All Chapters of PURA-PURA BAHAGIA: Chapter 101 - Chapter 110
116 Chapters
Mayat anak laki-laki?
"Aku ikut pokoknya. Aku tidak mau ditinggal, dan tersiksa karena harus menunggu, Mas. Apapun yang terjadi. Kita pergi sama-sama," jawabnya keras kepala. Aiman mengembus napas kasar dengan bahu meluruh. Ia tahu, tak akan bisa membujuk Hani agar tetap tinggal. Sudah tak ada waktu, ibunya keburu jauh.  Akhirnya, dengan berbekal GPS. Mereka melacak dan mengikuti Yuli. Untunglah wanita itu mengaktifkan aplikasinya.  Dengan perasaan yang tak dapat digambarkan, Aiman menjalankan mobilnya mengikuti titik di layar ponselnya, yang menunjukkan keberadaan sang ibu.  Aiman yakin, kalau kepergian Yuli untuk menemui Arum. Lelaki itu juga yakin, kalau Arum yang menyuruh dan meminta Yuli datang seorang diri.  Ent
Read more
Apakah itu Hanan?
"Mayat anak kecil?" Hani mengulang kalimat salah satu warga itu. Kemudian dengan dada bergemuruh hebat, segera membuka pintu mobil, dan keluar.  Aiman segera menyusul, ia sangat mengkhawatirkan kondisi sang istri yang langsung kacau.  Hani menyibak kerumunan warga, lalu melewati mereka dengan susah payah. Aiman coba meraih tubuhnya, tetapi Hani sudah menembus kerumunan itu dengan tangis yang kembali pecah.  Wanita itu terus merangsek ke depan, bahkan melewati garis polisi. Ia tidak peduli omelan beberapa orang yang terinjak kakinya karena gerakannya yang buru-buru.  "Maaf, Bu, Anda siapa? Mohon tidak melewati garis polisi," tegur salah satu polisi di sana.  
Read more
Di mana Hanan?
Aiman menepuk pipi sang istri dengan lembut beberapa kali, hingga mata yang tertutup itu mengerjap sebelum kemudian terbuka dengan sempurna.  "Sayang, kita sudah sampai," ucap Aiman di depan wajah sang istri. Sejenak Hani menatap wajah di depannya sampai ingatannya terkumpul.  Wajah itu, wajah sang suami yang selalu memperlakukannya dengan lembut dan penuh cinta. Sungguh, sangat jauh dengan perlakuannya saat pernikahan pertama mereka dulu.  Benarlah kata Tania, Aiman lelaki yang sangat perhatian dan penuh kasih sayang aslinya. Ya. Pastinya terhadap wanita yang dicintainya. Bila dulu sikapnya sangat dingin dan kasar, itu karena hatinya masih terluka atas kepergian Tania. Juga karena belum ada rasa cinta untuk dirinya.  
Read more
Kamu tidak akan mengerti!
"Hanan …," pekik Hani tertahan. Rasa rindu yang membuncah membuatnya ingin berlari memeluk sang anak yang sudah sekian hari tak dijumpainya. Namun, tangan Aiman menahan langkahnya demi melihat wajah Arum, yang marah menahan amarah.  "Jadi, kamu memberi tahu anak dan menantumu untuk menyusul ke sini, hah?" teriak Arum menatap marah Yuli, sebelah kakinya menyepak tubuh wanita yang masih bersimpuh dengan lutut sebagai tumpuan.  "Mbak, apa yang kamu lakukan?" pekik Aiman tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ketidakrelaan terbit, saat wanita yang telah melahirkannya di perlakukan seperti itu, oleh anak yang sudah dibesarkannya.  "Kenapa, Ai? Wanita ini berhak mendapatkannya!" bentak Arum penuh amarah ke arah Aiman.  
Read more
Namanya Sri
Suasana mendadak sepi, hanya sisa isak Arum yang sesekali masih terdengar. Semua orang diam dengan ketakutan masing-masing. Termasuk Hanan, yang juga berhenti menangis.  Aiman bangkit perlahan, bermaksud menghampiri Arum dengan tetap bersikap lembut. Berharap wanita yang baginya tetap kakak kandung itu, tidak kalap. Hingga akhirnya mau menyerahkan Hanan. Namun…. "Berhenti di sana, Ai!" Arum kembali berteriak seraya menunjuk wajah Aiman. Membuat semua orang kembali terkejut, tak terkecuali Hanan yang kembali menangis.  Hani sudah sangat frustasi melihat keadaan sang anak. Psikis Hanan pasti terganggu dengan kejadian ini, tetapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Aiman sudah mewanti-wanti agar ia tak gegabah.  
Read more
Penderitaan Sri
Perlahan Hani membuka telapak tangan yang menutup wajah, saat suasana tiba-tiba hening. Terlihat Hanan masih dalam gendongan Arum. Wanita itu urung menyerahkan ke pangkuan ibunya, karena terganggu suara berisik di luar.  Wanita bernama Sri memiringkan kepala dengan bola mata bergerak-gerak cepat, seolah-olah dia juga mendengar ada suara-suara di luar.  Aiman berniat mengambil kesempatan itu untuk merebut Hanan. Namun, sayang Arum segera menyadari hal itu, wanita yang wajahnya terlihat pias itu mundur menjauhi mereka.  "Apa kalian membawa polisi?" tuduhnya menatap nyalang sepasang suami istri itu. Hani dan Aiman saling lirik.  "Kalian tega melaporkan aku?" tanya Arum lagi dengan penuh penekanan.&n
Read more
Kenekatan Yuli
Hani mendorong kursi roda Yuli setelah dirasa tubuhnya tak selemas tadi. Ibu-ibu warga memberi mereka teh manis hangat untuk menghangatkan tubuh.  Yuli meminta Hani membantunya menyusul mereka yang mengejar Arum.  Mereka keluar dari pintu belakang, yang tadi dilewati Arum dan semua yang mengejarnya. Pemikiran mertua dan menantu itu sama. Wajar Arum begitu marah dan mendendam terhadap Yuli, karena penderitaan ibunya begitu memilukan. Namun, bukan berarti menculik dan menyiksa Hanan itu tindakan benar.  Mereka menyesalkan kenapa harus melibatkan bayi yang tidak berdosa, atas kesalahan para orang tua? Bukankah dosa itu tidak diturunkan?  "Di sana, Han." Yuli menunjuk kerumunan orang di tepi sungai y
Read more
Sebuah pengorbanan
Yuli semakin mendekati Arum, hingga akhirnya kursi roda akan menabrak tubuh yang berdiri kaku itu.  Sepersekian detik Arum tersadar dari keterpakuannya. Refleks ia menghindar agar tidak tertabrak. Namun, tangan Yuli berhasil meraih tubuh mungil Hanan.  Arum semakin tersentak, ia pertahankan tubuh mungil yang kembali menjerit itu dengan sekuat tenaga. Sementara Yuli juga melakukan hal yang sama. Adegan saling rebut tak dapat terelakkan. Keduanya sama-sama mempertahankan tubuh mungil itu.  "Lepaskan, cucuku! Dia tidak bersalah, dia berhak hidup bahagia!" pekik Yuli dengan suara tertahan.  "Tidak akan! Aku tidak rela melihat kalian bahagia sementara aku dan ibuku menderita. Aku akan lenyapkan anak i
Read more
Menukar nyawa
Hani memaksakan diri bangun walaupun tubuhnya masih terasa lemas tak bertulang. Tak dapat dipercaya, semua kejadian barusan terasa seperti mimpi. Ibu mertua yang nekat mendekati Arum. Mereka rebutan Hanan, sampai Arum mendorong Yuli hingga jatuh ke sungai dan terbawa arus.  Hani berdiri lalu berjalan dengan hati yang kacau balau menghampiri Aiman yang masih bersimpuh di tengah jembatan dengan tubuh beku.  Disentuhnya bahu lelaki tercinta yang hatinya pasti lebih kacau.  "Mas," panggil Hani serak seraya ikut bersimpuh memeluk Aiman dan Hanan. Mereka berpelukan di tengah jembatan kayu yang bergoyang-goyang. Jembatan kayu yang dijadikan jembatan penyeberangan darurat oleh warga untuk mencapai kampung di seberang sungai.  
Read more
Kalian harta berhargaku
Dengan tangan gemetar, Aiman mengemudikan mobil keluar dari perkampungan itu mencari klinik terdekat. Di sampingnya, Hani terus menangis mendekap sang anak yang kondisinya mengkhawatirkan.  Hanan demam tinggi, tubuhnya kejang-kejang, matanya berputar ke atas sejak tadi. Entah apa yang terjadi, mungkin ia ketakutan dan trauma dengan semua yang terjadi.  "Hanan, bertahanlah sayang. Ada mama di sini. Kita ke dokter, ya. Anak mama pasti kuat. Nanti kita pulang sayang. Kita berkumpul lagi." Hani terus menceracau di antara tangisnya yang terus berderai.  Aiman membelokkan mobil ke arah klinik kecil terdekat. Keadaan lelaki itu sudah tak dapat digambarkan seperti apa. Sangat kacau. Dengan wajah pucat, rambut acak-acakan, tubuh basah akibat memeluk jasad sang ibu yang
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status