dia melempar bola itu sesuai instruksi Tyana, sayangnya si bundar tak kunjung menjebol ring. “Arghh ... mampus! Udah mampus aja, kamu, Saga!” teriak Omen frustrasi, sudah dua jam mereka berlatih di lapang outdoor yang ada di kawasan tempat tinggal Sagara. Mereka sempat meminta izin pada pihak desa untuk berlatih di sana dan petugas desa mengizinkan. “Kal
Read more
12. Malam Aneh dan Kucing Ajaib
Saga kembali ke rumah tepat waktu sesuai kesepakatannya dengan Wira. Begitu tiba di halaman depan, orang tuanya tampak kebingungan seperti tengah mencari sesuatu. Bukan hanya mereka saja, tapi mang Asep—tukang ojek yang waktu itu menolong Sagara—juga terlihat sibuk mencari seseorang bernama Ningsih. “Ada apa, Bu?” tanya Saga usai mencium tangan Euis. “Ningsih hilang, ibu dan bapak sedang membantu mang Asep mencarinya.” “Ningsih itu siapa?” “Dia anak perempuan mang Asep, kondisinya sedikit berbeda dengan kita. Mang Asep sudah mencari ke mana-mana tapi Ningsih tak kunjung ketemu. Ibu khawatir dia mengilang kayak kamu waktu itu, mungkin nyasar jauh karena selama ini Ningsih enggak pernah ke mana-mana,” jelas Euis detail sekali. “Ningsih juga tidak bisa bicara, hal itu pasti akan mempersulitnya untuk menemukan jalan pulang,” tambah Wira. “Seperti apa sosok Ningsih? Apa ada gambarnya biar aku bantu mencari,” tawar Sagara ingin balas budi pa
Read more
13. Janji Permen Karet
“Wah, enggak bisa bicara euy, mantep nih, enggak akan ketahuan siapa-siapa, ha ha ha.” “Mantap sih, Cuma kurang seru juga nanti enggak ada desahan yang ahh-aduhai, ha ha ha.” “Neng geulis mau ke mana malam-malam sendirian, main sama akang aja, yuk, mau enggak? Dijamin seru, kok.” Gadis 16 tahun itu menggeleng, wajahnya pucat pasi karena ketakutan. Ia mundur dan berusaha untuk berteriak tapi tak sedikit pun suara keluar meski ia sudah berusaha keras. Ningsih menangis, sekujur tubuhnya bergetar, terus mundur guna menghindari sentuhan nakal para berandal yang menjegal langkahnya saat mencari jalan pulang. “Asyiknya main di mana ya? Masa di gang sempit kumuh kayak gini, kasihan si Neng geulisnya, nanti kotor bajunya. Terus kulit putihnya juga bakal kena lumpur atau batu, sayang banget pokoknya kalau lecet.” Berandal itu mencolek dagu Ningsih yang langsung dihempas kasar oleh Ningsih sebagai bentuk perlawanan. Ia tidak sudi disentuh berandal kotor
Read more
14. Taruhan Harga Diri
Janji permen karet yang semalam dibuat Sagara dan Ningsih sudah terpenuhi. Kini Sagara lebih percaya diri dengan penampilannya, tak ia sangka Ningsih begitu pandai memotong rambut. Modelnya pun begitu kekinian dan terlihat sangat cocok untuk Sagara, kedua orang tua lelaki itu memuji putranya sangat tampan dan mengucapkan terima kasih pada Ningsih. Usai menyelesaikan tugasnya, Ningsih langsung pamit pulang. Dia mencium tangan kedua orang tua Saga dengan sopan. Saga melakukan hal yang sama, ia bersiap untuk berangkat sekolah. Namun, sebelum pergi, kucing yang semalam dibawa pulang olehnya berlari dan menghadang langkah Sagara.“Aku berangkat sekolah dulu, kamu diamlah di sini dengan tenang dan jangan membuat keributan,” pesan Sagara setelah ia jongkok dan mengelus kepala si Kucing.“Jangan sombong Sagara,” kata si Kucing membuat satu alis Sagara terangkat.Rasa penasaran Saga meronta-ronta, ingin tahu maksud ucapan si Kucing yang tiba-tiba
Read more
15. Pertandingan
Taruhan yang disepakati Saga dan anak IPA tadi pagi menambah daya tarik penduduk Tribakti untuk menonton pertandingan basket. Terbukti, sore ini, setelah kegiatan belajar mengajar usai ara siswa berbondong-bondong memenuhi pinggir lapangan basket. Seolah ada pertandingan internasional yang sebentar lagi akan digelar.Para pendukung Marchel sudah meneriakkan namanya dengan heboh. Semakin menggila teriakan mereka ketika dua pemain yang akan bertanding head to head memasuki lapangan. Seorang wasit masuk bersama mereka, melempar koin untuk menentukan bola akan dikuasai lebih dahulu oleh siapa.Koin menunjukkan sisi gambar, yang berarti Marchellah pemegang bola pertama. Peluit wasit dibunyikan, bola dilempar dan permainan pun dimulai. Sorak sorai semakin nyaring terdengar—meramaikan."Marchel! Marchel! Marchel! Ayooo Marchel, kalahkan si Sampah cupu!""Go Marchel go Marchel go!"Euforia pendukung Marchel bukan main hebohnya. Memb
Read more
16. Hari Apes
“Tyana minggir dong, kita mau ketemu Saga!” “Iya, resek banget sih jadi orang, sok ngatur banget emang situ siapa? Larang-larang kita ketemu Sagara.” Mata Tyana membeliak, ia berkacak pinggang di depan kelasnya dan menatap satu persatu siswi yang menutupi akses keluar dari kelasnya. “Lo semua pada gila? Gue nyuruh kalian minggir karena anak-anak kelas gue pada enggak bisa keluar gara-gara kalian.” “Salah kamu sendiri yang menghalangi kami ketemu, Saga, coba kalau dari tadi diizinin, pasti kerumunannya enggak akan sebanyak ini.” Ingin rasanya Tyana berteriak sekarang, kalau saja Damian tidak muncul mungkin orang-orang itu sudah kena semprot Tyana. “Sagara mana?” tanya Damian, belum sempat Tyana menjawab, orang yang ditanyakan sudah muncul dari belakang gadis itu. “Saya di sini, ada apa?” balas Saga langsung menghadap Damian dengan berani. “Saya sudah dengar kemenangan kamu saat melawan Marchel kemarin sore. Sesuai kesepa
Read more
17. Rona Merah Jambu
“Saga bakalan baik-baik aja kan, Tya?” gumam Omen dengan suara yang masih bergetar.“Semoga dia enggak kenapa-napa,” sahut Tyana berusaha tetap berpikir positif.Sagara sudah menjadi sosok yang kuat, dia pandai bertarung. Seharusnya mengalahkan lima orang anak STM bukan masalah besar buatnya bukan?“Kaki saya gemetar, mereka itu siapa sebenarnya? Kenapa menyerang kita tiba-tiba?”“Dilihat dari atribut sekolahnya mereka dari STM Gunar.”“Guna Dharma?” Omen mengonfirmasi.“Mm, perseteruan Gunar dan Gapus kembali memanas setelah pagi ini salah satu siswa Gunar meninggal dunia karena dianiaya anak Garuda Pustaka. Tidak ada yang tahu apa alasannya, yang jelas gencatan senjata yang pernah dideklarasikan para senior mereka kini sudah dicabut. Mereka kembali menjadi musuh bebuyutan.”“Kamu tahu dari mana kabar itu?”“Topik itu sedang trending pagi
Read more
18. Sengatan Memori
Sagara tenggelam dalam lamunan, kilat pertarungannya dengan lima anak STM itu menyapa benaknya dengan sangat jelas. Mereka lawan yang cukup kuat apalagi dilengkapi dengan senjata tajam. Meski pada akhirnya tetap Sagara yang menang, sejujurnya Saga belum puas untuk berurusan dengan anak-anak itu. Ada sesuatu yang ingin ia tahu dari mereka.Saat Sagara menyentuh salah seorang anak STM Gunar itu, mendadak tubuh Saga seperti tersengat listrik. Ada arus yang mengalir menuju otaknya sampai terputarlah adegan yang sama persis dengan bayangan yang muncul saat Saga di lapangan basket kemarin. Adegan ketika Saga disiksa di bawah derasnya hujan, ingatan yang muncul hari ini jauh lebih jelas dari kemarin. Saga bahkan bisa memastikan bahwa pria yang ditemuinya hari ini ada dalam potongan ingatan misterius itu.“Semakin lama kepingan puzzle ini semakin membingungkan,” gumam lelaki itu sambil mendesah berat.“Ah!” pekik Saga ketika ada seseorang yang is
Read more
19. Mereka adalah Sagara
"Aku sangat yakin klinik itu ada di jalan ini," kata Saga sambil memandangi sebuah bangunan yang jauh berbeda dengan ingatannya.    Malam itu saat ia membawa si Kucing ke sana, bangunan tersebut adalah klinik hewan tapi sekarang tempat yanh sedang Sagara pandangi adalah salon kecantikan.    "Kau ini bicara apa Sagara? Aku tidak mengerti."   "Kucing, kamu pasti tahu alasan mengapa tempat ini bisa tiba-tiba berubah. Ke mana hilangnya klinik hewan itu?"   Si Kucing sedang dalam pangkuan Sagara, ia sengaja mengajak kucing ajaib itu ke sana untuk menanyakan sesuatu.    "Aku tidak tahu apa-apa."   "Jangan bohong! Mustahil klinik itu bisa menghilang dalam waktu singkat. Apa dokter yang waktu itu kutemui ada hubungannya denganmu?"   "Teruslah mengoceh hal aneh Sagara, semakin hari kau semakin bodoh!"   "Aku tid
Read more
20. Kau yang Membunuh
“Kucing, kalau kau benar-benar mengenalku berarti insiden malam itu hanya pura-pura? Itu bagian dari tipuanmu?” Setelah menyerah mencari informasi klinik misterius malam itu, Sagara pun lanjut mengunjungi pasar untuk mencari perlengkapan yang akan dia bawa di hari perekrutan OSIS nanti. Dia sudah terdaftar sebagai peserta pelatihan dan akan menghabiskan waktu selama tiga hari tiga malam untuk resmi diterima menjadi anggota OSIS sampai proses pelantikan. “Katakanlah begitu, aku menemuimu bukan tanpa alasan sayangnya aku belum bisa mengatakan alasan kehadiranku sebelum kamu mengingat jadi dirimu yang sebenarnya.” “Kenapa harus begitu? Mungkin dengan kau memberitahuku aku akan ingat siapa diriku dengan lebih cepat.” Lelaki itu menaiki tangga menuju toko peralatan kemah, Sagara diminta untuk membeli tambang, gunting, kain warna hijau, dan barang-barang lain plus persediaan makanan juga. Sagara harus belanja sendiri karena kedua temannya memutuskan untuk t
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status