All Chapters of Esper Terakhir Yang Mewarisi Dunia: Chapter 71 - Chapter 80
169 Chapters
Chapter 71 - By One
Tak selamanya mereka yang hidup susah sama-sama mengerti kesusahan orang lain. Kadang ada juga orang yang terlalu lama menjalani kehidupan yang buruk, khususnya mereka yang mampu bertahan dengan itu, beresiko meremehkan kesusahan dan kesulitan yang dihadapi oleh orang lain. Itulah yang menghampiri pikiran Mansa sejak beberapa hari yang lalu. Dia berpikir bahwa dia yang selama ini hidup sendiri dan teralienasi dari lingkungan kemudian mampu bertahan dengan itu, semua itu membuatnya meremehkan kesusahan hidup dari anak jalanan tersebut. Keadaan itu membuatnya naif seakan kesusahan orang lain sama sekali tidak seserius itu di matanya. Dia tidak pernah menyangka kehidupan anak-anak jalanan tersebut sekacau ini. Ini bukan semata sebatas keinginan untuk memilih jalan hidup. Kadang sebagian orang memang tak bisa melihat pilihan yang ada, atau meskipun bisa melihat pilihan itu, namun seakan mereka terkondisikan tidak dibolehkan untuk memilih. Seakan itu sudah menjadi
Read more
Chapter 72 - A Showdown
<< Mansa bodoh, kalau kamu menyelesaikannya begitu mudah begitu mana mau mereka ditantang satu lawan satu >> “Mau bagaimana lagi,” balas Mansa. “Aku sudah berusaha menahan diri. “Dia saja yang terlalu lemah,” tutupnya. Sekarang memang terlihat ekspresi prema-preman itu sudah menjadi lebih serius. Dengan hati-hati mereka mendekati Mansa. Namun dari sekian banyak preman itu, ada juga satu orang preman dari belakang yang ternyata tertarik dengan tantangan Mansa tadi. “Hey, hey.., apa kalian tidak malu mengeroyok bocah begitu?” “Mau taruh di mana muka kalian jika seorang bocah nantang kalian satu lawan satu malah kalian keroyok begitu.” Perhatian preman-preman yang lain sempat teralihkan. “Jangan bilang kau serius ingin menantang posisi Doyok sebagai bos?” tanya seorang preman lainnya. “Jangan bodoh” sahutnya. “Aku tahu bos kita ini sama sekali bukan orang yang pintar berkelahi.”
Read more
Chapter 73 - Partner
Baru saja Mansa berusaha untuk berdiri, preman itu sudah datang sedikit melompat hendak menghujamkan lututnya ke wajah Mansa yang masih setengah membungkuk berusaha bangkit. Mansa terkejut namun masih bisa menahan lutut orang tersebut dengan kedua tangannya. Tapi dia tetap terdorong dan punggungnya terhempas pada pancang kayu dan membuat kayu tersebut patah. Mansa kembali jatuh tergeletak di tanah. Mansa sudah tidak lagi dalam posisi untuk berhitung-hitung menahan diri menghemat tenaga. Salah-salah, bisa-bisa dia yang habis duluan oleh preman yang satu itu. Preman itu menendang dan menghujamkan kakinya ke perut Mansa dan kembali membuatnya terdorong di atas tanah. Preman itu mencoba manarik punggung Mansa bermaksud memaksanya berdiri. Ketika kaki Mansa sudah mantap berdiri, dari posisi tubuh yang masih membungkuk itu, si preman tidak sadar Mansa melayangkan satu pukulan kanan dari bawah ke arah dagunya. Dia baru terkejut ketika kepalan tangan Mansa su
Read more
Chapter 74 - Tak Lagi Sendiri
Salah seorang preman menendang pelan satu rekannya yang saat ini sedang tergeletak di tanah.“Hey, apa yang terjadi denganmu?” teriaknya.Tapi preman itu sama sekali tidak sadarkan diri.“Apa yang dilakukan bocah itu?”“Entah, aku sama sekali tidak melihat dia melakukan apa-apa.”“Hey, bangunlah” teriaknya lagi mencoba menyadarkan rekannya itu dengan sepakan kakinya.Setidaknya reaksi bingung preman itu memberi Mansa sedikit waktu untuk mengambil nafas dan menenangkan diri untuk beristirahat sejenak.Meskipun tidak harus menyerang balik, sekadar menghindari serangan preman itu tetap saja sudah menguras tenaganya. Bahkan sesaat yang lalu dia sudah mulai kesulitan untuk tetap waspada dan menghindari semuanya.“Hey Musa, sepertinya aku tidak bisa berlama-lama menahan mereka.”<< Lalu bagaimana sekarang? Aku hanya bisa berusaha sebisaku >>Di teng
Read more
Chapter 75 - Bagaimana Bisa?
Masih dalam keadaan tergeletak di tanah itu Mansa nampak memeriksa kantong celana dan juga kemeja serta jaketnya. Sepertinya dia sedang mencari sesuatu. “Ah sial,” gumamnya lirih “Sepertinya aku meninggalkan HP di ruang kerja.” << Bagaimana bisa? >> “Biarkan aku tidur dulu,” serunya sembari menutup wajah dengan lengan kanannya. Sementara itu langit yang beberapa saat sebelumnya sudah mulai gelap sekarang menangis meski enggan. Arif dan Basri hanya menengadah ke langit seakan pasrah membiarkan tetesan gerimis itu membasuh wajah mereka dari darah bercampur kotoran debu yang mengering. Belum sampai tanah di tempat itu basah, Mansa benar-benar sudah tertidur. Basri sedikit tersenyum melihat ketidakpedulian Mansa yang terlelap begitu damai. Diapun berdiri dan nampaknya dia sudah cukup kuat untuk bisa membantu Mansa ikut berdiri. Dia langsung menggendongnya di punggung. Mereka semua akhirnya meninggalkan semua preman itu
Read more
Chapter 76 - Bermain Dengan Persepsi
Ada sekitar sepuluh menit Mike di panorama tersebut memeriksa preman-preman yang sedang tergeletak di sana. Tak seorangpun yang memiliki kartu identitas. Tentu tidak juga terlalu mengherankan mengingat mereka hanya preman dengan kehidupan yang tak jelas. Bahkan kebanyakan mereka sama sekali tidak memiliki dompet di saku celananya. Mike berdiri melihat sekeliling. Tahu sudah tidak ada lagi yang bisa didapatkannya, diapun langsung kembali turun ke kaki bukit. Dari kejauhan Mike melihat dua orang seperti berlari menghampiri sekelompok anak jalanan tadi. Mereka adalah Leni dan seorang temannya yang lain. Nampak Leni langsung menangis begitu dia sampai di dekat Basri.   “Maaf, aku tidak bisa membawa kembali ukulelenya,” terang Basri pada Leni.   Leni hanya menggeleng berusaha untuk tidak lagi mempedulikan ukulele tersebut. Saat ini dia hanya mengkhawatirkan keselamatan mereka. Sesaat kemudian Leni melihat Mansa yang masih terbaring di pin
Read more
Chapter 77 - Kendali Diri Dan Lingkungan
Meski Mike tidak memiliki tubuh yang terlalu besar dan kekar, nampak cukup mudah baginya mengangkat Mansa menuju kamarnya. Enteng saja baginya, bahkan beberapa kali dia diam berdiri cukup lama meladeni ibu Mansa berbicara. Setelah sampai di kamarpun, Mansa masih belum terjaga. Mike tahu tubuhnya hanya memaksa dirinya beristirahat secara insting karena kelelahan, mirip seperti yang terjadi dengan kejadian penculikan dulu. Mike segera pergi meninggalkan ruangan tersebut karena ada hal penting yang harus diselesaikannya bersama Agus.   “Bu, tolong bilang ke Mansa untuk tidak perlu ke toko dalam seminggu ini.”   “Kamu sudah ingin pergi saja?” “Tidak makan dulu?” tanya ibu Mansa menawarkan. “Apa ada masalah lagi?”   Mike mengeluarkan kantong plastik berisi sisa-sisa narkoba  yang ditemukannya sore tadi di atas Bukit Gado-gado milik preman yang sudah tewas karena overdosis tersebut.  
Read more
Chapter 78 - Bocah Yang Cerewet
Ada yang bilang hujan selalu bisa membuat orang bernostalgia. Ada juga ilmuan yang berpendapat kemunculan nuansa nostalgia di saat hujan adalah cara tubuh secara alami untuk menahan tekanan ketika cuaca buruk. Kesan nostalgia itu selalu mampu menarik kembali memori indah yang melankolis, ada juga kenangan akan kesedihan, atau mengingatkan seseorang akan perasaan damai bagi orang-orang yang biasa bersahabat dengan dirinya sendiri. Bagi Mansa, dia hampir tidak memiliki kenangan akan hubungannya dengan orang lain. Selama ini hubungannya terbatas dalam lingkungan yang sempit, lebih seringnya menyendiri. Tak banyak hal-hal melankolis di kehidupan masa lalu untuk dikenang. Tak juga ada kesedihan mendalam yang bisa diingatnya. Namun tetap saja hujan mampu menghadirkan perasaan nostalgia dalam dirinya, nostalgia akan hubungan harmonisnya dengan alam yang untuk beberapa hari mulai jarang dikunjunginya. Akhir-akhir ini, dia lebih banyak terikat dengan orang lain serta dengan segala ke
Read more
Chapter 79 - Penguasa Malam Kota Padang
Sejak kondisi Taplau tak lagi seindah dulu karena banyaknya sisa reruntuhan yang tak terurus, kawasan yang dulunya jadi objek wisata pantai kota Padang itu sekarang sudah tak lagi seramai dulu. Terutama ketika malam, daerah ini tak ubahnya seperti kawasan sakral bagi para petualang uji nyali ataupun para bloger dan konten kreator bertema horor. Meski sepi, tapi daerah ini selalu ada pengunjung.“Eh, aku mau mampir mau beli sesuatu dulu ya,” kata seorang pemuda pada pacaranya.“Beli apa?” tanya si cewek.“Cuma minuman,” ujarnya sebelum pergi meninggalkan si cewek di atas motor.Beberapa menit kemudian, si cewe turun dari motornya menyusul sang pacar bermaksud untuk minta dibelikan jajanan. Tapi ketika dia tiba di pintu mini market, si cewek tak sengaja melihat cowoknya malu-malu mengambil sebungkus karet kontrasepsi di dekat kasir dan kemudian membayar semua belanjaannya.“Jangan ngarep deh,” seru si c
Read more
Chapter 80 - Kehangatan Di Tengah Hutan
Mike mengangguk membenarkan kekhawatiran Agus karena dia sendiri juga sudah cukup memikirkan hal itu. Sesaat mike terdiam mencoba mempertimbangkannya lebih jauh.   “Tetap saja kita tidak bisa gegabah, Gus.” “Masalah seperti ini, sebisa mungkin kita harus langsung bisa mencabut akarnya sekali tarik. Kalau kita tidak sabaran, kemudian bergerak dan gagal, setelahnya akan semakin sulit. Aku tidak ingin mengambil resiko datang ke sana, jika ujung-ujungnya yang kita dapatkan cuma ikan terinya saja.” “Jangan lupa kita masih memiliki masalah yang lebih penting terkait Mansa,” tutupnya sembari menepuk bahu Agus sebelum beranjak pergi meninggalkan balkon tersebut.   Setelah beberapa saat berkendara dengan mobilnya, Mike singgah sebentar di Pattimura. Tempat ini jadi salah satu tempat mang
Read more
PREV
1
...
678910
...
17
DMCA.com Protection Status