Semua Bab Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku: Bab 11 - Bab 20
36 Bab
BAB 11 "FOLDER RECENTLY DELETE"
“Iya, buka bajumu! Aku kangen banget!” ulangnya memintaku untuk melakukan sesuatu yang sama sekali tidak ada di dalam pikiran. Aku menggelengkan kepala. “Apa-apaan? Malu, ah!” tolakku. “Ngapain malu? Kita kan udah nikah, Beb? Justru kayak begini ini semakin mempererat cinta kita,” rayunya begitu maut. “Ayoooo, please? Aku mau liat buah dada montok istriku!” pintanya terus memasang wajah melas. “Nggak mau! Kalau mau liat ya entar aja waktu pulang! Dah, sana tidur!” Aku tetap menolak. Risih sekali rasanya kalau aku harus melakukan apa yang dia minta. “Yah, kamu itu. Nyenengin suami pahalanya besar, loh!” gerutunya cemberut. “Banyak cara bikin kamu senang. Nih! Yang ada di perut aku emangnya nggak bikin kamu senang?” tukasku membalas omongannya. “He he he, seneng banget kalau itu. Jadi makin kangen! Tunggu, ya, besok lusa aku pulang, Beb.” “Hmm. Udah sana tidur! Besok kan harus pagi?” “Iya, Mama,” Mas Ricky bercanda dengan
Baca selengkapnya
BAB 12 "CHAT MESUM"
Wajah Mas Ricky langsung kaget ketika aku menanyakan asal usul ucapan nakalnya itu. Jelas saja dia kaget karena aku pun kaget. Kita sama-sama kaget! Gila benar, dari mana dia tahu adegan minta ampun seperti itu? Aku butuh jawaban! Dan aku butuh sekarang!“Jawab, Mas!” teriakku parau.“Apaan, sih? Pertanyaanmu selalu menuduh aku berselingkuh!” jawabnya ketus.“Tinggal jawab kenapa repot amat? Tinggal bilang kamu tahu dari mana segala enak sampai minta ampun?” desakku terus.“Iya … dari … ehm … aku kadang nonton film … itulah! Tau kan? Film dewasa!” jelas Mas Ricky malah menyeringai mesum.Keningku mengernyit. Iya, aku sendiri juga pernah melihat film dewasa, tetapi hanya sedikit-sedikit. Apa iya sampai minta ampun? Perasaan cuma mendesah teriak-teriak saja? Ih, yang bener seperti apa? Aku semakin bingung.Mas Ricky menggeser duduknya, semakin mendekatiku. “Udah
Baca selengkapnya
BAB 13 "INI BUKAN SINETRON"
“Kamu ada tabungan bonus, Mas?” tanyaku setengah tidak percaya. “Sejak kapan?”“Udah lama, kenapa?” jawab Mas Ricky balik bertanya.“Kok aku nggak pernah tau? Di rekening apa?” desakku makin panik. Kenapa dia memiliki rekening bank yang sama sekali tidak kuketahui? “Berapa jumlah saldonya?”“Lumayan, rasanya cukup untuk nutupi kekurangan opname Papa.”“Lumayan berapa? Puluhan? Ratusan? Berapa, Mas?”“Kamu kenapa, sih? Kok malah marah dengar aku punya tabungan?”“Karena aku sama sekali tidak tau! Apa lagi yang kamu sembunyikan dari aku?” rintihku menangis.“Icha, kamu kenapa? Aku heran, ya, sama kamu! Tabungan itu buat kita. Masa depan kita. Kamu, aku, dan anak-anak! Kenapa jadi masalah?” Mas Ricky mulai kesal, membuatku terhenyak mendengar ucapannya. Masa depan kami?Mama mendekat. Sepertinya dari kejauhan ia
Baca selengkapnya
BAB 14 "BELAJAR PENGORBANAN"
Diskusi siang ini dengan Mbak Lelly tergolong keras dan membuat patah hatiku. Jujur, aku berharap sahabatku itu mendukung keputusan untuk mengkonfrontasi semua temuanku tadi malam di ponsel Mas Ricky. Aku kira dia akan menyarankan supaya aku cepat pergi meninggalkan suamiku.Ternyata tidak, justru sahabatku ini mengajak agar aku menggunakan logika ketimbang perasaan. Berkali-kali dia mengatakan ini bukan sinteron. Ini kenyataan dan ada konsekuensi dari setiap pilihan yang kita ambil.“A-aku ng-nggak siap, Mbak,” jawabku lirih, menyerah.“Kamu hamil, papamu sakit. Satu-satunya yang bisa membiayai papamu Cuma Ricky. Masak iya kamu mau ribut sama dia sekarang? Kalau dia terus pergi dari kamu dan lari ke Iin gimana? Siap jadi wanita hamil tanpa suami? Kemana-mana sendiri?”“Mbak! Udah, stop! Aku nggak kuat!” protesku semakin miris mendengar andai-andai dari Mbak Lelly.“Orang sabar bukan berarti kalah, loh, Cha
Baca selengkapnya
BAB 15 "VIDEO MESUM"
Pertanyaan Mama Enik seperti suata guntur di siang bolong. Kenapa sih aku harus punya mertua seperti ini? Sesalku membatin. Papaku belum sadar, sudah meributkan urusan kamar VIP ini.“Ehm, duit aku dan Anissa, Ma,” jawab Mas Ricky ragu-ragu. Dia sendiri sungkan dengan gaya ceplas-ceplos ibunya.“Emangnya Anissa ada duit? Gaji sales mobil besar, ya?” Mama Enik jelas sedang bersarkasme ria.Kupandang wajah ibuku yang makin menunduk lesu. Sifatnya yang pendiam dan mengalah membuat dirinya sering memendam kesedihan.“Semua dibayar sama Mas Ricky, Ma. Nanti kalau aku ada rejeki, akan aku ganti semua biaya pengobatan Papa,” tukasku menghentikan semua omongan pedas mertua.Aku berjalan menuju mamaku dan memberi isyarat agar mengikutiku keluar ruangan. Suasana sudah terlalu pengap akibat kedatangan mertua dan adik ipar yang tidak bisa bicara baik-baik.“Sabar, Anissa. Mertuamu mungkin hanya takut uang Ricky
Baca selengkapnya
BAB 16 "VIDEO CALL SYUR"
Tanganku masih terus bergetar. Aku semakin panik! Ponsel terkutuk! Dia hang! Mati aku! Harus apa?“Mas! Tolong ambilkan air minum, ya!” teriakku dari dalam kamar, agar Mas Ricky kembali ke dapur yang terletak di depan kamar mandi. Supaya aku ada waktu untuk me-restart ponselnya.“Dingin apa biasa?” sahut Mas Ricky berbalik arah. Tidak jadi ke kamar.“Buatin teh mau, nggak? Yang panas. Aku agak masuk angin, nih!” seruku sambil memencet tombol power. Kalau teh panas, dia harus memasak air dulu karena kami tidak punya water dispenser. Boros listrik!“Buat kamu, apa yang enggak, Beb?” gombalnya dari dapur.Halah! Gayamu, Mas! Makiku dalam hati. Apa yang enggak? Banyak! Salah satunya setia!Ponsel sudah kembali menyala dengan normal setelah aku restart. Semua aplikasi yang tadi kubuka tertutup secara otomatis. Syukurlah! Sekarang, tinggal kutaruh lagi di atas meja rias dalam posisi layar terkunci.
Baca selengkapnya
BAB 17 "JAMBAK-JAMBAKAN"
“Mama Enik, maaf, ya, Ma! Mas Ricky sejak awal bilang kalau semua dia yang bayar. Ikhlas! Nggak ada utang piutang! Ini yang sakit bapakku, Ma! Besannya Mama!” sergahku sudah tidak tahan lagi.“Heh! Ini urusan orang tua! Kamu nggak usah ikut-ikut!” bentak Mama Enik kepadaku.“Nggak bisa, Ma. Karena ini menyangkut orang tuaku! Jadi, aku harus ikut ngomong!”“Disuruh diam nggak mau? Nggak nurut! Mbak Yuni, anaknya dikasih tau, dong! Sama mertua yang sopan!” cibir Mama Enik memonyongkan bibir sampai sekian sentimeter ke depan.“Cha, sabar!” Mamaku mulai tidak kuat dan kalah hawa oleh besannya.“Icha sabar, kok, Ma! Cuman Icha nggak mau kalau ada hutang piutang yang nggak jelas gitu. Icha panggil Mas Ricky aja!” Kubalikkan badan, bersiap memanggil suami ter— …. Aku tak tahu ter apa? Tercinta? Bah! Mana bisa aku cinta dia!Mama Enik tiba-tiba menarik tanganku lalu
Baca selengkapnya
BAB 18 INFEKSI YANG MENYEBAR
Permintaan Mama Enik agar Mas Ricky menceraikan aku membuat napas jadi berjeda. Sedemikian bencinya mertuaku satu ini kepadaku. Padahal, sedang ada cucunya di dalam perutku. Semakin membuatku bertanya, apakah dia manusia atau bukan?“Mama! Apa-apaan? Jangan begitu, Ma! Kami baru menikah kok sudah disuruh cerai?” Mas Ricky sangat emosi.Aku diam saja. Meladeni lidah mertua yang tajam hanya akan semakin menyakitkan hati. Kalau memang cerai, paling tidak bukan aku yang meminta.Sebenarnya, sudah gatal sekali mulut ini untuk mengiyakan permintaan Mama Enik. Bahagia sekali aku kalau bisa berpisah dari suamiku yang tukang selingkuh ini!“Yah, Mas Ricky sih salah pilih istri. Dapatnya yang nggak sopan sama Mama,” celetuk Dessy sambil bermain dengan ponsel. Senyumnya culas melirikku.“Betul, itu, Rick! Dessy itu benar! Kamu sudah salah pilih!” timpal Mama Enik.Aku menatap Mama Enik dan Dessy dengan pandangan pali
Baca selengkapnya
BAB 19 "DIA DATANG!"
Mendengar ucapan dokter itu sontak membuat kakiku lemas. Mas Ricky tidak akan selamat? Secepat ini? Anaknya saja belum lahir!“Segera tandatangani persetujuan operasi. Kami akan segera mempersiapkan semuanya.”“Biaya bagaimana?” tanyaku harap-harap cemas.“Asuransi kantor suaminya menanggung semua.”“Sukurlaj!” gumamku bernapas lega. Segera berkas-berkas yang berjumlah lima lembar kutandatangani.Sekarang sudah jam satu pagi. Operasi akan dilakukan besok jam tujuh pagi. Mas Ricky sudah sadar. Dia diberi obat anti nyeri dosis tinggi agar tidak kesakitan dan pingsan lagi seperti di rumah.Aku menemaninya di dalam kamar. Posisi sebagai manajer membuatnya mendapat kamar VIP. Sama seperti kamar papa kemarin. Kutatap wajah pucat yang sedang tertidur lelap. Suamiku, kenapa kita bisa jadi begini?Mungkin sadar sedang kulihat lekat, ia membuka mata.“Cha,” panggilnya lemah.
Baca selengkapnya
BAB 20 "CAPEK JADI ISTRIMU!"
Aku tak tahu harus bagaimana lagi. Ini sudah keterlaluan. Kenapa Mama Enik benci sekali kepadaku? Apa yang sudah aku lakukan hingga membuatnya menyakitiku seperti ini?Mas Ricky terlihat makin pucat karena wanita itu datang bersama ibunya, menemuiku di kamar ini. Setiap aku melihat dia, hanya adegan mesum mereka yang kemudian muncul di otak.“Cha, udah tahu belum ini siapa?” tanya Mama Enik terkekeh riang. Dia pasti bahagia melihat wajahku seperti habis kena gledek di siang bolong.Sang wanita tidak tahu malu justru mendekatiku dan tersenyum manis sekali. Sial! Kenapa dia sangat cantik? Runtukku sedih. Aku mungkin adalah wanita paling jelek dalam deretan bunga-bunga seorang Ricky Irawan.“Hai, Anissa. Aku Ta—”“Aku tahu siapa kamu, Tanti! Nggak usah sok baik! Ngapain ke sini?” potongku ketus. Kalau ditanya, mungkin level judes ini sudah sampai di angka sepuluh, maksimal.“Eh, jenguk Ricky, lah.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status